Dewi Penolong

Tidak ada wanita di dunia ini yang sanggup melihat suaminya berduaan dengan wanita lain. Hal itu juga dirasakan oleh Anggita. Walau perceraian itu di depan mata, melihat Evan Dan Adelia tertawa bersama tetap saja hatinya terluka. Dua insan itu seakan menganggap Adelia tidak ada. Mereka terlalu larut dengan pembicaraan mereka tanpa memperdulikan Anggita yang duduk di sofa dengan bosan melihat Adelia masih sangat betah di rumah itu.

Sepanjang sore hingga makan malam telah selesai. Dua insan itu masih saja di kamar Evan. Ada saja yang mereka bicarakan. Yang seharusnya orang yang sedang sakit butuh istirahat tapi tidak dengan Evan. Pria itu terlalu menikmati topik topik pembicaraannya dengan Adelia. Melihat itu, Anggita sebenarnya ingin memperingatkan suaminya untuk istirahat. Niat itu hanya sebatas niat, Anggita sadar posisinya bagi Evan. Pria itu pasti akan mengabaikan niat baiknya atau bahkan lebih parah dari itu. Dia tidak ingin harga dirinya terjatuh di hadapan Adelia.

Adelia seperti diatas angin. Beberapa jam berbicara dengan Evan, dia menyadari tidak ada yang berubah dalam diri pria itu untuk dirinya. Masih sama sebelum Evan menikah. Adelia merasa jika cinta itu milk mereka berdua bukan milik Anggita.

Hujan yang berhenti sebentar kemudian turun lagi seakan mendukung Adelia untuk tetap tinggal di rumah itu. Sebenarnya, jika berniat untuk pulang bisa saja. Mengingat tadi hujan sudah berhenti sebentar. Tapi Adelia sangat pintar. Dia mengetahui topik apa saja yang membuat Evan terus tertarik berbicara dengannya.

Tidak ingin menjadi pengganggu kebahagiaan suaminya, akhirnya Anggita memutuskan meninggalkan dua insan itu untuk beristirahat di kamar tamu. Hatinya akan semakin sakit jika bertahan di kamar itu hanya untuk melihat keakraban suaminya dan Adelia. Apalagi Adelia semakin berani mengelus tangan dan bahkan pipi Evan.

Tengah malam, Anggita merasakan tubuhnya terasa berat. Perlahan, Anggita membuka matanya dan melihat sekeliling kamar. Anggita menoleh ke samping, Sang suami yang tertidur pulas dengan tangannya menimpa perut Anggita.

Anggita sangat jelas mengingat jika dirinya tadi di kamar tamu. Jadi, bagaimana dirinya bisa tidur di ranjang yang sama dengan Evan. Mungkinkah suaminya itu yang menggendong dirinya ke kamar ini. Atau dirinya yang tanpa sadar naik ke kamar Evan dan tidur di ranjang yang sama dengan suaminya.

Sambil berpikir, Anggita hendak menurunkan tangan Evan dari tubuhnya. Anggita terkejut, tangan Evan sangat panas. Anggita langsung duduk dan beranjak dari tempat tidur. Dia mencari obat di kamar itu. Anggita baru mengingat. Setelah makan siang dan makan malam tadi, Evan tidak memakan obat.

"Mas, Mana obat kamu?" tanya Anggita panik sambil menepuk pipi suaminya pelan.

Evan tidak juga terbangun. Anggita semakin panik melihat tubuh Evan yang sudah menggigil tapi tubuhnya panas. Anggita mencari obat di setiap sudut kamar. Tapi obat untuk pertolongan pertama tidak ada.

Dia mengetuk pintu kamar tamu yang ditempati oleh Rico. Tapi pria itu sama sekali tidak mendengar Dan bahkan pintu kamar dikunci. Anggita panik sendiri, entah bagaimana dia mendapatkan obat malam ini. Anggita masuk kembali ke kamar Dan berharap Evan tidak menggigil lagi.

Di tengah panik yang semakin menjadi jadi. Pintu kamar terbuka membuat Anggita menoleh cepat ke arah pintu itu. Anggita terkejut melihat Adelia yang semakin mendekati ranjang. Wanita itu terlihat berjalan dengan tenang. Tangannya menggenggam sesuatu tapi Anggita tidak mengetahui apa itu.

"Tidak perlu panik. Evan sudah terbiasa seperti ini jika sakit," kata Adelia sambil menepuk pipi Evan dengan pelan.

Evan akhirnya membuka matanya setelah Adelia berkali kali menepuk wajahnya.

Adelia membuka bungkusan yang sedari tadi ada ditangannya. Adelia memberikan isyarat kepada Anggita untuk mengambil air putih.

Anggita baru mengetahui, ternyata yang digenggam Adelia tadi ternyata obat. Kini, Adelia memasukkan obat itu ke mulut Evan dan setelah itu meraih gelas air putih dari tangan Anggita.

Setelah satu jam, Anggita bisa bernafas lega. Walau tubuh suaminya masih panas tapi tidak menggigil lagi. Dan kini pria itu sudah tertidur pulas.

"Terima kasih mbak," kata Anggita tulus.

"Kamu tidak perlu berterima kasih. Dia adalah calon suami aku. Dan seharusnya aku adalah dewi penolong baginya. Asal kami tahu. Bukan hanya sekali ini aku menolongnya. Aku yang mengetahui dirinya lebih banyak bukan kamu."

"Mungkin menurut mbak. Kamu itu benar bahwa pria yang masih suami aku adalah calon suami kamu. Tapi kamu lupa mbak bahwa pria itu belum bercerai."

Anggita menjawab dengan tenang. Dia tersenyum ke arah Adelia menunjukkan jika dirinya baik baik saja. Tapi tentu saja hatinya semakin terluka.

"Kamu pernah melihat luka luka di tubuhnya?" tanya Adelia juga tenang. Anggita mengangguk.

"Ketika kami duduk di bangku kuliah. Evan pernah mengalami kecelakaan. Dia selamat karena aku menjadi pendonor darah baginya. Kamu pasti bisa menebak mengapa aku melakukan itu. Alasannya karena kami saling mencintai. Di hati seorang pria bernama Evan Dinata hanya ada diriku. Kamu adalah penghancur kebahagiaan kami berdua," kata Adelia dengan raut wajah yang sedih.

Apa yang dikatakan oleh Adelia adalah kenyataan di masa lalu mereka. Tapi satu hal yang tidak diketahui oleh Adelia. Sebanyak apapun manusia mencintai kekasihnya bahwa jodoh bukanlah di tangan manusia.

Anggita merasakan perasaan campur aduk di hatinya. Melihat kesedihan di wajah Adelia timbul rasa bersalah yang tiba tiba menyelinap di hati kecilnya.

Demi terbebas dari papa tiri, Anggita setuju menikah dengan Evan. Dan keputusannya itu ternyata menghancurkan kebahagiaan seorang wanita.

"Biarkan kami bahagia Anggita. Tidak kah kamu melihat Evan bahagia bersama aku tadi?. Aku sudah mengalah selama satu tahun untuk pernikahan kalian. Andaikan Evan bahagia bersama kamu. Aku dengan ihklas jika dia bersama kamu. Tapi lihat kenyataannya. Dia tidak berbahagia dengan kamu."

Anggita menutup mulutnya rapat. Dia tidak ingin mengatakan sesuatu karena apa yang dikatakan oleh Anggita adalah kebenaran. Evan tidak pernah tertawa bersama dengan dirinya. Evan tidak pernah berbicara hangat dengan dirinya. Hubungannya dengan Evan tidak seakrab Evan Dan Adelia.

"Dan satu lagi Anggita. Evan tidak pernah menginginkan anak dari kamu. Dan jikapun perceraian kalian, ada anak diantara kalian. Aku bukanlah wanita yang baik menjadi seorang ibu tiri. Kamu pernah melihat atau mendengar kekejaman ibu tiri?. Sebelum itu terjadi, maka mulai malam ini berhentilah melayani Evan di ranjang. Aku takut kamu hamil Dan anak kamu akan jatuh ke tangan yang salah."

Anggita mengepalkan tangannya karena marah mendengar perkataan Adelia. Dia menoleh ke Evan yang sama sekali tidak terganggu dengan pembicaraan mereka. Anggita semakin membenci suaminya itu. Dia sangat percaya dengan apa yang diucapkan oleh Adelia. Perkataan Adelia didukung dengan sikap Evan kepadanya selama ini.

Anggita kemudian menatap Adelia yang sedang mengelus kepala Evan. Anggita yang duduk di tepi ranjang dekat kaki Evan akhirnya beranjak dari duduknya. Dia berpindah duduk ke sofa.

"Terima kasih atas dongengnya mbak. Sepertinya mbak harus tidur sekarang. Aku bisa melihat kalau kamu sudah mengantuk. Dan aku juga sudah mengantuk."

Sebenarnya Anggita sangat marah kepada Adelia karena sudah sangat ikut campur ke kehidupan rumah tangannya. Ingin rasanya dia berteriak melawan kata demi kata yang diucapkan oleh Adelia. Tapi Anggita memilih bersikap tenang. Anggita berpikir, untuk apa dia menjawab semua perkataan Adelia jika hanya untuk memancing sakit hati.

Sementara itu Adelia merapatkan giginya karena Anggita tidak terpancing emosi. Sebenarnya Adelia sangat berharap perkataan nya membuat Anggita marah dan langsung menandatangtangani Surat perceraian itu. Tapi Melihat sikap tenang yang ditunjukan oleh Anggita, Adelia menjadi pesimis. Dia takut jika Anggita mempunyai rencana untuk menggagalkan perceraian tersebut.

"Ini bukan dongeng tapi kenyataan Anggita. Jangan bermimpi jika perceraian itu akan batal."

Anggita tertawa sinis di tengah malam itu. Makin kesini dia semakin yakin jika Adelia bukanlah wanita yang tepat untuk dijadikan jadi istri.

"Asal kamu tahu. Evan sudah berhutang budi kepada aku. Aku adalah dewi penolongnya. Dimasa Lalu, dimasa sekarang Dan dimasa depan. Evan adalah milikku."

"Oke, oke mbak. Keluar lah, aku mau tidur. Kamu memang calon istrinya. Sebagai calon istri yang baik. Kamu seharusnya menjaga harga dirimu dengan tidak kegatalan menjumpai suami aku ke rumah ini. Asal kamu tahu mbak. Rumah ini adalah rumah bersama antara aku dan Evan. Aku berhak mengusir kamu."

Setelah Anggita selesai berbicara, Dia beranjak lagi dari sofa dan menuju pintu kamar.

"Ini pintunya mbak. Kali saja kamu lupa karena terlalu berbahagia," kata Anggita sambil membuka pintu lebar lebar.

"Kamu saja yang keluar Anggita. Aku mau tidur di ranjang yang sama dengan kekasih hatiku," jawab Adelia tidak tahu malu. Wanita itu langsung naik ke atas ranjang Dan masuk ke dalam selimut yang dipakai oleh Evan.

"Selamat tidur sayang, semoga mimpi yang indah. Jangan khawatir. Selamanya aku akan menjadi dewi penolong bagimu," kata Adelia kemudian mencium kening calon suaminya cukup lama.

Apa yang dikatakan dan yang dilakukan oleh Adelia dilihat oleh Anggita. Tidak ingin berdebat akhirnya dia mengalah keluar dari kamar.

Terpopuler

Comments

Lina Syah

Lina Syah

anggita tinggalin aja Evan tu 😡😡😡😡😡😡mau aja diperlukan seperti itu

2024-05-10

0

Chantika putri borpas(mukhbita

Chantika putri borpas(mukhbita

Anggita goblok

2022-10-06

1

epifania rendo

epifania rendo

dasar adelia

2022-09-28

0

lihat semua
Episodes
1 Menolak Bercerai
2 Marah
3 Teror
4 Lebih Cepat Lebih Bagus
5 Alasan Menerima Perjodohan
6 Istri Durhaka
7 Permintaan Evan
8 Pembelaan Bibi Ani
9 Permintaan Anggita
10 Ketakutan Adelia
11 Buah Kiwi
12 Pakaian Evan
13 Dewi Penolong
14 Mari, Kita Bercerai.
15 Ijin dari Kakek Martin Untuk Bercerai
16 Fitnah
17 Fitnah2
18 Keras Kepala
19 Permohonan Anggita
20 Kabar Bahagia
21 Kakek Martin Kritis
22 Keselamatan Anggita
23 Keguguran
24 Keguguran2
25 Ikhlas
26 Pergi Darimu
27 Panggilan Sidang
28 Perasaan Evan
29 Rasa Bersalah yang Menyiksa
30 Aku Yang Kehilangan Kamu
31 Kehilangan Dua Orang Sekaligus.
32 Kejujuran Nia
33 Pesona Janda Muda
34 Persyaratan
35 Evan, Anita dan Rendra
36 Adelia
37 Adelia Dan Nia
38 Mama Ita
39 Evan Dan Adelia
40 Janji Evan
41 Penolakan Anggita
42 Petunjuk
43 Curahan Hati Evan
44 Kebaikan Dokter Angga
45 Danny Dan Dokter Angga
46 Perdebatan Tante Tiara dan Danny
47 Kejujuran Danny
48 Saham lima Persen
49 Pendonor yang Sesungguhnya
50 Kejadian Sepuluh Tahun Yang Lalu
51 Kafe Bintang
52 Anggita Melahirkan
53 Bertemu
54 Bayi Cantik
55 Keputusan Anggita.
56 Pengganggu
57 Evan Dan Cahaya
58 Kebahagiaan Keluaga Kakek Martin
59 Anggita Dan Nia
60 Membawa Cahaya Pergi
61 Siapakah Dokter Angga
62 Titik Terang tentang Dokter Angga.
63 Janji Manis
64 Terperangkap Hujan
65 Terungkap
66 Hancur
67 Harapan Evan
68 Lembaran baru
69 Bahagia dan Marah
70 Saran Rendra
71 Lamaran
72 Lamaran2
73 Kedatangan Bronson dan Dokter Angga.
74 Kesedihan nia
75 Diskusi Pengantin Baru
76 Malam Pengantin
77 Kebaikan Anggita
78 Kejujuran Danny
79 Penderitaan Dokter Angga
80 Wanita Untuk Rendra
81 Ulang Tahun Adelia
82 Wanita Terbaik
83 Sikap Evan
84 Memutuskan Hubungan
85 Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
86 Dukungan Keluarga
87 Tamu Di Pagi Hari
88 Saling Memaafkan
89 Perlawanan Dokter Angga
90 Kedatangan Dokter Angga
91 Lanjut Atau Gugur
92 Evan Dan Mama Anita
93 Mama Anita dan Nia
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 95
97 Bab 96
98 Bab 97
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 102
104 Bab 103
105 Bab 104
106 Bab 105
107 Bab 106
108 Bab 107
109 Bab 108
110 Bab 109
111 Bab 110
112 Bab 111
113 Bab 112
114 Bab 113
115 Bab 114
116 Bab 115
117 Bab 116
118 Bab 117
119 Bab 118
120 Bab 119
121 Bab 120
122 Bab 121
123 Bab 122
124 Bab 123
125 Bab 124
126 Bab 125
127 Bab 126
128 Bab 127
129 Bab 127
130 Bab 129
131 Bab 130
132 Bab 131
133 Bab 132
134 Bab 133
135 Bab 134
136 Bab 135
137 Bab 136
138 Bab 137
139 Bab 138
140 139
141 Bab 140
142 Bab 141
143 Bab 142
144 Bab 143
145 Bab 144
146 Bab 145
147 Bab 146
148 Bab 147
149 Bab 148
150 Bab 149
151 Bab 150
152 Bab 151
153 Bab 152
154 Bab 152
155 Bab 153
156 Bab 154
157 Bab 155
158 Bab 156
159 Bab 157
160 Bab 158
161 Bab 159
162 Bab 160
163 Bab 161
164 Bab 162
165 163
166 Promo Novel Baru Bukan Rahim Bayaran
167 Novel terbaru. Panggil Aku Bunda
Episodes

Updated 167 Episodes

1
Menolak Bercerai
2
Marah
3
Teror
4
Lebih Cepat Lebih Bagus
5
Alasan Menerima Perjodohan
6
Istri Durhaka
7
Permintaan Evan
8
Pembelaan Bibi Ani
9
Permintaan Anggita
10
Ketakutan Adelia
11
Buah Kiwi
12
Pakaian Evan
13
Dewi Penolong
14
Mari, Kita Bercerai.
15
Ijin dari Kakek Martin Untuk Bercerai
16
Fitnah
17
Fitnah2
18
Keras Kepala
19
Permohonan Anggita
20
Kabar Bahagia
21
Kakek Martin Kritis
22
Keselamatan Anggita
23
Keguguran
24
Keguguran2
25
Ikhlas
26
Pergi Darimu
27
Panggilan Sidang
28
Perasaan Evan
29
Rasa Bersalah yang Menyiksa
30
Aku Yang Kehilangan Kamu
31
Kehilangan Dua Orang Sekaligus.
32
Kejujuran Nia
33
Pesona Janda Muda
34
Persyaratan
35
Evan, Anita dan Rendra
36
Adelia
37
Adelia Dan Nia
38
Mama Ita
39
Evan Dan Adelia
40
Janji Evan
41
Penolakan Anggita
42
Petunjuk
43
Curahan Hati Evan
44
Kebaikan Dokter Angga
45
Danny Dan Dokter Angga
46
Perdebatan Tante Tiara dan Danny
47
Kejujuran Danny
48
Saham lima Persen
49
Pendonor yang Sesungguhnya
50
Kejadian Sepuluh Tahun Yang Lalu
51
Kafe Bintang
52
Anggita Melahirkan
53
Bertemu
54
Bayi Cantik
55
Keputusan Anggita.
56
Pengganggu
57
Evan Dan Cahaya
58
Kebahagiaan Keluaga Kakek Martin
59
Anggita Dan Nia
60
Membawa Cahaya Pergi
61
Siapakah Dokter Angga
62
Titik Terang tentang Dokter Angga.
63
Janji Manis
64
Terperangkap Hujan
65
Terungkap
66
Hancur
67
Harapan Evan
68
Lembaran baru
69
Bahagia dan Marah
70
Saran Rendra
71
Lamaran
72
Lamaran2
73
Kedatangan Bronson dan Dokter Angga.
74
Kesedihan nia
75
Diskusi Pengantin Baru
76
Malam Pengantin
77
Kebaikan Anggita
78
Kejujuran Danny
79
Penderitaan Dokter Angga
80
Wanita Untuk Rendra
81
Ulang Tahun Adelia
82
Wanita Terbaik
83
Sikap Evan
84
Memutuskan Hubungan
85
Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
86
Dukungan Keluarga
87
Tamu Di Pagi Hari
88
Saling Memaafkan
89
Perlawanan Dokter Angga
90
Kedatangan Dokter Angga
91
Lanjut Atau Gugur
92
Evan Dan Mama Anita
93
Mama Anita dan Nia
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 95
97
Bab 96
98
Bab 97
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 102
104
Bab 103
105
Bab 104
106
Bab 105
107
Bab 106
108
Bab 107
109
Bab 108
110
Bab 109
111
Bab 110
112
Bab 111
113
Bab 112
114
Bab 113
115
Bab 114
116
Bab 115
117
Bab 116
118
Bab 117
119
Bab 118
120
Bab 119
121
Bab 120
122
Bab 121
123
Bab 122
124
Bab 123
125
Bab 124
126
Bab 125
127
Bab 126
128
Bab 127
129
Bab 127
130
Bab 129
131
Bab 130
132
Bab 131
133
Bab 132
134
Bab 133
135
Bab 134
136
Bab 135
137
Bab 136
138
Bab 137
139
Bab 138
140
139
141
Bab 140
142
Bab 141
143
Bab 142
144
Bab 143
145
Bab 144
146
Bab 145
147
Bab 146
148
Bab 147
149
Bab 148
150
Bab 149
151
Bab 150
152
Bab 151
153
Bab 152
154
Bab 152
155
Bab 153
156
Bab 154
157
Bab 155
158
Bab 156
159
Bab 157
160
Bab 158
161
Bab 159
162
Bab 160
163
Bab 161
164
Bab 162
165
163
166
Promo Novel Baru Bukan Rahim Bayaran
167
Novel terbaru. Panggil Aku Bunda

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!