"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam Mama!" teriak Hawa, yang terkejut melihat kedatangan ibunya Marwah. Hawa, turun dari ranjang dan berlari memeluk sang ibu yang melangkah masuk ke dalam kamar.
Adam, yang berdiri di ambang pintu bersama kiyai merasa heran, sebab dua hari ini Hawa, selalu mengeluh jika di tanya soal hapalan. Dan Hawa, selalu beralasan masih sakit, dan pusing bahkan belum kuat untuk berjalan. Namun, tingkah Hawa, yang berlari tadi membuat Adam, curiga bahwa selama ini Hawa, hanya membohonginya.
"Sudahku tebak anak itu pasti berbohong " batin Adam, lalu melangkah pergi meninggalkan kamar Hawa. Begitupun dengan kiyai dan ummi yang melangkah pergi membiarkan Hawa, bersama ibunya.
"Hawa kangen." Peluk Hawa pada Marwah dengan manja. "Papa gak ikut?" tanya Hawa, yang mencari keberadaan Marwan.
"Papa ada diluar bersama Kiyai," ujar Marwah.
"Papa Mama mau jemput Hawa, ya? Hawa, kangen banget sama rumah, disini gak enak Ma." Kata Hawa, seraya mengerucutkan bibirnya.
"Mama, dengar kamu sakit jadi Mama, dan Papa datang kemari. Kenapa dengan keningmu Nak?" Marwah, bertanya seraya membawa Hawa, untuk duduk.
"Jatuh Ma," jawab Hawa, singkat. Karena tidak memberitahukan kejadian sebenarnya. Hawa, tidak berani jika kedua orangtuanya tahu kalau ia berencana untuk kabur.
"Kamu tidak nakal, kan! Hawa, kiyai sudah cerita sama Mama dan Papa. Jika kamu sering berulah dan berencana untuk kabur. Kenapa kamu lakukan itu?" tanya Marwah.
Percuma di tutup-tutupi ternyata mereka sudah mengetahuinya.
"Ya, karena Hawa, gak betah disini Ma. Hawa, mau pulang." Bu Marwah hanya bisa menghela nafasnya panjang. Bibirnya melengkung, kedua tangannya mulai menyentuh tangan Hawa, mengusapnya dengan lembut.
"Apa yang membuatmu tidak betah? Katakan sama Mama," tanya Marwah.
"Pokoknya gak betah. Masa tiap hari di suruh nyapu, bersih-bersih. Aku di sini itu belajar atau jadi babu Ma!" keluh Hawa. Marwah hanya mengulum senyum.
"Hawa, dengarkan Mama. Kamu harus belajar mandiri Nak, jika Mama dan Papa tiada siapa yang akan menjaga kamu jika bukan kamu sendiri. Apa yang diajarkan di sini, termasuk piket setiap hari itu mengajarkan kamu untuk mandiri. Itulah tujuan Mama dan Papa memintamu untuk mondok."
"Mama kok ngomong gitu. Lagian Hawa masih punya kak, Yusuf bukan!"
"Di pesantren ini akan banyak ilmu yang kamu dapatkan. Mama tidak ingin kamu hidup tanpa punya tujuan. Tidak hanya harta, kepintaran dan bakat yang kamu miliki, tetapi juga iman dan agamamu yang harus kamu miliki juga. Pergaulan bebas yang kamu jalani selama ini membuat Mama takut, takut kehilangan kamu Hawa. Kamu anak perempuan satu-satunya yang harus kami jaga, tapi kami tidak bisa menjaga dirimu. Dan kamu juga harus pintar memilih teman, kenapa Mama tidak suka kamu bermain dengan Sherly dan Mira? Kenapa Papa selalu marah? Karena mereka bukanlah teman yang baik. Teman yang baik tidak akan membawa pengaruh buruk padamu. Apalagi menuntunmu ke jalan yang sesat. Main ke club malam, dan bolos sekolah itu bukanlah hal yang baik. Kamu mengerti 'kan?"
"Hawa janji tidak akan lagi pulang malam, atau pergi ke club. Dan Hawa akan rajin sekolah. Tapi Hawa mohon … bawa Hawa pulang."
Dengan bibir mencebik Hawa memasang wajah sedih dan memohon. Berharap ibunya akan percaya. Namun, hanya gelengan kepala yang Marwah berikan. Menandakan jika Marwah tidak setuju dengan keinginannya. Yang akan tetap tinggal di pesantren.
*****
Marwah berjalan keluar menghampiri suaminya yang sedang bersama Kiyai dan Ummi juga Adam. Setelah merasa cukup berbicara dengan putrinya. Berharap ucapannya bisa meluluhkan hati Hawa.
"Itu Bu Marwah," ujar Ummi yang melihat Marwah berjalan ke arahnya. "Sudah ketemu Hawanya Bu?" tanyanya. Setelah Marwah mendaratkan bokongnya di atas sofa samping tempat duduknya.
"Sudah Ummi," jawab Marwah.
"Lalu bagaimana jawaban Hawa?" tanya Marwan yang penasaran dengan pembicaraan putri dan istrinya.
"Alhamdulilah, Hawa nurut setelah berbicara dari hati ke hati. Awalnya Hawa tetap ingin pulang, namun Mama tetap menolak. Mungkin karena kita selalu memanjakannya, Hawa sedikit berbeda, dan keinginannya harus terpenuhi," terang Marwah, pak Marwan pun hanya mangut-mangut.
"Pak Kiyai, Ummi, Adam?" panggil Marwan, membuat mereka semua menoleh menatapnya.
"Kami titip Hawa, jika kami tiada berjanjilah untuk menjadi orangtua Hawa, menjaganya, mendidiknya. Dan untuk kamu Adam, jangan pernah lelah mengajari Hawa tentang ilmu agama."
"Insya Allah pak, Bu," jawab Adam.
"Pak Marwan ini kok bicaranya seperti itu. Kami akan tetap menjaga Hawa," ujar Ummi.
"Terima kasih. Mohon maaf jika Hawa masih bersikap seperti anak kecil. Nakal."
"Tidak apa-apa. Insya Allah Hawa akan menjadi anak penurut."
"Aamin," jawab mereka serempak.
*******
Keesokan paginya, Hawa mulai beraktifitas kembali. Belajar, mengaji dan menghapal al-quran. Hingga sudah tiba saatnya bertemu Adam.
Hawa harus menyetor kembali surat hapalannya. Namun, Hawa terlihat santai dan tenang tidak seperti biasanya. Membuat Adam terheran-heran.
"Sepertinya kamu sudah tidak tegang lagi ya Hawa? Kamu sudah siap Menghapal 'kan?"
"Sudah siap Ustadz tenang saja." Adam hanya mengulum senyum ketika mendengar perkataan Hawa.
"Baguslah kalau begitu. Silahkan kamu bacakan surat al-baqoroh ayat 8-30."
Adam berkata dengan santai. Kedua tangan yang dilipat di bawah dada. Dengan mata terpejam Adam, siap mendengar alasan apa yang akan Hawa, katakan. Namun ternyata, kiraan Adam salah. Hawa sama sekali tidak mengeluh.
Dengan lancarnya lisan itu mengucap ayat-ayat Allah, sampai akhir ayat yang ditentukan.
Sedetik mata Adam mengerjap, menatap intens pada Hawa yang duduk di depannya. Mungkin Adam tidak menyangka jika Hawa akan membacakan ayat demi ayat dengan lancar. Mungkin hanya ada sedikit kekurangan yang harus lebih di perbaiki yaitu mahorijul huruf. Dalam pembacaannya atau pun tajwidnya.
"Bagus, kamu sudah bisa menghapalnya dengan lancar. Hanya saja masih ada sedikit hukum tajwid yang belum tepat," ucap Adam setelah mendengar hapalan surat dari Hawa.
"Apa kepalamu itu terbentur dengan keras?"
"Memangnya kenapa Ustad?"
"Setelah kepalamu terbentur, kamu semakin cepat menghapal."
"Aku tidak mau kalah sama anak yang usianya 7 tahun," sela Hawa, yang membuat Adam mangut-mangut.
Adam sedikit heran tapi tetap bersyukur karena Hawa semakin lebih baik dan menurut sekarang. Namun, entah Hawa memang sudah menghapalnya dengan benar atau ada cara licik yang Hawa pakai.
Adam, pun beranjak dari kursi lalu melangkah pergi meninggalkan kelas.
Bibir Hawa tersenyum licik, lengan gamis yang panjang ia angkat keatas. Memperlihatkan pergelangan tangan yang begitu mulus, putih dan halus.
Namun, ada sedikit coretan hitam pada permukaannya, sebuah tulisan latin yang panjang, yang ditulia dikedua tangannya.
"Ternyata Ustad Adam bisa di bohongi juga ya. Percaya saja kalau aku benar-benar menghapal. Mana bisa aku baca tanpa melihat ini. Contekan tersembunyi." Katanya yang tergelak.
Setelah puas tertawa dirinya beranjak dari bangku, membereskan buku-buku dan kitab yang ada di atas meja. Namun baru saja menginjak depan pintu Adam, tiba-tiba muncul menghadangnya.
Senyuman yang mekar kini kembali menciut. Tatapan Adam yang datar membuatnya mati kutu. Lalu Adam meminta Hawa, memperlihatkan tangannya.
Hawa pun memajukan kedua tangan itu, mengarahkannya pada Adam. Adam tidak membuka lengan gamis yang menutupi jari tangan Hawa, karena Adam sudah tahu apa yang ada di dalamnya.
Sepasang netra Hawa mendelik, apa yang dilakukan Adam dengan bukunya yang sengaja di lipat membulat panjang. Tiba-tiba satu pukulan mendarat ditangannya. Ternyata buku itu untuk memukulnya.
"Ustadz!" pekik Hawa.
"Hukuman untuk murid yang berbohong," ujar Adam. "Ini baru hukuman dari saya. Belum di akhirat nanti," lanjutnya.
"Kamu tahu apa hukumannya? Imam Bukhari mengetengahkan hadits tentang jenis ancaman hukum di akhirat bagi para pendusta, yaitu mulutnya akan disobek sampai ke telinga, karena mulutnya itulah yang menjadi lahan kemaksiatan," kata Adam penuh penekanan.
Hawa yang mendengar itu langsung membelalakan matanya.
"Kamu bisa bayangkan jika mulutmu di sobek sampai telinga. Apa kamu mau?"
"Tidak!"
"Kamu mau berbohong lagi?"
"Enggak! Janji."
"Hapus tulisan di tanganmu." Kata Adam, yang memukul tangan Hawa kembali.
"Iya Ustadz," lirih Hawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Tatik Roviani
Adam emang bikin hawa akan jadi Baek lanjutkan ustadz Adam misi mu 😂😂
2023-10-26
0
Yuli Purwa
🤣🤣🤣 nyontek tertangkap pula
2023-05-22
0
Sri Mulyati
huaaaaaa, ketahuan dehhhhh.
jangan dibuka dulu, bukanya nanti pas dikamar aja 🤭🤭🤭🤭🤦🤦🤦
dengan sering nya menghukum dan bertemu sbntar lagi ada rasa ini.
Semangat 💪💪💪 juga up nya Thorrr 😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘
2022-12-10
1