Di sebuah pondok pesantren, sepasang suami istri sedang berbincang dia adalah Kiyai Abdullah dan istrinya Siti khodijah, mereka merupakan pemilik pondok tersebut. Pesantren mereka pun sudah lama di diri, kan sehingga santri dan santriwatinya sudah banyak dan mereka semua berasal dari berbagai kota.
"Umi, in sya Allah kita akan kedatangan santri baru," ucap Kiyai setelah meneguk teh hangatnya.
"Alhamdulillah By, santri kita bertambah. Kalau boleh tahu siapa By?" tanya Umi, yang sedang melipat pakaian.
"In Sya Allah anaknya pak Marwan,"
"Bukannya anak pak Marwan, sedang berada di kairo!" Umi berpikir yang akan mondok adalah Yusuf, karena yang Umi tahu hanya Yusuf, putra pak Marwan.
"Bukan Yusuf, Umi tapi putrinya adik dari Yusuf," jelas Kiyai.
"Umi tidak tahu By, Umi kira hanya Yusuf, satu-satunya putra pak Marwan."
"Kita sudah lama tidak bertemu, jadi tidak tahu juga kalau mereka punya seorang putri."
Yusuf, juga mondok di pesantren An-Nur, saat itu Marwan belum di karuniai seorang putri, karena perbedaan usia Yusuf dan Hawa cukup jauh. Jadi saat Yusuf, masih mondok Hawa, belum lahir.
Saat ini Hawa berusia 18 tahun dan Yusuf 28 tahun, usia mereka terpaut 10 tahun. Saat itu Yusuf, mondok saat usianya masih kecil saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Itu sebabnya mereka belum mengetahui sosok Hawa.
"Iya, juga ya By. Oh iya By, Adam sebentar lagi pulang, kan dari Kairo." Umi begitu antusias karena putranya akan segera kembali setelah menempuh pendidikan di negri piramida itu.
"Iya, tidak terasa ya, semoga putra kita membawa ilmu yang bermanfaat dari sana."
"Aamiin,"
Di tempat lain Hawa, dikejutkan dengan keputusan sang ayah untuk mengirimnya ke pondok, Hawa, sangat menentang karena itu bukanlah keinginannya.
Namun keputusan Marwan, sudah bulat tidak ada lagi penawaran, bahkan Marwan, geleng-geleng kepala saat melihat putrinya yang marah-marah padanya. Sudah keputusan yang baik dan benar untuk mengirim Hawa, ke pondok. Jika lama-lama di sini dan di biarkan bergaul yang salah entah apa yang akan terjadi pada putrinya mungkin akan semakin tersesat.
"Hawa, bicara yang baik pada papamu," bentak Marwah, dia merasa putrinya itu keterlalua.
"Pokoknya aku gak mau mondok. Papa dan Mama gak bisa maksa aku." Hawa, semakin berani berbicara tinggi kepada orangtuanya.
"Keputusan Papa sudah bulat, mulai besok kamu akan Papa kirim ke pensantren An-nur, jika kamu tidak ingin silahkan pergi, tapi ingat kamu tidak bisa membawa apapun saat pergi dari rumah ini."
Hawa, tertegun tidak mungkin Hawa, pergi tanpa membawa uang sepersen pun. Apalagi sekarang kartu debitnya sudah di blokir. Tetapi, hati Hawa, sudah di penuhi nafsu dan amarah hingga Hawa, pun berani pergi membangkak orangtuanya.
"Hawa, mau kemana kau!"
"Bukankah Papa, menyuruhku pergi, sekarang Wawa akan pergi dari rumah ini. Biar Papa, puas!" Hawa, beranjak pergi membawa kopernya namun tiba-tiba
"Astagfirullah." Marwan, meringis seraya menyentuh bagian jantungnya.
"Papa," Marwah, terkejut melihat suaminya yang sudah terkulai lemah, Marwan, kembali merasakan sakit pada jantungnya, setiap kali Hawa, berulah.
Hawa, yang tadinya akan pergi pun berpaling dan terkejut melihat kondisi Papanya. Hawa, menjatuh,kan kopernya begitu saja lalu berlari menghampiri Papanya.
Senakal-nakalnya Hawa, dia tidak akan tega melihat papanya sakit. Hingga akhirnya hati Wawa, pun luluh dia menyetujui keinginan papanya untuk mondok di pesantren An-nur.
Keesokan paginya Wawa, pun berkemas semua barangnya hanya saja untuk pakaian Marwah, sudah menyiapkan pakaian khusus untuk putrinya, karena tidak mungkin berpakaian minim dan ketat saat berada di pesantren.
"Sayang, kamu perlu ingat papa dan mama melakukan ini untuk kebaikan kamu, Nak." Marwah, mengusap lembut pundak Hawa, agar Hawa, lebih tenang.
"Tapi Wawa, tidak ingin mondok Ma." Jika bukan karena sakit papanya semalam Hawa, tidak akan menyutujui keinginan Papanya itu.
****
Hawa sudah sampai di pesantren An-nur, salah satu pesantren terbesar yang berada di kota bogor. Tidak jauh memang dari ibu kota, namun tempat dan lingkungannya tidak sesuai dengan kehidupan Wawa.
Hawa, terus menekuk wajahnya dia benar-benar tidak percaya akan berada di tempat ini. Saat memasuki gerbang banyak sekali santri dan santriwati berlulu lalang, mereka sedang melakukan kerja bakti setiap pagi. Mata Wawa, terus menatap para santri yang membuatnya risih.
"Dasar, kuno," gumam Wawa, lirih.
Wawa, melihat pakaian yang di kenakan para santri yang menurutnya sangat kuno. Untuk laki-laki mereka menggunakan, sarung dan koko ada juga yang mengenakan kaos panjang dan celana. Sedangkan untuk para wanita mereka mengenakan gamis yang longgar dan hijab yang tertutup hingga bokongnya.
'Masa iya aku harus berpakaian seperti itu, Ih … enggak banget. Model apaan coba, gak ada bentuknya' batin Wawa.
Wawa, termasuk gadis yang fashionable dia tahu tren-tren baju anak remaja seusianya. Yang sering dia pakai seperti rok pendek, celana pendek, dan kaos ketat baginya itulah pakaian yang modern. Namun, pakaian itu tanpa sengaja mengundang syahwat para lelaki yang melihatnya, sedangkan agamanya menyarankan untuk menutup seluruh tubuhnya atau aurat termasuk rambut di kepalanya.
"Sayang ayo kita turun," ajak Marwah, yang menuntun Hawa, untuk turun. Karena mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di depan sebuah rumah besar yang ada di tengah-tengah pondok itulah rumah Kyai pemilik pondok ini.
Saat Hawa, turun dari mobil banyak sekali pasang mata yang melihat, dan tak sedikit orang yang terkejut dengan penampilan Hawa. Sebab, Hawa, mengenakan pakaian ketat, jeans panjang dan kaos ketat yang membentuk tubuhnya.
Marwah, sudah melarangnya namun Hawa, bersikeras dengan pakaian itu, masih mending Hawa, memakai celana panjang karena Marwah, menyuruhnya sebelumnya Hawa, akan pergi dengan mengenakan celana pendek yang panjangnya hanya sepaha.
"Astagfirullah,"
"Siapa dia? Santri baru! Masa iya pakaiannya kaya gitu,"
"Kayanya dari kota deh,"
Bisik ketiga santriwati yang melihat itu.
"Istigfar," ucap seorang Ustadz, yang menegur para santrinya yang sedang melongo melihat kecantikan Hawa, yang tiada tara.
"Astagfirullah haladzim," jawab santri itu kompak.
"Jaga pandangan ingat!" ceramah seorang Ustadz yang mengingatkan muridnya.
"Maaf, Ustadz khilaf"
"Abis cantik Ustadz, ops" ucap salah seorang santri yang langsung menutup mulutnya. Ustadz, hanya menggeleng-geleng kepala.
"Sudah, lanjutkan bersih-bersihnya sebentar lagi ada kelas."
"Iya, Ustadz," jawab para santri. Ustadz pun berlenggang pergi.
Santri juga manusia, pasti khilaf dan dosa apalagi saat melihat wanita cantik di sekitarnya. Tidak bisa pungkiri, jika ciptaan Tuhan, begitu indah membuat mereka terkagum-kagum.
"Masya Allah cantik ya! Tapi sayang pakaiannya."
"Kaya bidadari jatuh dari kayangan."
"Andai, kan pakai hijab pasti lebih cantik,"
Para santri itu kembali bercengkrama.
****
Kini Hawa, dan orangtuanya sudah berada di dalam rumah tersebut, mereka sedang berhadapan dengan Kyai, saat ini.
"Apa kabar pak Marwan? Lama tidak jumpa," ucap Kyai, pada sahabat lamanya itu.
"Alhamdulillah Kyai, kabar saya baik. Saya senang bisa kembali berkunjung kemari," ucap Marwan, di akhiri dengan senyuman.
"Ini putri saya Hawa Aqila Putri, yang akan mondok disini," ucap Marwan, mengenalkan Hawa.
"Masya Allah, saya senang anda berniat untuk memondok, kan putri anda dan belajar disini. Tapi maaf, jika tidak keberatan bisakah putri kalian berganti pakaian terlebih dulu, karena asrama putri ada di sebrang sana jadi tidak baik jika di lihat para santri lain."
Kyai, melihat pakaian Hawa, bahkan Hawa, hanya menutup kepalanya dengan selendang.
"Maaf, Kyai bukannya saya tidak menyuruh tapi anak ini susah di atur. Itu sebabnya saya datang kemari," jelas Marwan, Kyai hanya tersenyum.
"Tidak apa-apa, saya mengerti," ucap Kyai.
"Sayang ayo ganti pakaianmu dulu," ajak Marwah, namun di sanggah Hawa.
"Enggak ah, pakaian itu gak pantas buat aku, gerah kali pakai baju kaya gitu." Pipi Marwah, sudah memerah karena tak kuat menahan malu dari sikap putrinya itu, namun tidak dengan kyai dan umi yang tersenyum menanggapinya.
"Tidak apa-apa, coba saja dulu nanti juga kamu terbiasa," ucap Umi dengan lembut.
"Iya cobalah Nak, apa kamu tidak tahu pakaianmu itu mengundang Syahwat, islam memerintahkan pada para wanita untuk menutup auratnya dari kepala sampai kakinya," jelas Kyai
"Ayo, ikut sama ummi untuk ganti pakaian, sebentar lagi kamu, kan tinggal disini harus terbiasa berpakaian seperti itu. Ummi juga pakai tapi gak kegerahan." Lambat laun Hawa, pun luluh. Mau tak mau Hawa, harus berganti pakaian. Sesuai aturan pondok.
Hanya berpakaian seperti itu saja Hawa, keberatan. Bagaimana jika Hawa, tahu bahwa belajar di pesantren bukanlah hal yang mudah. Entah Hawa, kuat atau tidak menjalaninya. Karena Hawa, merupakan anak manja.
"Kyai, saya sudah menyerahkan anak saya untuk belajar disini. Saya percayakan pada Kyai, dan para ustadz disini. Saya sudah tidak sanggup untuk mendidik anak saya Kyai, saya tidak ingin anak saya tersesat Kyai, apalagi saat melihat pergaulan anak zaman sekarang." Kyai, hanya tersenyum menanggapi ucapan Marwan.
"Saya tahu tidak mudah mendidik anak muda seperti Hawa, in sya Allah setelah Hawa, belajar disini sikapnya akan lebih baik."
Kyai, sudah mengerti dan tidak heran dengan sikap para anak remaja, karena tidak sedikit dari santrinya yang sebelumnya memiliki masalah yang sama. Namun, setelah mondok di pesantrennya alhamdulillah mereka bisa merubah sikapnya lebih baik.
"Jika anak saya nakal atau membangkang hukum saja Kyai, saya rela. Saya tidak akan marah." Marwan sudah mempertanggung jawabkan Hawa, pada pihak pesantren dengan harap anaknya akan merubah sikap.
"In sya Allah," jawab Kyai.
Tak berselang lama Hawa, pun keluar dari kamar Ummi, dia begitu terlihat cantik dengan pakaian tertutup. Hawa, mengenakan baju Syar'i berwarna dusty dengan kerudung berwarna senada, membuat aura kecantikannya terpancar.
"Masya Allah," ucap Kyai, dan Marwan, yang terkagum-kagum.
"Lihatlah, Nak. Kamu semakin cantik saat berpakaian seperti itu. Pakaian tertutup itu tidak akan mengurangi kecantikanmu," ujar Kyai, sedikit memuji namun Hawa, tetap menekuk wajahnya karena kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
bunda syifa
klo perbedaan umur nya cuma 10thn harus nya pas Yusuf Masuk pondok hawa udah lahir Thor, tapi masih kecil, kn umum nya anak masuk pondok itu habis SD, sekitar umur 11/12thn
2023-07-14
0
Sri Mulyati
Semangat 💪💪💪 juga up nya Thorrr 😘😘😘😘😘😘😘😘
2022-06-17
0