Karena Kita Sudah Terikat

...I.B.U.S.A.M.B.U.N.G.U.N.T.U.K.A.N.A.K.K.U...

...Laki-laki dan perempuan memang berbeda Jika perempuan memakai hati, laki-laki justru memakai logika....

***

Matahari mulai naik ke peraduannya, menyisakan kicauan burung yang hampir mereda. Tak terlalu dingin, karena cahaya sang mentari membias masuk melalui horden.

Pagi itu dihari sabtu, seperti biasa Ardha dan Cila sudah duduk di meja makan sembari menyantap sepiring nasi dan lauk, tak lupa sayuran dan buahan juga terhidang rapi di atas meja.

“Papih, Tila tudah bita nulit tatu tampai tepuluh loh,” adunya dengan bangga.

Cila mengambil buku yang ia simpan di dalam tas, mengeluarkannya dengan tergesa sedang Ardha tetap fokus memperhatikan.

Tulisan Cila lebih rapi dari sebelumnya, bahkan terdapat beberapa gambar bunga dengan keterangan jumlah disampingnya.

Dahi Ardha mengerut “Kenapa banyak gambar bunga?”

“Bial tantik, nda botan dilihat,” kilahnya.

“Kata gurunya?” Cila menggeleng.

“Tanti tali kelingking,”

Cila mengaitkan jarinya sambil cekikikan. Ia kembali menyuap nasi dengan sendok sedang Ardha tak ambil pusing.

“Papih, Papih!” panggil Cila. Mimpi tadi malam seakan menjadi sesuatu yang harus ia kerjakan.

Ardha mengengok Karena Cila sudah berdiri tepat disamping kursi yang ia tempati.

Cila mengambil ponsel Ardha yang tergeletak tak jauh dari tempatnya berada. Tangan kecilnya dengan lihai mengetik sesuatu.

“Tila mau ketini, Papih. Mau ya?” sebuah gambar taman bermain dari aplikasi berwarna merah.

Ardha menggeleng “Main di depan saja sama Bibi,”

Cila merengut “Nda atik, Tila mau taman belmain ini,” kekehnya.

“Di depan juga taman bermain, sama saja Cila,”

“Tila mau taman belmain ini!”

“Sekali tidak boleh tetap tidak boleh!”

“Papih tahat!”

Ardha menghela napas saat Cila lari ke kamarnya. Begitu cepat mood anak itu berubah, bahkan ia sebagai ayahnya saja belum cukup mengerti dan tidak tahu harus bersikap seperti apa. Yang ia bisa hanya melakukan sesuatu yang ia anggap benar.

Laki-laki dan perempuan memang berbeda. Jika perempuan memakai hati, laki-laki justru memakai logika.

Ceklek,

Pintu terbuka saat gagang diputar. Cila meringkuk, isakan tangis anak itu terdengar.

“Cila!” panggil Ardha, ia menarik Cila ke dalam dekapan. Masih saja terdengar isakan meski tak sekencang tadi.

Usapan kecil dikepala menjadi penenang dan penghenti tangisan. “Papih sibuk kerja, cari uang buat Cila,”

“Tila nda mau uang, papih! Tila mau taman belmain tama Papih,”

“Papih sibuk, Cila. Kalau Papih ngga kerja, nanti kita mau dapat uang darimana?”

“Ada uang oma,”

“Punya oma, bukan punya kita,”

“Kata oma boleh minta,” Ardha menghela napas, percuma jika berdebat dengan Cila.

Akan ada saja jawaban yang membuatnya kehilangan kata.

“Cila mau apa? Boneka tikus, boneka sapi atau mau apa? Nanti Papih beliin, tapi tidak untuk ke taman bermain!”

Cila kembali menggeleng,

“Papih tidak menerima sanggahan. Sekarang, Papih mau berangkat. Bilang sama Bi Mia biar nanti Papih beliin,” Arda mencium puncak kepala Cila sebagai akhir dari perdebatan meninggalkan seorang gadis kecil yang kembali merebahkan diri sambil terisak.

**

Mba El, hari ini aku ijin terlambat ya. Ada urusan mendadak yang ngga bisa aku tinggalin.

Sebuah pesan yang Elea baca dari Sheryl.

Kembali ia mencari kunci toko yang masih terselip diantara beberapa barang di dalam tas.

Ketemu, lalu ia bergegas masuk dan mulai meletakkan bunga dibeberapa sudut dibantu dengan 2 pegawai yang baru saja datang. Risa, dan Yola.

Beberapa hari yang lalu, Elea menandatangani kontrak dengan pihak pembuatan film bahwa mereka ingin memakai tempat sebagai pembuatan syutting dengan tema pertemuan kembali antara pemain laki-laki dengan pertemuan yang telah lama terpisah .

Tentu Elea mau, karena mereka dibayar 3 kali lipat dari pendapatan biasanya.

Waktu menunjukkan pukul 09. 25. Sudah ada beberapa crew yang berlalu lalang di dalam toko dan tempat penanaman bunga.

Ruangan toko memang tak terlalu besar, tapi taman yang berada dibelakang toko, cukup luas bahkan cukup untuk menampung beberapa puluh mobil.

Entah sudah berapa banyak orang yang datang, Elea tidak tahu karena ia sibuk meneliti beberapa projek untuk beberapa minggu ke depan di lantai atas.

Sebuah panggilan mengharuskan ia turun karena hanya ia yang mengerti bagaimana cara merawat bunga dengan baik.

“Mohon bimbingan untuk artis kami ya, Mba,” ucap sutradara. Ia menunjuk salah satu pendopo dengan tirai disekelilingnya.

“Assalamualaikum,”

“Masuk!”

Elea seperti mengenali suara tersebut dan...

Deg, dugaannya benar.

Laki-laki itu sedang duduk seorang diri disebuah kursi plastik sambil membaca script, Ardha.

Keduanya sama-sama terkejut, Elea celingukan. Apa ia salah tempat?

“Loe yang mau ngajarin gue cara nanem bunga?”

Pertanyaan dari Ardha seakan jadi jawaban dari Elea. Elea mengangguk namun enggan beranjak mendekat.

“Tak ada orang?”

“Ada gue,”

“Maksud saya bukan itu,”

“Kenapa? Loe takut sama gue? Tenang aja, gue ga nafsu sama loe,”

“Bisa kita cari tempat lain?”

Ardha memicing “Loe ga percaya sama gue,”

“Bukan seperti itu,”

“Terus?”

“Tidak baik untuk laki-laki dan perempuan hanya berdua dalam satu ruangan, apalagi ini ruangan tertutup. Saya takut terjadi fitnah,”

Ardha mencibir “Iya gue tau, nanti yang ketiganya setan,”

“Kalau tau kenapa...”

Ardha langsung berdiri dari tempatnya sambil memakai kacamata hitam dan berjalan mendahului Elea.

“Kemana?”

“Astaghfirullah!” pekik Elea, hidungnya menabrak dada bidang Ardha sebab laki-laki itu memutar tubuh secara tiba-tiba.

Elea menjauh dan mundur beberapa langkah, kakinya secara tidak sadar menginjak rok membuat keseimbangan tubuh menghilang.

Elea memejamkan mata saat tubuhnya jatuh telentang. Tidak sakit, saat kepalanya membentur tanah, justru tubuhnya yang merasa ada beban meski tak juga sakit.

Tangan Ardha tepat berada pada belakang kepala Elea, sedang tangan satunya menjadi penopang agar perempuan yang berada dibawah kungkungannya bisa bernafas.

“Jangan sentuh saya!” teriakan tepat ditelinga Ardha.

Ardha terjungkal, dengan kacamata yang sudah lepas.

“Loe gak tau terimakasih ya?”

“Saya ngga perlu bantuan kamu,”

“Ngga tau diri, sudah untung ditolongin,” perempuan di depannya benar-benar membuat Ardha kesal.

“Lebih baik saya merasakan sakit daripada harus bersentuhan dengan kamu,”

“Emang gue sekotor itu?”

“Tidak, saya yang terlalu hina,”

“Maksud loe?”

“Tempat disana sepertinya cocok,” Elea menunjuk sebuah kursi panjang, banyak para crew yang berlalu lalang disampingnya karena masih ada adegan dari pemain pendukung. Ia berjalan setelah membersihkan rok dan baju dari tanah, tidak memperdulikan ekspresi Ardha.

“Setelah pot terisi dengan media tanam dan pupuk, jangan lupa ditekan dengan jari agar permukaannya halus dan merata lalu taburkan benih di atas media tanam,”

Mereka sudah duduk disebuah kursi kayu dengan jarak satu meter. Ardha hanya mengangguk-angguk setelah panjang lebar penjelasan keluar dari mulut Elea.

“Kamu ngerti nggak?”

“Ya,”

“Ingat nggak?”

“Loe ngeraguin gue,”

“Kenapa tidak,”

“Kalo gue lupa tinggal tanya lagi sama loe,”

“Saya menolak,”

“Ngga bisa!”

“Kenapa?” Elea menyerngit tak suka.

“Karena kita sudah terikat,”

“Ga jelas,”

“Otak loe ga nyampe,”

“Saya benci kamu,”

“Gue juga,”

Ardha menatap lekat kornea mata Elea, tak berselang lama karena sang lawan langsung menundukkan pandangan.

“Ardha!” Sovia, perempuan itu telah menemukan keberadaan Ardha yang beberapa menit lalu ia cari karena sebentar lagi take adegan.

“Siapa?”

Pandangan Sovia mengarah pada perempuan yang duduk tak jauh dari Ardha.

“Ga penting,”

Ardha tak menghiraukan lagi pertanyaan-pertanyaan dari Sovia karena laki-laki itu melangkah menjauh sedang Sovia menatap tajam Elea.

“Loe siapanya Ardha?”

“Bukan siapa-siapa, Mba,”

Sovia masih diam, pandangannya menembus tidak suka. “Jangan berani-berani deketin Ardha!” ancamnya

“Karena Ardha calon suami gue!”

Terpopuler

Comments

nacita

nacita

d anggep aja kagak sm s ardha 😂😂😂

2022-09-24

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!