Pembelaan Bibi Ani

Anggita harus menahan amarahnya supaya tidak terpancing dengan semua perkataan mama Anita yang sangat menyakitkan. Anggita sadar, tidak ada gunanya membantah kata kata itu atau berusaha membela diri. Anggita sangat yakin, penilaian yang salah yang ditujukan kepadanya akan terbukti benar atau tidak seiring dengan waktu.

Tidak ingin mendengar kata kata yang lebih menyakitkan lagi, akhirnya Anggita menampakan dirinya di pintu. Selain itu, Anggita sangat ingin melihat dengan jelas wajah dari wanita yang bersedia menjadi ibu tiri dari anaknya. Anggita bersikap seolah olah tidak mendengar apapun pembicaraan di kamar itu sebelumnya. Anggita memasang wajah setenang mungkin, sedangkan mama Anita terlihat cuek dan Evan kelihatan sedikit gugup.

Wanita yang bernama Adelia itu memanfaatkan situasi. Setelah melihat Anggita, dia langsung duduk di tepi ranjang sangat dekat dengan Evan yang duduk bersanjar dengan kaki diluruskan.

"Mama," kata Anggita setelah jaraknya sudah sangat dekat dengan mama Anita. Anggita mengulurkan tangannya kepada mama Anita. Mama Anita mengulurkan tangannya hingga bersalaman dengan Anggita tapi wajahnya menoleh ke arah berlawanan dengan Anggita. Anggita mencium punggung tangan mertuanya dengan hormat. Sikap sopan yang ditunjukkan oleh Anggita berlawanan dengan sikap mama mertuanya kepada Anggita. Wanita itu langsung mengambil tissue. Mama Anita menyapukan tissue itu ke punggung tangan sebelah kanannya yang dicium oleh Anggita tadi.

"Mas, sup iga yang kamu minta sudah ada. Apa aku membawa makanannya ke kamar ini?" tanya Anggita. Evan tidak langsung menjawab. Dia justru mengamati bentuk tubuh istrinya. Sebenarnya pikiran Evan terganggu setelah pembicaraan mama Anita dan Adelia tentang kehamilan dan anak tadi. Dia sangat jelas mengingat malam malam panas yang dilaluinya bernama Anggita selama dua bulan ini. Evan juga mengingat jika selama ini, dia tidak pernah memakai pengaman. Sesuatu yang mungkin jika Anggita Hamil dari hasil kerja kerasnya.

"Anggita, apa kamu buta. Apa kamu tidak melihat Adelia ada juga di kamar ini. Bersikaplah yang sopan kepada calon menantuku," kata mama Anita membuat Evan sedikit tersentak. Sedangkan Anggita memasang wajah pura pura tidak mengerti perkataan mama mertuanya.

"Calon menantu ma?"

"Iya. Dia akan menjadi istri Evan setelah kalian bercerai. Bersikaplah ramahlah kepadanya," kata mama Anita sambil tersenyum bangga melihat senyuman Adelia yang terlihat sangat manis.

Anggita mengulurkan tangannya kepada Adelia. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan tiga manusia yang tidak menyukainya.

"Salam kenal mbak," kata Anggita sopan. Seakan hatinya baik baik saja. Anggita mengukir senyum yang tidak kalah manis dari senyuman milk Adelia. Tingkah Anggita itu tidak luput dari pengamatan Evan.

"Salam kenal juga Anggita." jawab Adelia ramah.

"Jadi bagaimana mas. Kamu makan di kamar saja?" kata Anggita mengalihkan wajahnya dari Adelia. Dia bertanya kembali akan tujuannya datang ke kamar ini. Sebagai istri, tentu saja sikap Adelia tidak berkenan di hatinya. Bagi Anggita, Adelia adalah wanita yang tidak tahu malu yang menampakan wajahnya ke istri dari calon suaminya.

"Ya ampun Anggita. Ternyata selain gila harta. Kamu ternyata bodoh juga. Mana mungkin Evan makan di bawah. Apa kamu lupa jika putraku sedang sakit. Cepat Sana ambil dan bawa makanannya ke kamar ini. Dasar istri tidak becus."

Mama Anita sengaja mencari kesempatan untuk menghina Anggita. Anggita hanya menundukkan kepalanya. Dipermalukan seperti ini di hadapan suaminya dan wanita yang menjadi saingannya tentu saja Anggita tidak terima. Tapi Anggita masih berusaha menahan diri.

"Aku makan di kamar saja. Bawa makananku ke kamar ini."

Anggita menarik nafas lega. Walau Evan tidak membelanya setidaknya perintah dari Evan sebagai penyelamat bagi Anggita untuk menghindari perkataan perkataan yang menyakitkan yang mungkin akan keluar dari mulut mama Anita.

Setelah menuruni tangga, Anggita memanggil Bibi Ani. Dia meminta tolong kepada wanita tua itu untuk mengantarkan makanan permintaan Evan ke kamar atas. Sungguh, dia tidak sanggup berlama lama berhadapan dengan mama Anita. Anggita takut tidak bisa mengontrol diri jika mama Anita terus menerus dihina.

"Kenapa Bibi non. Tuan Evan sedang sakit. Ini kesempatan untuk kamu non. Menunjukkan bakti sebagai istri?" tanya Bibi Ani keberatan.

Anggita menggelengkan kepalanya. Tidak ada lagi gunanya untuk berbuat yang terbaik terhadap suaminya itu. Selain perceraian mereka sudah di depan mata. Wanita yang akan menggantikan posisinya juga sudah ada.

"Mama Anita di kamar mas Evan, Bibi. Tolong Anggita ya Bibi. Sekali ini saja," kata Anggita dengan wajah yang memelas. Melihat wajah itu, Bibi Ani tidak tega. Wanita tua itu akhirnya bersedia mengantarkan makanannya itu ke atas karena Bibi Ani juga mengetahui dengan jelas mulut pedas mama Anita yang berada di level sepuluh.

Anggita memilih masuk ke kamar tamu. Di kamar itu, semua sikap mama Anita dan Evan seakan akan menari di pelupuk matanya. Hingga, kejadian tadi terlintas di kepalanya.

"Sikap diam mu aku anggap sebagai penghinaan juga kepadaku mas," gumam Anggita. Anggita mengepalkan tangannya karna kebencian yang berkobar di hatinya mengingat Evan sama sekali tidak membelanya. Anggita meyimpulkan jika sikap Evan juga menjatuhkan harga dirinya sebagai istri yang tidak becus seperti perkataan mama mertuanya.

Di kamar atas, setelah Bibi Ani tiba di kamar dimana Evan berada.

"Dimana wanita sialan itu bi?" tanya mama Anita. Bibi Ani memilih meletakkan makanannya itu terlebih dahulu daripada menjawab pertanyaan dari mama Anita.

"Non Anggita, maksudnya nyonya?.

"Iya siapa lagi."

"Non Anggita muak melihat wajah anda yang menyebalkan itu nyonya."

Ingin rasanya Bibi Ani mengucapkan kata kata itu tapi sayangnya dia tidak berani. Dia masih sangat membutuhkan gaji dan pekerjaan ini. Jika tidak dirinya juga tidak Suka berhadapan dengan mama Anita. Walau dirinya tidak pernah mendapat penghinaan dari mama Anita. Tapi sebagai perempuan dia tidak tega melihat Anggita sering dihina oleh mama Anita.

"Non Anggita kelihatan sangat lelah nyonya. Dia sedang beristirahat di kamar tamu."

"Tuh kan. Lihatlah Adelia. Wanita itu memang berbuat sesuka hatinya saja. Kerjaannya pasti hanya bermalas malasan. Nanti kalau kamu sudah istri Evan. Jangan seperti itu ya!. Kamu harus rajin masak untuk suami. Intinya kamu harus pintas mengurus suami dan anak anak kalian kelak."

"Itu pasti tante," jawab Adelia sangat meyakinkan. Dia tersenyum kepada Evan dan pria itu juga membalasnya. Mendengar Hal itu, Bibi Ani pun sangat paham jika Anggita menyuruhnya mengantarkan makanan ke kamar ini.

"Aku rasa, non Anggita juga wanita yang sangat baik dan juga mengurus tuan Evan nyonya. Tuan Evan saja yang tidak bersedia diurus oleh non Anggita," kata Bibi Ani. Mendengar perkataan mama Anita. Bibi Ani tidak bisa diam mendengar Anggita dipojokkan seperti itu.

Bagi Bibi Ani, terserah jika mama Anita percaya atau tidak. Setidaknya dirinya sudah memberitahukan kebenaran.

Bukan menyadari semua perkataan yang Salah dari mulutnya. Mama Anita justru tertawa terbahak bahak. Perkataan Bibi Ani seperti menggelitik ketiaknya.

"Tante, kenapa tertawa?" tanya Adelia bingung.

"Apa kamu tidak mengerti?. Adelia menggelengkan kepalanya.

"Itu artinya jika Wanita itu tidak Hamil. Evan Diurus saja tidak bersedia. Apalagi bercinta."

"Mama, bisakah kalian pulang dulu. Aku mau istirahat ma. Kepalaku sangat pening," kata Evan beralasan. Entah mengapa hatinya tidak tenang jika mendengar kata Hamil.

"Pening. Bagaimana kalau kamu dirawat di rumah sakit saja," saran mama Anita panik.

"Tidak perlu ma. Aku hanya butuh istirahat".

Terpopuler

Comments

risda wati

risda wati

lanjut

2023-01-13

0

rika rokim

rika rokim

biasa kelakuan mertua,klo udh gx sneng ada2 aja nyari kesalahan

2022-10-20

0

Audrey Chanel

Audrey Chanel

lollll...cerai...

2022-07-19

0

lihat semua
Episodes
1 Menolak Bercerai
2 Marah
3 Teror
4 Lebih Cepat Lebih Bagus
5 Alasan Menerima Perjodohan
6 Istri Durhaka
7 Permintaan Evan
8 Pembelaan Bibi Ani
9 Permintaan Anggita
10 Ketakutan Adelia
11 Buah Kiwi
12 Pakaian Evan
13 Dewi Penolong
14 Mari, Kita Bercerai.
15 Ijin dari Kakek Martin Untuk Bercerai
16 Fitnah
17 Fitnah2
18 Keras Kepala
19 Permohonan Anggita
20 Kabar Bahagia
21 Kakek Martin Kritis
22 Keselamatan Anggita
23 Keguguran
24 Keguguran2
25 Ikhlas
26 Pergi Darimu
27 Panggilan Sidang
28 Perasaan Evan
29 Rasa Bersalah yang Menyiksa
30 Aku Yang Kehilangan Kamu
31 Kehilangan Dua Orang Sekaligus.
32 Kejujuran Nia
33 Pesona Janda Muda
34 Persyaratan
35 Evan, Anita dan Rendra
36 Adelia
37 Adelia Dan Nia
38 Mama Ita
39 Evan Dan Adelia
40 Janji Evan
41 Penolakan Anggita
42 Petunjuk
43 Curahan Hati Evan
44 Kebaikan Dokter Angga
45 Danny Dan Dokter Angga
46 Perdebatan Tante Tiara dan Danny
47 Kejujuran Danny
48 Saham lima Persen
49 Pendonor yang Sesungguhnya
50 Kejadian Sepuluh Tahun Yang Lalu
51 Kafe Bintang
52 Anggita Melahirkan
53 Bertemu
54 Bayi Cantik
55 Keputusan Anggita.
56 Pengganggu
57 Evan Dan Cahaya
58 Kebahagiaan Keluaga Kakek Martin
59 Anggita Dan Nia
60 Membawa Cahaya Pergi
61 Siapakah Dokter Angga
62 Titik Terang tentang Dokter Angga.
63 Janji Manis
64 Terperangkap Hujan
65 Terungkap
66 Hancur
67 Harapan Evan
68 Lembaran baru
69 Bahagia dan Marah
70 Saran Rendra
71 Lamaran
72 Lamaran2
73 Kedatangan Bronson dan Dokter Angga.
74 Kesedihan nia
75 Diskusi Pengantin Baru
76 Malam Pengantin
77 Kebaikan Anggita
78 Kejujuran Danny
79 Penderitaan Dokter Angga
80 Wanita Untuk Rendra
81 Ulang Tahun Adelia
82 Wanita Terbaik
83 Sikap Evan
84 Memutuskan Hubungan
85 Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
86 Dukungan Keluarga
87 Tamu Di Pagi Hari
88 Saling Memaafkan
89 Perlawanan Dokter Angga
90 Kedatangan Dokter Angga
91 Lanjut Atau Gugur
92 Evan Dan Mama Anita
93 Mama Anita dan Nia
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 95
97 Bab 96
98 Bab 97
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 102
104 Bab 103
105 Bab 104
106 Bab 105
107 Bab 106
108 Bab 107
109 Bab 108
110 Bab 109
111 Bab 110
112 Bab 111
113 Bab 112
114 Bab 113
115 Bab 114
116 Bab 115
117 Bab 116
118 Bab 117
119 Bab 118
120 Bab 119
121 Bab 120
122 Bab 121
123 Bab 122
124 Bab 123
125 Bab 124
126 Bab 125
127 Bab 126
128 Bab 127
129 Bab 127
130 Bab 129
131 Bab 130
132 Bab 131
133 Bab 132
134 Bab 133
135 Bab 134
136 Bab 135
137 Bab 136
138 Bab 137
139 Bab 138
140 139
141 Bab 140
142 Bab 141
143 Bab 142
144 Bab 143
145 Bab 144
146 Bab 145
147 Bab 146
148 Bab 147
149 Bab 148
150 Bab 149
151 Bab 150
152 Bab 151
153 Bab 152
154 Bab 152
155 Bab 153
156 Bab 154
157 Bab 155
158 Bab 156
159 Bab 157
160 Bab 158
161 Bab 159
162 Bab 160
163 Bab 161
164 Bab 162
165 163
166 Promo Novel Baru Bukan Rahim Bayaran
167 Novel terbaru. Panggil Aku Bunda
Episodes

Updated 167 Episodes

1
Menolak Bercerai
2
Marah
3
Teror
4
Lebih Cepat Lebih Bagus
5
Alasan Menerima Perjodohan
6
Istri Durhaka
7
Permintaan Evan
8
Pembelaan Bibi Ani
9
Permintaan Anggita
10
Ketakutan Adelia
11
Buah Kiwi
12
Pakaian Evan
13
Dewi Penolong
14
Mari, Kita Bercerai.
15
Ijin dari Kakek Martin Untuk Bercerai
16
Fitnah
17
Fitnah2
18
Keras Kepala
19
Permohonan Anggita
20
Kabar Bahagia
21
Kakek Martin Kritis
22
Keselamatan Anggita
23
Keguguran
24
Keguguran2
25
Ikhlas
26
Pergi Darimu
27
Panggilan Sidang
28
Perasaan Evan
29
Rasa Bersalah yang Menyiksa
30
Aku Yang Kehilangan Kamu
31
Kehilangan Dua Orang Sekaligus.
32
Kejujuran Nia
33
Pesona Janda Muda
34
Persyaratan
35
Evan, Anita dan Rendra
36
Adelia
37
Adelia Dan Nia
38
Mama Ita
39
Evan Dan Adelia
40
Janji Evan
41
Penolakan Anggita
42
Petunjuk
43
Curahan Hati Evan
44
Kebaikan Dokter Angga
45
Danny Dan Dokter Angga
46
Perdebatan Tante Tiara dan Danny
47
Kejujuran Danny
48
Saham lima Persen
49
Pendonor yang Sesungguhnya
50
Kejadian Sepuluh Tahun Yang Lalu
51
Kafe Bintang
52
Anggita Melahirkan
53
Bertemu
54
Bayi Cantik
55
Keputusan Anggita.
56
Pengganggu
57
Evan Dan Cahaya
58
Kebahagiaan Keluaga Kakek Martin
59
Anggita Dan Nia
60
Membawa Cahaya Pergi
61
Siapakah Dokter Angga
62
Titik Terang tentang Dokter Angga.
63
Janji Manis
64
Terperangkap Hujan
65
Terungkap
66
Hancur
67
Harapan Evan
68
Lembaran baru
69
Bahagia dan Marah
70
Saran Rendra
71
Lamaran
72
Lamaran2
73
Kedatangan Bronson dan Dokter Angga.
74
Kesedihan nia
75
Diskusi Pengantin Baru
76
Malam Pengantin
77
Kebaikan Anggita
78
Kejujuran Danny
79
Penderitaan Dokter Angga
80
Wanita Untuk Rendra
81
Ulang Tahun Adelia
82
Wanita Terbaik
83
Sikap Evan
84
Memutuskan Hubungan
85
Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
86
Dukungan Keluarga
87
Tamu Di Pagi Hari
88
Saling Memaafkan
89
Perlawanan Dokter Angga
90
Kedatangan Dokter Angga
91
Lanjut Atau Gugur
92
Evan Dan Mama Anita
93
Mama Anita dan Nia
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 95
97
Bab 96
98
Bab 97
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 102
104
Bab 103
105
Bab 104
106
Bab 105
107
Bab 106
108
Bab 107
109
Bab 108
110
Bab 109
111
Bab 110
112
Bab 111
113
Bab 112
114
Bab 113
115
Bab 114
116
Bab 115
117
Bab 116
118
Bab 117
119
Bab 118
120
Bab 119
121
Bab 120
122
Bab 121
123
Bab 122
124
Bab 123
125
Bab 124
126
Bab 125
127
Bab 126
128
Bab 127
129
Bab 127
130
Bab 129
131
Bab 130
132
Bab 131
133
Bab 132
134
Bab 133
135
Bab 134
136
Bab 135
137
Bab 136
138
Bab 137
139
Bab 138
140
139
141
Bab 140
142
Bab 141
143
Bab 142
144
Bab 143
145
Bab 144
146
Bab 145
147
Bab 146
148
Bab 147
149
Bab 148
150
Bab 149
151
Bab 150
152
Bab 151
153
Bab 152
154
Bab 152
155
Bab 153
156
Bab 154
157
Bab 155
158
Bab 156
159
Bab 157
160
Bab 158
161
Bab 159
162
Bab 160
163
Bab 161
164
Bab 162
165
163
166
Promo Novel Baru Bukan Rahim Bayaran
167
Novel terbaru. Panggil Aku Bunda

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!