Alasan Menerima Perjodohan

Sudah dua hari, Anggita tidak pulang ke rumah. Dia menginap di Kafenya. Untung saja, di Kafe itu ada beberapa pakaian dan perlengkapan lainnya yang disediakan oleh Anggita sehingga tidak perlu pulang ke rumah untuk mengambil baju atau yang lainnya.

Selama dua hari itu juga, Anggita merasakan mual yang hebat setiap pagi. Dia bisa bangkit dari tempat tidur setelah dia atas jam 7. Beruntung, dirinya mempunyai sahabat seperti Nia yang sangat pengertian. Wanita itu menyediakan sarapan pagi untuk Anggita.

"Gita, jangan jangan kamu hamil," kata Nia kencang sambil meletakkan baki berisi sarapan sahabatnya. Anggita tidak menjawab, dia masih sibuk mengeluarkan isi perutnya yang ternyata sudah kosong.

Anggita keluar dari kamar mandi. Anggita kembali membaringkan tubuhnya di ranjang. Walau perutnya sudah merasa lega, tapi tidak dengan kepalanya yang masih terasa pening.

"Sarapan dulu Gita. Kalau tidak membaik, sebaiknya kamu periksa ke dokter. Melihat gejala yang kamu alami aku sangat yakin kamu sedang hamil."

Anggita hanya tersenyum mendengar perkataan Nia. Tebakan sahabatnya itu sangat benar. Tapi untuk saat ini, Anggita masih merahasiakan kehamilan dan tidak berniat untuk memberitahukan kepada Nia. Pernikahannya tidak dalam keadaan baik. Jadi Anggita berpikir jika siapapun tidak boleh mengetahuinya kehamilannya.

"Nia, aku hanya kelelahan dan masuk angin. Ke dokter hanya untuk membuang uang," jawab Anggita beralasan.

"Terserah kamu saja Gita. Sebenarnya aku sangat berharap kamu hamil. Kata orang tua jaman dahulu. Anak bisa mempererat hubungan suami istri. Aku ingin kamu bahagia dalam pernikahanmu. Apalagi keluarga besar Suamimu. Mereka pasti sudah berharap banyak akan pernikahan kalian."

Lagi lagi, Anggita hanya tersenyum. Nia memang sahabat terbaiknya. Wanita itu terlihat tulus di setiap perkataannya.

"Semoga saja," kata Anggita singkat. Hatinya kembali optimis setelah mendengar perkataan Nia. Mungkinkah, Evan akan mempertahankan rumah tangga mereka jika mengetahui dirinya hamil.

Pertanyaan itu terus muncul di pikiran Anggita. Jika karena anak, rumah tangga mereka bisa dipertahankan dan kini dirinya hamil. Hingga terbersit di pikirannya untuk memberitahukan kehamilan itu kepada Evan secepat mungkin.

Tapi kemudian, hati Anggita diselimuti mendung. Alangkah menyakitkan bagi dirinyanya rumah tangga bertahan karena anak bukan karena cinta. Itu sama saja hidupnya masih dalam lingkaran penderitaan. Cinta tidak berpihak kepadanya. Dan itu pasti akan berakibat juga kepada kebahagiaan anaknya kelak.

Anggita berada dalam kebimbangan. Antara memberitahukan kehamilannya dan menyerah dalam perceraian mereka.

"Jangan melamun. Sarapannya dimakan."

Anggita tersentak dari lamunannya dan memandangi sarapan itu. Dalam keadaan seperti ini, seharusnya Evan lah yang perhatian kepada dirinya. Tapi walau tidak ada perhatian dari Evan. Anggita masih bersyukur mempunyai sahabat baik seperti Nia.

Setelah bersusah payah menghabiskan sarapan yang disediakan oleh Nia. Anggita keluar dari Kafe. Rencananya dia akan berkunjung ke rumah orangtuanya yang berada di pinggiran kota.

Hanya membutuhkan dua jam dalam perjalanan, Anggita tiba di depan rumahnya. Dia mengetuk pintu rumah dengan dada yang berdebar. Walau kedatangannya di saat jam kerja. Tetap juga, Anggita merasakan ketakutan jika bertemu dengan papa tirinya saat ini.

Apa yang ditakutkan oleh Anggita ternyata menjadi kenyataan. Yang membuka pintu untuknya bukan mamanya melainkan sang papa tiri.

"Anggita, kamu datang nak. Silahkan masuk," sambut Indra ramah. Melihat sifat ramah yang ditunjukkan oleh papa tirinya bisa dipastikan jika mamanya pasti ada di rumah. Anggita sudah mengetahui tabiat papa tirinya. Jika mamanya ada maka Indra akan bersikap sangat baik. Tapi jika tidak ada. Maka Indra akan menunjukkan sifat aslinya.

"Mama," panggil Anggita untuk memastikan jika mamanya ada di dalam rumah. Anggita merasa lega setelah mendengar mamanya menjawab dari dalam kamar.

Ketika Anggita hendak masuk ke dalam rumah. Indra tersenyum dan mengelus lengannya. Secepat kilat, Anggita menepis tangan itu dengan kasar. Inilah hal yang ditakutkan Anggita jika datang ke rumah mamanya. Indra akan mencuri curi waktu untuk bertindak tidak sopan kepada dirinya.

Anggita melangkah cepat menuju kamar mamanya. Ternyata alasan papa tirinya masih di rumah di saat jam kerja seperti ini karena mamanya sedang tidak enak badan.

"Kita bicara di sofa saja ma," kata Anggita.

"Disini saja nak. Mama kurang enak badan," jawab mama Feli jujur.

"Apa dia tidak bekerja?" tanya Anggita. Dia yang dia maksud adalah papa tirinya.

"Hari ini papamu hanya kerja setengah hari nak."

Anggita menarik nafas lega. Kedatangannya ke rumah orangtuanya tidak akan sia sia. Setidaknya Indra sebentar lagi akan pergi bekerja dan dia bisa bercerita bebas dengan mama Feli.

Selama Indra masih di rumah. Anggita tidak beranjak dari tepi ranjang tempat mama Feli berbaring. Dia tidak membiarkan celah sedetik pun kepada Indra untuk bersikap tidak sopan kepadanya.

Waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Tepat tengah hari, Indra keluar dari rumah. Anggita juga merasakan keleluasaan di rumah itu. Sebelum bercerita dengan mama Feli. Anggita mengunci pintu rumah terlebih dahulu. Dia takut Indra tiba tiba pulang.

"Ada yang ingin aku bicarakan dengan mama."

Mama adalah tempat berkeluh kesah yang terbaik. Dan itu berlaku untuk Anggita. Menghadapi masalah rumah tangganya, sejujurnya Anggita butuh teman berbagi. Dan Anggita hanya mempercayai mamanya sendiri. Bagi Anggita setulus apapun orang lain kepadanya tapi hanya mama adalah tempat menyimpan rahasia yang paling aman.

"Ma, aku hamil," kata Anggita pelan. Mama Feli yang mendengar perkataan putrinya langsung tersenyum. Melihat senyum itu, hati Anggita teriris. Kabar bahagia ini yang disampaikannya adalah kalimat pembuka untuk menyampaikan keadaan rumah tangganya.

"Selamat putriku. Sebentar lagi aku akan menjadi nenek dan kamu menjadi seorang ibu," kata mama Feli antusias. Rasa sakit yang ada di kepalanya seakan hilang setelah mendengar kabar bahagia itu. Segala ucapan syukur dan doa terucap dari bibirnya.

"Mama senang aku hamil?" tanya Anggita. Seharusnya dia tidak perlu bertanya hal itu karena sudah jelas mama Feli sangat bahagia mendengar kehamilannya. Tapi, Anggita seakan tidak mempunyai perbendaharaan kata kata untuk mengungkapkan masalah yang sebenarnya ingin dia sampaikan.

"Mama sangat bahagia. Lihatlah sakit kepalaku hilang hanya mendengar kabar bahagia ini. Aku rasa bukan hanya aku, kedua mertuamu dan seluruh keluarga besar suamimu pasti bahagia. Apa mereka sudah mengetahui kehamilan kamu ini?.

"Belum ma."

"Kenapa nak?. Seharusnya suami dan keluarga besarnya yang harus terlebih dahulu mengetahui kehamilan kamu ini."

"Karena aku dan mas Evan akan bercerai," kata Anggita pelan. Ketika mengatakan itu, Anggita kembali merasakan hatinya hancur berkeping-keping.

Rona bahagia yang tadi terlihat di wajah mama Feli hilang seketika berganti dengan wajah yang terkejut. Anggita menatap wajah mamanya dengan sedih. Memberitahukan permasalahan rumah tangga kepada mamanya bukan hal yang tiba tiba. Selama dua hari ini, Anggita sudah memikirkan matang matang untuk berbicara dengan mamanya menyangkut rumah tangganya.

"Apa yang menyebabkan kalian bercerai. Apa suamimu berselingkuh atau kamu yang berselingkuh?.

Anggita menggelengkan kepalanya. Satu tahun menjalani pernikahan, dia tidak pernah melihat hal mencurigakan atau melihat Evan berselingkuh.

"Lalu apa?. Apa kamu tidak bisa menjadi istri yang baik untuk suamimu selama ini?" tanya mama Feli lagi. Anggita kembali menggelengkan kepalanya.

"Sebelum menikah kami sudah membuat perjanjian ma. Kami menikah selama kakek Martin masih hidup. Dokter sudah memvonis umur kakek Martin tidak berumur lama lagi."

"Pernikahan macam apa itu?" tanya mama Feli marah.

"Sebenarnya pernikahan kami karena keinginan kakek Martin. Kakek Martin menjodohkan aku dengan mas Evan," kata Anggita mulai membuka rahasia awal terjadinya pernikahan dirinya dengan Evan.

Mama Feli semakin terkejut mendengar perkataan Anggita. Dia tidak mengetahui perjodohan itu sama sekali. Ketika Anggita meminta ijin untuk menikah dia mengatakan jika Evan adalah kekasihnya. Dan acara lamaran hingga pernikahan tidak terdapat kejanggalan jika mereka bukan kekasih.

"Apa alasanmu melakukan ini semua Anggita. Mengapa kamu tega membohongi mama seperti ini."

Anggita mulai terisak mendengar pertanyaan Mamanya. Bayang bayang perlakuan papa tirinya terlintas di kepalanya. Jika dia menceritakannya kepada mama Feli tentu saja mamanya pasti merasa hancur.

"Katakan nak, apa alasan kamu bertindak sejauh itu tanpa membicarakan dengan mama," kata mama Feli membujuk Anggita yang masih terisak.

"Aku hanya ingin mempunyai alasan yang tepat untuk keluar dari rumah ini ma. Aku mencari perlindungan yang aman. Berkali kali papa berusaha ingin memperkosa aku."

Terpopuler

Comments

Jupilin Kaitang

Jupilin Kaitang

kebisaan lah bapa tiri jahat,moga dapat balasan

2022-06-29

1

Lina A.

Lina A.

kurang ajar tuh papa tiri

2022-06-28

0

Elsa Pasalli

Elsa Pasalli

astaga 🙄🙄papa tiri yg kejam

2022-06-25

1

lihat semua
Episodes
1 Menolak Bercerai
2 Marah
3 Teror
4 Lebih Cepat Lebih Bagus
5 Alasan Menerima Perjodohan
6 Istri Durhaka
7 Permintaan Evan
8 Pembelaan Bibi Ani
9 Permintaan Anggita
10 Ketakutan Adelia
11 Buah Kiwi
12 Pakaian Evan
13 Dewi Penolong
14 Mari, Kita Bercerai.
15 Ijin dari Kakek Martin Untuk Bercerai
16 Fitnah
17 Fitnah2
18 Keras Kepala
19 Permohonan Anggita
20 Kabar Bahagia
21 Kakek Martin Kritis
22 Keselamatan Anggita
23 Keguguran
24 Keguguran2
25 Ikhlas
26 Pergi Darimu
27 Panggilan Sidang
28 Perasaan Evan
29 Rasa Bersalah yang Menyiksa
30 Aku Yang Kehilangan Kamu
31 Kehilangan Dua Orang Sekaligus.
32 Kejujuran Nia
33 Pesona Janda Muda
34 Persyaratan
35 Evan, Anita dan Rendra
36 Adelia
37 Adelia Dan Nia
38 Mama Ita
39 Evan Dan Adelia
40 Janji Evan
41 Penolakan Anggita
42 Petunjuk
43 Curahan Hati Evan
44 Kebaikan Dokter Angga
45 Danny Dan Dokter Angga
46 Perdebatan Tante Tiara dan Danny
47 Kejujuran Danny
48 Saham lima Persen
49 Pendonor yang Sesungguhnya
50 Kejadian Sepuluh Tahun Yang Lalu
51 Kafe Bintang
52 Anggita Melahirkan
53 Bertemu
54 Bayi Cantik
55 Keputusan Anggita.
56 Pengganggu
57 Evan Dan Cahaya
58 Kebahagiaan Keluaga Kakek Martin
59 Anggita Dan Nia
60 Membawa Cahaya Pergi
61 Siapakah Dokter Angga
62 Titik Terang tentang Dokter Angga.
63 Janji Manis
64 Terperangkap Hujan
65 Terungkap
66 Hancur
67 Harapan Evan
68 Lembaran baru
69 Bahagia dan Marah
70 Saran Rendra
71 Lamaran
72 Lamaran2
73 Kedatangan Bronson dan Dokter Angga.
74 Kesedihan nia
75 Diskusi Pengantin Baru
76 Malam Pengantin
77 Kebaikan Anggita
78 Kejujuran Danny
79 Penderitaan Dokter Angga
80 Wanita Untuk Rendra
81 Ulang Tahun Adelia
82 Wanita Terbaik
83 Sikap Evan
84 Memutuskan Hubungan
85 Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
86 Dukungan Keluarga
87 Tamu Di Pagi Hari
88 Saling Memaafkan
89 Perlawanan Dokter Angga
90 Kedatangan Dokter Angga
91 Lanjut Atau Gugur
92 Evan Dan Mama Anita
93 Mama Anita dan Nia
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 95
97 Bab 96
98 Bab 97
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 102
104 Bab 103
105 Bab 104
106 Bab 105
107 Bab 106
108 Bab 107
109 Bab 108
110 Bab 109
111 Bab 110
112 Bab 111
113 Bab 112
114 Bab 113
115 Bab 114
116 Bab 115
117 Bab 116
118 Bab 117
119 Bab 118
120 Bab 119
121 Bab 120
122 Bab 121
123 Bab 122
124 Bab 123
125 Bab 124
126 Bab 125
127 Bab 126
128 Bab 127
129 Bab 127
130 Bab 129
131 Bab 130
132 Bab 131
133 Bab 132
134 Bab 133
135 Bab 134
136 Bab 135
137 Bab 136
138 Bab 137
139 Bab 138
140 139
141 Bab 140
142 Bab 141
143 Bab 142
144 Bab 143
145 Bab 144
146 Bab 145
147 Bab 146
148 Bab 147
149 Bab 148
150 Bab 149
151 Bab 150
152 Bab 151
153 Bab 152
154 Bab 152
155 Bab 153
156 Bab 154
157 Bab 155
158 Bab 156
159 Bab 157
160 Bab 158
161 Bab 159
162 Bab 160
163 Bab 161
164 Bab 162
165 163
166 Promo Novel Baru Bukan Rahim Bayaran
167 Novel terbaru. Panggil Aku Bunda
Episodes

Updated 167 Episodes

1
Menolak Bercerai
2
Marah
3
Teror
4
Lebih Cepat Lebih Bagus
5
Alasan Menerima Perjodohan
6
Istri Durhaka
7
Permintaan Evan
8
Pembelaan Bibi Ani
9
Permintaan Anggita
10
Ketakutan Adelia
11
Buah Kiwi
12
Pakaian Evan
13
Dewi Penolong
14
Mari, Kita Bercerai.
15
Ijin dari Kakek Martin Untuk Bercerai
16
Fitnah
17
Fitnah2
18
Keras Kepala
19
Permohonan Anggita
20
Kabar Bahagia
21
Kakek Martin Kritis
22
Keselamatan Anggita
23
Keguguran
24
Keguguran2
25
Ikhlas
26
Pergi Darimu
27
Panggilan Sidang
28
Perasaan Evan
29
Rasa Bersalah yang Menyiksa
30
Aku Yang Kehilangan Kamu
31
Kehilangan Dua Orang Sekaligus.
32
Kejujuran Nia
33
Pesona Janda Muda
34
Persyaratan
35
Evan, Anita dan Rendra
36
Adelia
37
Adelia Dan Nia
38
Mama Ita
39
Evan Dan Adelia
40
Janji Evan
41
Penolakan Anggita
42
Petunjuk
43
Curahan Hati Evan
44
Kebaikan Dokter Angga
45
Danny Dan Dokter Angga
46
Perdebatan Tante Tiara dan Danny
47
Kejujuran Danny
48
Saham lima Persen
49
Pendonor yang Sesungguhnya
50
Kejadian Sepuluh Tahun Yang Lalu
51
Kafe Bintang
52
Anggita Melahirkan
53
Bertemu
54
Bayi Cantik
55
Keputusan Anggita.
56
Pengganggu
57
Evan Dan Cahaya
58
Kebahagiaan Keluaga Kakek Martin
59
Anggita Dan Nia
60
Membawa Cahaya Pergi
61
Siapakah Dokter Angga
62
Titik Terang tentang Dokter Angga.
63
Janji Manis
64
Terperangkap Hujan
65
Terungkap
66
Hancur
67
Harapan Evan
68
Lembaran baru
69
Bahagia dan Marah
70
Saran Rendra
71
Lamaran
72
Lamaran2
73
Kedatangan Bronson dan Dokter Angga.
74
Kesedihan nia
75
Diskusi Pengantin Baru
76
Malam Pengantin
77
Kebaikan Anggita
78
Kejujuran Danny
79
Penderitaan Dokter Angga
80
Wanita Untuk Rendra
81
Ulang Tahun Adelia
82
Wanita Terbaik
83
Sikap Evan
84
Memutuskan Hubungan
85
Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
86
Dukungan Keluarga
87
Tamu Di Pagi Hari
88
Saling Memaafkan
89
Perlawanan Dokter Angga
90
Kedatangan Dokter Angga
91
Lanjut Atau Gugur
92
Evan Dan Mama Anita
93
Mama Anita dan Nia
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 95
97
Bab 96
98
Bab 97
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 102
104
Bab 103
105
Bab 104
106
Bab 105
107
Bab 106
108
Bab 107
109
Bab 108
110
Bab 109
111
Bab 110
112
Bab 111
113
Bab 112
114
Bab 113
115
Bab 114
116
Bab 115
117
Bab 116
118
Bab 117
119
Bab 118
120
Bab 119
121
Bab 120
122
Bab 121
123
Bab 122
124
Bab 123
125
Bab 124
126
Bab 125
127
Bab 126
128
Bab 127
129
Bab 127
130
Bab 129
131
Bab 130
132
Bab 131
133
Bab 132
134
Bab 133
135
Bab 134
136
Bab 135
137
Bab 136
138
Bab 137
139
Bab 138
140
139
141
Bab 140
142
Bab 141
143
Bab 142
144
Bab 143
145
Bab 144
146
Bab 145
147
Bab 146
148
Bab 147
149
Bab 148
150
Bab 149
151
Bab 150
152
Bab 151
153
Bab 152
154
Bab 152
155
Bab 153
156
Bab 154
157
Bab 155
158
Bab 156
159
Bab 157
160
Bab 158
161
Bab 159
162
Bab 160
163
Bab 161
164
Bab 162
165
163
166
Promo Novel Baru Bukan Rahim Bayaran
167
Novel terbaru. Panggil Aku Bunda

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!