Filosofi

...I.B.U.S.A.M.B.U.N.G.U.N.T.U.K.A.N.A.K.K.U...

...Allah tak akan mengenalkan kita dengan seseorang tanpa sebab. Tidak ada yang Allah dekatkan dan jauhkan melainkan adanya kebaikan....

***

Gemerisik air mengalun indah di atas pelapon ditemani dengan angin yang berhembus pelan. Damai, tenang menghanyutkan raga untuk melepas penat.

Setelah kejadian beberapa jam lalu, Elea duduk di kursi kerjanya. Perkataan Fatih terus terngiang ditelinga dan entah sudah berapa lama ia tak sadar jika terlelap.

Astaghfirullah, Elea mengamati sekeliling. Masih di ruang kerja dan sekarang pukul 9 malam.Setelah menunaikan shalat isya, ia bergegas mengambil tas yang tersampir di sudut meja.

Masih ada beberapa crew yang berada di taman belakang.Meski gugup, Elea memberanikan diri untuk berpamitan. Tak sopan rasanya jika ia pulang begitu saja.

“Hati-hati, Bu Elea,” sahut beberapa crew. Beruntung, sesuatu yang Elea khawatirkan tidak terjadi.

Fatih, Elea takut jika bertemua dengan laki-laki itu. Canggung pasti dan ia tak tahu harus bersikap seperti apa.

Elea mengangguk dan menuju tempat ia memarkir sepeda motor.

Helm sudah terpasang, kunci pun sudah diputar. Elea merasakan sesuatu yang aneh. Sepeda motornya terasa lebih berat saat ia mengarahkan stang ke kiri dan ke kanan.

“Ya Allah,” Elea mengamati ban kendaraannya yang bocor.

Sekarang sudah malam dan apa masih ada bengkel yang buka?

Bagaimana caranya ia bisa pulang?

Elea berpikir, jika ia memesan ojek online, itu tidak mungkin karena ponselnya kehabisan daya.

Jika naik taksi, maka ia harus berjalan kaki beberapa ratus meter lagi ke jalan raya. Bisa saja, tapi sekarang sedang gerimis. Sampai memang ke jalan raya tapi dengan keadaan basah.

Jika harus tidur ditoko juga bisa saja, tapi ada pekerjaan yang harus Elea selesaikan dan data yang ia perlukan ada dirumah.

“Assalamualaikum,” sapa seseorang dari belakang tubuh Elea.

Ele terjingkat lalu menoleh,

“Waalaikumsalam,” balas Elea canggung.

Fatih, laki-laki itu sedang tersenyum ramah menampilkan gigi geliginya yang putih dan rapi sambil bersandar dipintu mobil.

Sepertinya ia baru datang dari suatu tempat.

“Kenapa?” Tanya Fatih, senyum diwajahnya belum juga padam.

“Bocor,”

“Mau pulang?” Tanya Fatih lagi. Elea mengangguk pelan.

“Bareng aja,” tawar Fatih, kepala Elea lantas menggeleng. Akan sangat canggung pikir Elea. Ia juga takut akan menimbulkan fitnah.

“Saya pulang sama teman saya,”

“Teman yang mana? “ Tanya Fatih lagi. Elea hanya diam “lo bohong?”

Elea menunduk, apa begitu nampak jika ia berbohong?

“Lo takut sama gue? Atau takut berduaan sama gue?”

“Maaf,” lirih Elea.

Fatih mendengus, “lo ga perlu khawatir, nanti bertiga sama Ardha,”

Bertiga dengan Ardha, jelas Elea tambah tak mau.

“Buruan balik, gue capek mau istirahat!” Ardha terlihat keluar dari pintu dengan memakai topi dan juga masker. Tak memperdulikan keberadaan Elea.

Dan byurrr,,,

Hujan jatuh dengan derasnya. Cipratannya mengenai ujung sepatu Elea.

Elea kembali menatap Fatih dan laki-laki itu mengangguk “Hujannya tambah deras,”

Perlahan meski ragu Elea membuka pintu belakang mobil diikuti dengan Fatih yang duduk dikursi kemudi sedang Ardha duduk disamping Fatih sambil mengotak-atik ponsel.

“Lo ngapain?” Tanya Ardha.

“Eh,,,”

“Ban motor dia bocor, jadi gue tawarin bareng,” jelas Fatih sebelum Elea berujar.

“Ini mobil gue dan lo ga ijin sama gue,”

“Hujan deras bego, masa lo tega biarin dia disini sendirian,”

“Apa hubungannya juga sama gue,”sarkas Ardha dengan ketus.

Merasa keberadaannya tak diinginkan, Elea menyela “Jika kamu tidak nyaman dengan keberadaan saya, lebih baik saya turun. Terimakasih atas tawarannya,”

“Eh, tunggu!...gue,” Fatih ingin menghentikan tangan Elea yang ingin membuka pintu mobil. Ia merasa rencananya gagal.

“Siapa yang nyuruh lo turun!” Ardha menoleh ke belakang, matanya yang tajam bersitatap dengan Elea.

“Kamu!” jawab Elea dengan tegas .

Ardha tersenyum sinis sambil menggigit bibir bawah “Gue cuma minta dia ijin sama gue, bukan minta lo turun dari mobil gue,”

Fatih memutar kedua bola matanya “Bos Ardha yang baik sedunia, bolehkan gue memberi tumpangan pada seorang gadis yang tidak bisa pulang karena hujan deras,”

“Hmmm,” jawab Ardha.

“Oke masalah selesai,” sahut Fatih lagi.

Elea melongo berusaha mencerna interaksi dari dua laki-laki yang baru beberapa minggu ia kenal. Aneh, kata yang pas untuk keduanya.

Setelah memberitahu alamat rumah, Elea bersandar sambil menikmati pemandangan jalan yang sunyi. Hening, tak ada percakapan lagi setelahnya.

“Terimakasih atas tumpangannya,”

Hanya Fatih yang merespon sambil mengangguk, senyuman merekah dibibirnya sambil mengisyaratkan aku tunggu jawabannya tanpa suara.

Hujan telah berhenti menetes, mobil pun telah melaju menjauh.

Berhasil

**

Seminggu telah berlalu, setelah bel berbunyi, Elea, Cila dan Bi Mia menuju sebuah toko minimarket untuk membeli ice cream.

Cila, gadis mungil dan manis itu menginginkan makan ice cream seperti iklan dalam televisi.

3 ice cream telah dalam genggaman dan tentu saja sudah dibayar.

“Enak, Tila tuka,” pipi gembul Cila penuh dengan lelehan ice cream. Ia mengekspresikan bahagianya dengan menggeleng ke kiri dan ke kanan.

Kebahagiaan sederhana yang ingin ia dapatkan setiap hari. Hidup dengan keluarga yang lengkap. Mendapatkan kasih sayang seorang ibu, bukan hanya materi belaka.

“Bunah, kapan bunah tinggal tama Tila?”

Elea tersedak ice cream, pertanyaan yang terlontar membuat Elea blank. Bagaimana ia bisa menjelaskan keadaan yang sebenarnya kepada gadis kecil yang bahkan belum bisa membaca dengan benar?

“Cila Sayang, Bunda ga bisa tinggal sama Cila karena ada sesuatu yang mengharuskan Bunda seperti itu. Tapi Cila ga perlu khawatir, meskipun ga tinggal sama Cila, Bunda akan selalu ada buat Cila,”

“Kenapa Bunah?”

Elea dan Bi Mia saling pandang.

“Apa kalena Bunah ga nikah tama Papih? Bunah ga mau tama Papih Tila? Bunah takut ya tama Papih Tila?”

Kali ini Elea benar-benar tidak menyangka, darimana Cila bisa berpikiran seperti itu.

“Cila kok ngomongnya gitu?” Elea menarus cone ice cream di atas meja lalu tangannya membelai pelan wajah Cila.

“Kata temen Tila, Papih tama Mamihnya nikah telus bita tingal tama-tama. Kenapa Bunah ga nikah tama Papih bial kita bita tama-tama?”

Elea meringis, belum sempat ia berujar, seseorang menumpahkan minuman bersoda pada pakaian Elea.

Elea mengangguk saat wanita tersebut meminta maaf dan berkata jika tidak sengaja.

“Bunah kotol!” ucap Cila. Setidaknya dengan kejadian ini mengalihkan perhatian Cila.

“Bunda mau ke toilet dulu, mau bersihin baju Bunda. Cila disini sama Bi Mia ya?” Tanya Elea dengan hati-hati. Beruntung Cila mengangguk sehingga Elea dengan cepat menuju toilet.

Elea merangkai kata-kata yang cocok untuk diucapkan pada anak sekecil Cila.

Memberikan pengertian namun dengan cara yang tidak melukai perasaannya. Sulit memang, saat anak yang masih dalam usia pertumbuhan dipaksa untuk menerima keadaan.

Cila mungkin merasa tak adil saat melihat teman-temannya mendapatkan kasih sayang yang lengkap dari orang tua mereka.

Kebutuhan Cila memang selalu dapat Ardha cukupi, pakai uang. Tapi, kasih sayang tak didapat dengan uang.

“Lo ga ngerti-ngerti juga ya?”

Elea yang sedari tadi fokus membersihkan noda kini mendongak. Pantulan sosok perempuan dengan dress biru muda di depan cermin. Sovia, sedang memperhatikan kuku jari yang telah dipoles kuteks yang senada dengan warna baju.

“Kamu bicara dengan saya?”

“Menurut lo!”

“Saya ga ngerti,” balas Elea lagi.

Sovia tersenyum sinis “Gue udah bilangkan sama lo buat jauhin Ardha. Tapi ke-na-pa lo ma-sih de-ke-tin ARDHA!” tekan Sovia sambil mendorong bahu Elea hingga tersandar di dinding.

“Saya ga pernah deketin Ardha, Mba,”

“Lo mau bohongin gue?”

Elea menggeleng “Saya ga pernah bohongin kamu,”

“Munafik ya! Lo berusaha deketin Ardha dengan cara deketin anaknya kan? Licik banget sih lo,”

“Mba, saya memang dekat dengan Cila. Tapi tak pernah terlintas buat saya deketin Ardha,” jelas Elea jujur.

“Lo pikir gue bakalan percaya dengan omongan lo,”

“Terserah kamu mau percaya atau tidak sama saya,”

Percuma menjelaskan sesuatu pada orang yang dasarnya memang membenci kita. Apapun yang kita lakukan selalu salah dimata mereka.

“Eh lo mau kemana? Jangan bilang lo mau nyamperin anaknya Ardha,”Sovia menarik ujung jilbab Elea.

“Iya,”angguk Elea.

“Gue bilang sekali lagi ya, jauhun Ardha! Jauhin anak Ardha! Jangan pernah lagi temuin anak Ardha! Lo ngerti ga sih! Gue ini calon ibunya, calon istri Ardha. Jadi gue minta, sebagai sesama perempuan gue rasa lo paham. Jauhi CILA,”

“Lo bisa pulang, ga perlu pamit sama mereka,”

Elea tak mampu mengelak dan ia pun tak mempunyai hak hanya karena Cila menyukainya dan ia menyukai Cila. Jika Sovia memang benar akan menjadi ibu sambung buat Cila, maka benar kata Sovia, Ia harus menjauhi Cila.

Tak bisa Elea pungkiri, ia bahagia bersama Cila. Bersama Cila mengingatkan Elea akan masa lalu yang tak bisa ia perbaiki.

Elea yakin pertemuannya dengan Cila telah di atur sedemikian rupa oleh pemilik scenario terbaik.

Allah tak akan mengenalkan kita dengan seseorang tanpa sebab. Tidak ada yang Allah dekatkan dan jauhkan melainkan adanya kebaikan.

Terpopuler

Comments

RAMBE NAJOGI

RAMBE NAJOGI

dikit Mamat othorr upnya...

2022-07-02

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!