... I.B.U.S.A.M.B.U.N.G.U.N.T.U.K.A.N.A.K.K.U...
...Maafkan hamba yang telah lancang memikirkan sesuatu yang tidak halal bagi hamba...
...~Elea...
***
Flashback on
Beberapa hari yang lalu
“Bunah kembali, Bunah kembali untuk Tila?” gadis kecil itu memegang gamis Elea. Dengan kepala mendongak, ia menelisik raut wajah wanita di depannya. Sedangkan Elea hanya diam mematung.
Elea termenung, ia teringat kejadian yang lalu. Laki-laki yang tak memberi ruang untuknya, berlaku kasar dan seenaknya, bahkan tak ada niatan bertemu untuk meminta maaf.
Namun saat melihat binar dikornea mata Cila, hatinya meluluh. Amarahnya pada ayah gadis ini dan tak pantas ia melimpahkan kesalahan pada yang tak tau apa-apa.
“Bunah!” panggilnya lagi.
Elea tersadar dan berjongkok, bunga yang ia pegang diletakkan disisi kanan lalu memeluk gadis berusia 4 tahun yang haus akan kasih sayang seorang ibu.
Elea paham bagaimana rasanya, saat teman-temannya bisa bermanja dengan ibu mereka, Elea ingin dan sangat ingin.
“Tila kangen Bunah, Bunah datang untuk Tila, kan?”
“Bu-bunda...” Elea menengok pada bunga yang ia letakkan tak jauh dari tempat ia berada.
“Bunah datang bukan untuk temu Tila?”
Bibir tipis Elea mengukir senyum, ia usap puncak kepala Cila dan beralih pada pipi yang gembul.“Iya, Bunda kembali untuk Cila, Bunda juga bawa sesuatu untuk Cila.”
“Hadiah?”
“Iya, Sayang”
Bunga yang tersampir, Elea ambil “Bunga yang indah untuk peri kecil Bunda yang cantik.”
“Wah, bungana tantik, walna melah muda, Tila tuka.”
Cila terus mengamati buket bunga yang didalamnya terdapat beberapa tangkai bunga mawar merah muda. Sesekali ia hirup aroma dari bunga tersebut lalu menghembuskannya. Lucu, gumam Elea.
“Cila dirumah sama siapa?” Elea sedikit was-was, ia malas jika bertemu dengan ayah gadis ini. Elea ingin segera pulang, tapi Cila terus menyeretnya ke arah ruang tamu.
“Tama Bibi, Tama Papih tuga.”
Deg, Papih berarti laki-laki kemarin.
“Pa-papih Cila ada?” Tanya Elea.
Cila menggeleng, “Papih tali uang.”
Elea menghela napas, mungkin maksud Cila dia tinggal sama Ayah dan Bibinya. Dan sekarang ayahnya sedang kerja cari uang.
Bahasa anak kecil terkadang sulit dimengerti, mereka punya pola pikir sendiri dalam berinteraksi.
Lama, Elea berada dirumah itu, ia sempat berbincang dengan Bi Mia, membuat makan siang bersama. Ia juga berjanji pada Cila untuk datang setiap minggu untuk bertemu.
Flashback off
Dan sekarang Elea berada didepan toko miliknya. Dengan langkah gontai dan pikiran yang berkecamuk. Bagaimana bisa ia bertemu dengan Cila tanpa harus diketahui oleh ayahnya.
Apa laki-laki itu akan marah jika tau Elea bertemu dengan Cila setelah mendengar kata-katanya tadi?
Atau laki-laki itu sudah tahu Elea akan menemui Cila karena gadis itu telah bercerita pada ayahnya betapa ia menyukai Elea, itu sebabnya tadi ia berlaku baik dengan memberikan jaket meski dengan mulut yang membara?
Elea tidak tahu harus berbuat apa sekarang? Pantas ada pepatah, mulutmu harimaumu.
“Mba El, tumben stylenya kaya gini?”Elea tersentak saat Sheryl tiba-tiba memegang jaket yang ia gunakan.
“Ih, inikan jaket cowok. Sejak kapan Mba beli jaket cowok?”
Sepatu kets putih dipadukan dengan rok plisket lilac yang senada dengan warna jilbab, tas tenteng berwarna hitam ditambah dengan....
Jaket denim putih milik Ardha yang membalut tubuh Elea hingga lutut Satu kata dalam benak Sheryl, Elea keren. Ia mengangkat kedua jempol di depan muka yang langsung disambut gelengan oleh Elea.
“Udah jangan dipikirin Mba, mungkin bukan rejeki kita. Nanti kita cari klien yang lain aja ya.”
“Kliennya jadi kok, malah bulan depan kita sudah jalin kerja sama. Mereka mau 220 buket bunga buat acara perayaan festival. ” jelas Elea. Ternyata Sheryl salah tangkap raut wajah Elea. Ia mengira jika bosnya lesu karena gagal kerja sama bareng klien.
“Tapi kok mukanya ditekuk gitu, kaya orang ga semangat menjalani hidup. Lagi ada masalah ya?” Sheryl mulai mengeluarkan jurus andalannya.
“B aja.”
Kursi kayu menjadi tempat Elea untuk menyandarkan tubuh, pikirannya lagi-lagi terganggu.
“Bohong ih, kata Mba kemarin apa? Ciri-ciri orang munafik kalau berbicara ia berdusta kalau...”
Kalimat beberapa hari lalu yang Elea ucapkan pada Sheryl, ternyata anak itu mengingatnya dengan jelas.
“Iya-iya.” Elea menatap lekat, Sheryl paham. Ada sesuatu yang tak bisa kita ceritakan pada orang. Elea, juga perlu privasi.
Sheryl menghela napas kemudian beralih pada handphone yang ia pegang. Meski butut, alat tersebut masih bisa digunakan. Ia menyambungkan dengan wifi toko dan berseluncur membuka aplikasi youtube.
“Mending aku liat pangeran Moza, pangeran aku yang gantengnya kelewat batas. Yang bikin diabetes meskipun ga manis, yang bikin gemeter karena dinginnya pake plus.”
Dengan dahi yang mengerut Elea mengintip. “Siapa?” tanyanya.
Sheryl tersenyum, setidaknya ia mampu mengalihkan perhatian Elea walau hanya sebentar.
“Ini film terlambat jatuh cinta, yang cowok namanya Moza yang cewek namanya Gabrella. Kalau disatuin nama mereka tuh jadinya Mozarella, duh bayanginnya aja udah bikin meleleh.”
Aneh pikir Elea, siapa yang membuat nama seperti itu, ada-ada saja. Elea jadi teringat sesuatu.
“Apa kamu bilang tadi? Nama filmnya apa?”
“Terlambat jatuh cinta, nih.” Sheryl menyodorkan handphonenya, terlihat dengan jelas wajah Arda dilayar. Dengan mata melotot Elea membenarkan duduknya, mimiknya berubah serius.
“Ih, kamu kok suka sama om-om, diakan sudah punya anak?”
“Duda Mba, bukan om-om. Perlu digaris bawahi ya DUDA. Nih aku jelasin ya, biar Mba ga salah paham. Nama asli dia itu Ardha, Ardhana Kavin. Umurnya baru 28 tahun cuma beda 3 tahun sama Mba. Pas umur 22 dia udah dapat gelar Magister Manajemen di Harvard University terus nikah umur 23 sama pacarnya. Tapi dengar kabar istrinya sudah meninggal. Aku sih mau jadi ibu sambung buat anaknya.”
“Idih, penggemar garis keras, kebanyakan halu kamu.”
Sheryl hanya cekikikan “Lumayan nambah referensi buat cerita novel online Mba.” Tuturnya sambil kembali fokus pada layar segi empatnya.
"Padahal dia itu pinter tapi katanya lebih milih terjun kedunia acting." Sheryl masih bergumam meski pandangannya tetap ke arah handphone.
Elea kembali menyandarkan tubuhnya dikursi satu tangan ia jadikan tumpuan untuk menyangga wajah.
Andai Sheryl tau jika laki-laki yang ia idolakan pernah berlaku kasar padanya. Bahkan tak segan meminta maaf apalagi merasa bersalah, juga laki-laki itu bersikap seenaknya. Tetapi tadi... Apakah dibalik sikapnya yang arogan tersimpan kehangatan?
Tatapan Elea menurun, tepat pada jaket yang sedang ia pakai. Beruntung ada jaket ini, sehingga ia bisa tetap bertemu klien dan menjalin kerja sama. Ia juga jadi mendapat banyak untung. Haruskah ia berterima kasih?
Astaghfirullah, gumam Elea. Ia baru tersadar.
Maafkan hamba yang telah lancang memikirkan sesuatu yang tidak halal bagi hamba, lanjutnya seraya menggeleng-gelengkan kepala.
**
“Papih, ini tenapa bungana mati?” Cila turun dari tangga menghampiri Ardha yang sedang sarapan. Pagi itu Ardha dan Bi Mia sudah dihebohkan dengan tangisan dari mulut Cila. Gadis itu membawa beberapa tangkai bunga mawar yang sudah layu.
Ardha sempat terheran, karena pasalnya ia tak pernah membelikan bunga untuk Cila. Tidak mungkin dari fansnya karena Ardha sangat privasi dan selama ini tak ada yang pernah tahu tempat ia tinggal.
“Bunga, punya siapa? Papih ga pernah beliin Cila bunga?” tanya Arda.
Cila seketika diam, ia belum bercerita mengenai Elea. Mata mungilnya menatap Bi Mia yang berada dibelakang Ardha. Wanita itu menggelengkan kepala seraya memperagakan isyarat kalau ia harus tutup mulut.
“Beli, tama Bibi.” Kilahnya.
Ardha mengangguk, kemudian ia mengambil bunga dari genggaman anaknya. “Bunganya ga dikasih air?”
Cila menggeleng “Katian, nanti ga bita napat” kasian, nanti ga bisa napas maksudnya. Cila mengalami kesulitan pada pelafalan huruf C, J, R, dan S.
“Kata siapa bunganya ga bisa napas kalau ada air?”
“Tila ga bita napat kalau lagi diail” jelasnya dengan bibir mengerucut. Pipinya masih merah dengan buliran bening sudah tampak mengering.
Ardha tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Ia perlu memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada Cila. Cila mengangguk saat Arda memberitahu bahwa bunga perlu air jika mau mereka tetap hidup.
Pantas kemarin sebelum pulang Elea memasukkan air ke dalam vas bunga. Cila pikir bundanya keliru sehingga saat Elea pulang, Cila membuang semua air divas bunga.
Cila menghampiri Bi Mia yang sedang mencuci piring sedangkan Ardha sudah berangkat beberapa menit yang lalu.
“Bi!” panggilnya, Bi Mia menoleh sambil menyimpan piring ke dalam rak.
“Kenapa halus gini-gini?” Cila menirukan isyarat Bi Mia untuk mengunci mulut.
Bi Mia tersenyum simpul sambil memperlihatkan giginya. Ia memperlihatkan sebuah pesan teks dari handphone.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
RAMBE NAJOGI
cepatan up thorrr... ini pemaksaan ya hahahhahaa... krna aku gk sabar baca part slanjutnya
2022-06-28
3