Menjelang siang hari, suasana Kafe milik Anggita sangat ramai. Kafe yang dinamakan Kafe pelangi itu sangat disukai para kaum muda. Lokasi yang dekat dengan salah satu kampus swasta terkenal dan juga dengan juga beberapa gedung perkantoran. Membuat kafe itu hampir tidak pernah sepi pengunjung.
Selain itu, pelayanan dan kualitas yang bisa diacungi jempol membuat kafe itu seperti mempunyai langganan tetap. Harga yang ditawarkan sangat bersahabat untuk kantong para mahasiswa dan juga para karyawan.
Tapi hal itu tidak membuat, pengunjungnya hanya dari kalangan mahasiswa dan karyawan kantoran. Tidak jarang juga pengunjungnya para bos bos yang terkadang mengadakan pertemuan dengan klien mereka. Dan di hari libur, pengunjung kafe itu akan semakin membludak.
Berusaha maksimal untuk memberikan pelayanan dan kualitas terbaik ternyata tidak selamanya bisa menghindari suatu masalah. Seperti hari ini, Anggita harus menghadapi komplain salah satu pelanggannya.
"Maaf pak, dari makanan ini, apa yang kurang?" tanya Anggita kepada seorang bapak yang sudah berhadapan dengan dirinya di ruangan. Anggita masih merasa beruntung, karena pria itu tidak mempermalukan di hadapan para pengunjung.
"Sebelumnya minta maaf Bu. Saya hanya orang suruhan. Tadi bos saya menemukan rambut di makanan ini."
Anggita langsung mengamati makanan itu dengan seksama. Rambut yang dikatakan oleh bapak tersebut ternyata tidak ada.
"Kalau begitu, saya akan menyuruh rekan saya untuk mengganti makanannya ya pak," kata Anggita yang tidak ingin memperpanjang masalah.
"Tidak perlu Bu. Bos saya menitipkan surat ini."
Anggita mengulurkan tangannya mengambil sebuah kertas dari tangan bapak itu. Dia membuka lipatan kertas itu dan membaca isinya.
"Saya hampir menelan sehelai rambut panjang karena keteledoran pihak kafe pelangi. Jika tidak ingin, masalah ini diperpanjang maka kamu harus segera pergi dari kota ini."
Anggita memucat membaca surat teror itu. Wajahnya yang sudah seperti tidak dialiri darah menatap bapak itu tidak percaya. Bagaimana mungkin hanya karena rambut panjang yang terdapat di makanan dan belum tentu akan kebenarannya harus dibayar mahal dengan meninggalkan kota ini.
"Beritahu saya, siapa bos Anda pak. Saya akan langsung meminta maaf pada beliau. Walau kesalahan kami tidak mempunyai bukti."
Wajahnya memang terlihat ketakutan dengan ancaman itu. Tapi tidak dengan hatinya. Dia penasaran dengan peneror yang kejam itu. Otaknya juga sudah berpikir jika Evan sang suami lah pelakunya. Anggita tidak pernah merasa punya musuh.
"Tolong dilihat video ini Bu."
Bapak itu memutar video itu dari ponselnya. Di video itu jelas terlihat jika ada sepotong rambut yang panjang yang ikut bercampur di adonan donat kentang itu. Video itu seperti benar benar nyata karena waktu dan tempat video itu adalah kafenya sendiri dan belum lama.
"Percuma ibu ke meja itu. Bos saya sudah keluar dari Kafe ini," kata bapak itu sambil mencekal tangan Anggita yang hendak menemui sang peneror. Anggita menghempaskan tangan itu.
"Siapa nama bos kamu?" tanya Anggita berani
"Itu tidak penting. Yang pasti jika Ibu tidak menuruti kemauan bos saya maka bersiaplah untuk hancur."
"Katakan kepada bos kamu. Aku tidak takut dengan ancaman apapun. Saya bisa membuktikan jika makanan dan minuman yang ada di Kafe ini dibuat dengan higienis. Tidak hanya pengelolaannya tapi juga dengan kualitas bahan baku."
"Jangan menganggap sepele masalah ini Bu. Bos saya bukanlah orang sembarang."
Anggita menatap bapak itu yang sudah melangkah ke arah pintu. Mulutnya seakan tidak bisa berbicara lagi setelah mendapatkan ancaman itu.
"Apa yang terjadi?" tanya Nia yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu.
Anggita menunjukkan kotak donat itu dan menceritakan tentang apa yang baru saja terjadi.
"Aku tidak yakin jika donat ini adalah donat buatan kita. Dari segi kemasan dan rasa memang persis seperti donat kita. Lagi pula, kurang kerjaan tuh orang. Hanya gara gara masalah rambut ini langsung menyuruh kamu pergi dari kota ini."
Nia menggelengkan kepalanya pertanda bingung dengan teror itu.
"Atau jangan-jangan kamu pernah menyakiti seseorang dan seseorang itu berniat balas dendam," kata Nia lagi.
"Aku merasa tidak pernah punya musuh. Tapi siapapun peneror itu akan aku hadapi."
"Bagaimana kalau kita melapor ke polisi?"
"Untuk saat ini jangan dulu. Kita lihat perkembangan selanjutnya."
"Aku rasa dalam situasi seperti ini. Kamu bisa meminta bantuan suamimu Gita. Bukankah dia seseorang yang berpengaruh di negeri ini?.
Anggita hanya menatap sahabatnya tanpa menjawab. Bagaimana dia meminta bantuan yang dia curigai sebagai peneror. Memang benar jika suami adalah pengusaha yang diperhitungkan di negeri ini. Sayangnya, dia bukan wanita yang beruntung walau menjadi istri dari Evan. Justru pria itulah yang menginginkan dirinya cepat mengakhiri rumah tangga mereka.
"Bagaimana, otakku encer kan memberi solusi?" kata Nia sok pintar. Anggita hanya menganggukkan kepalanya.
"Jadi apa lagi yang kamu takuti. Ayo, kita bekerja lagi."
Nia merasa jika masalah teror itu sudah selesai dan tidak ada hal yang perlu ditakutkan. Anggita kembali menganggukkan kepalanya. Tidak ada niatnya sedikit pun untuk menceritakan masalah rumah tangganya kepada Nia. Selain tidak ingin membongkar aib rumah tangganya. Anggita tidak ingin membebani sahabatnya itu dengan masalahnya Nia sudah mempunyai banyak beban. Wanita periang itu, diusianya yang masih muda sudah menjadi tulang punggung untuk ke tiga adik adiknya yang masih duduk di bangku sekolah. Ayahnya sudah lama meninggal karena kecelakaan. Sedangkan ibunya baru meninggal dua tahun yang lalu.
Setelah Nia meninggalkan ruangan Anggita. Wanita itu terlihat gusar. Tidak bisa dipungkiri jika teror itu bisa membebani hatinya.
"Sangat keterlaluan jika kamu pelakunya mas," gumam Anggita dengan tangan terkepal. ?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Adelio Pratama
nexk awal cerita menarik nih kalo dapat di novel PU nya jangan lembek ya author.
2024-06-09
2
epifania rendo
kasian kamu gita
2022-09-27
0
Zaitun
hadapi ja jgn bele lagi
2022-06-30
0