...I.B.U.S.A.M.B.U.N.G.U.N.T.U.K.A.N.A.K.K.U...
...Hendaklah kalian selalu berkata jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan mengantarkan seseorang ke syurga, dan apabila seseorang selalu jujur dan tetap memilih jujur maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta karena dusta membawa seseorang pada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke neraka, dan jika seseorang senantiasa berdusta maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta....
...(HR. Bukhari)...
***
Suara sendok dengan piring menggema, dua pasutri sedang melahap hidangan yang tersedia. Tersipu canggung, Elea tak tau harus memulai percakapan dari mana.
“Cila hari ini baik-baik aja kan? Apa ada keluhan? Atau dia ga mau minum obatnya?”
Ardha memulai topik bahasan, dalam hati ia memuji masakan Elea yang selalu pas dan sesuai dengan seleranya.
Jika seperti ini, akan Ardha pastikan jika ia akan suka masakan rumah daripada harus makan direstoran.
“Cila baik, ga ada keluhan, minum obatnya juga rajin,”
Ardha menganguk “Lo sama Cila ngapain aja hari ini? Dia cerewet gak? Atau banyak bertanya? Atau banyak maunya? Gue minta maaf kalo dia buat lo pusing atau kewalahan,”
Tanpa sadar, Ardha berucap panjang lebar tak seperti biasanya. Mungkin karena merasa ada kenyamanan dengan lawan bicaranya.
Elea terkekeh membuat Ardha mengerut “Lo ketawa membuat gue merinding,”
“Saya seperti sedang diwawancara, sampai bingung mau jawab yang mana?”
“Gue emang lagi mewawancara Ibu dari anak gue,”
Ibu dari anak gue!
Kalimat sederhana yang Elea dengar namun penuh makna. Dengan wajah tersipu Elea menjawab.
“Baiklah saya akan jawab pertanyaan yang pertama, ngapain aja?“ Elea nampak berpikir “Tidak banyak hanya belajar mengaji sepulang sekolah dan bermain boneka,”
“Pertanyaan yang kedua,” balas Ardha.
“Yang kedua, apa Cila cerewet? Menurut saya cerewet itu wajar karena anak seusia Cila memang lagi banyak ingin tahunya, rasa penasaran dan itu bagus untuk menambah daya pikir mereka. Mengamati dan membandingkan suatu objek yang bisa membuat mereka berpikir kritis,”
“Lo ga marah kalo Cila cerewet dan banyak omong?”
Ardha bertanya sambil menelisik wajah Elea. Ardha saja sebagai orang tua kandung Cila kadang kewalahan karena Cila yang selalu haus akan pengetahuan.
Ardha bukan tak suka, tapi kadang ia juga merasa pusing karena pertanyaan Cila yang kadang tak ada habisnya.
“Untuk apa marah?saya rasa tak ada alasan untuk saya marah pada Cila hanya karena anak itu banyak bicara,”ungkap Elea jujur.
Ardha bisa melihat dari sorot mata yang terpancar. Teduh, tulus dengan senyuman yang terukir menawan.
Ardha berdehem karena sempat terhipnotis dengan pemikiran Elea.
“Ck, lo emang hebat kalo urusan bicara,”
Ardha mengelap mulutnya karena makanan yang tersuguhkan dalam piring telah habis tak bersisa. Elea juga turut mengelap mulut. Membersihkan sisa lauk dan meletakkannya dengan rapi di dalam kulkas.
Dengan langkah pasti, Elea menuju kamar. Mendatangi Ardha yang sudah mendahului.
Elea kira Ardha sudah merebahkan diri di atas kasur, tapi ternyata laki-laki itu sedang duduk anteng sambil memegangi kertas tebal yang Elea duga adalah sebuah script.
“Sedang apa, Mas?” Elea menibrung ke atas ranjang.
Meski bingung dengan sikap Elea yang mendadak berubah, Ardha tetap berusaha bersikap santai.
“Baca script buat film baru,”
Elea memangut sambil mengangguk-anggukan kepala.
Memang benar, film Ardha dengan Sovia telah berakhir dan tadi baru saja Ardha mengukuti casting untuk film baru dan tentu saja ia terpilih sebagai pemeran utama karena actingnya yang memang patut diacungi jempol.
Entah dorongan darimana, kali ini Elea menawarkan diri untuk membantu Ardha berlatih memainkan peran sebagai pemain wanita.
“Emang lo bisa?”Tanya Ardha tak percaya.
“Ga akan tau kalo ga dicoba,”
Ardha mengangkat satu alisnya dan menyerahkan script pada Elea kemudian menjelaskan bagaimana kronologi yang harus mereka peragakan.
Sebuah pertemuan yang langsung menimbulkan perasaan pada pandangan pertama dengan nuansa kerajaan.
“Mata kamu cantik, membuat saya terpikat untuk terus menatap dan hanya melihat pada kecantikan yang kamu punya.”
Ardha membelai pelan pipi Elea, menelusuri garis wajah yang Elea punya. Mata mereka bertatapan dan terus menggali pancaran dari bola mata yang sama-sama tenang.
Tidak, meski mata Elea terpancar tenang tapi hatinya berkata tidak. Jarak mereka sangat dekat, debaran jantung Elea berdetak dengan cepat. Elea hampir kehabisan napas.
“Anda berlebihan, Tuan. Saya hanya seorang pelayan yang tak sengaja mendapat undangan dari istana,”Elea mendorong bidang dada Ardha yang lebar, bahkan tangannya merasakan otot Ardha yang terbentuk dibalik kaos yang Ardha pakai.
“Tapi kamu membuat saya terpana! Coba katakan, apa kamu mempunyai sihir dan mengutuk saya untuk memiliki rasa ini sendirian?”
Sebelum Elea melangkah jauh, Ardha sudah menggapai tubuh Elea untuk ia dekap dari belakang. Meletakkan kepala diceruk leher Elea yang masih terbungkus jilbab.
“Tuan, saya takut!”lirih Elea pelan.
“Jangan takut, ada saya yang akan melindungi kamu. kita hanya perlu bersama dan berpegangan tangan sepanjang jalan seperti ini,”
Ardha menggenggam tangan Elea, menyelipkan jarinya di antara jari Elea.
“Bersama hingga maut memisahkan.”
Ardha memutar tubuh Elea lalu menangkup pipi wanita didepannya dengan sorot mata tak terbaca.
“Kamu mau berjanji dengan saya? Jangan pernah tinggalkan saya dalam keadaan apapun! Suka duka akan kita lalu bersama, tanpa ada kata berpisah!”
Jantung Elea kembali berdetak, bahkan lebih kencang dari sebelumnya.
“Saya juga mau Tuan berjanji untuk tidak menyesali sesuatu yang telah terjadi meski kedepannya saya akan membuat Tuan kecewa. Entah karena masa lalu atau karena masa yang akan datang,”
Ardha menyerngit dan mulai menjauhkan tubuhnya.
“Gue rasa ga ada scane yang meminta raja untuk berjanji, atau gue yang ga terlalu memperhatikan,” Ardha mengambil kembali script dan mulai mengamati adegan yang baru saja Elea ucapkan.
“Be-benarkah? Tapi saya rasa ada membaca kalimat tersebut,” elak Elea.
“Ah i-iya tidak ada. Mungkin kalimatnya terlintas begitu saja karena saya lupa adegan selanjutnya. Maaf! Mau kita ulang?”
Ardha memandangi wajah Elea yang mendadak pucat. “Lo sakit? Muka lo pucat!”
“Ti-tidak, saya baik-baik saja. Ini karena saya mengantuk, iya mengantuk karena saya tak terbiasa tidur larut malam,” alasan Elea yang terdengar sangat melantur.
Agar Ardha percaya, Elea memasang wajah yang mengantuk dan segera merebahkan diri, menarik selimut dan mulai menutup mata. Menyisakan Ardha dengan sejuta Tanya.
Mengantuk? Bahkan tadi wanita itu menawarkan diri untuk mengulang adegan.
Hendaklah kalian selalu berkata jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan mengantarkan seseorang ke syurga, dan apabila seseorang selalu jujur dan tetap memilih jujur maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta karena dusta membawa seseorang pada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke neraka, dan jika seseorang senantiasa berdusta maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.
*Ya Allah, maafkan hamba karena telah membohongi suami hamba. Bukan maksud hamba untuk menyembunyikan rahasia pada suami hamba, tapi hamba belum siap mengungkit masa lalu yang membuat hati hamba sakit.
Maafkan hamba Ya Allah, maafkan aku suamiku, yang memilih untuk egois. Suatu saat jika luka ini bisa aku obati, aku berjanji tak akan ada rahasia lagi yang aku sembunyikan darimu*.
Elea memandang wajah Ardha yang sudah tertidur pulas disampingnya.
Air mata Elea merembas jatuh hingga ke atas bantal.
Maafkan masa laluku Mas, Maafkan aku suamiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
nacita
masih penasaran sm masa lalunya..
2022-09-24
0