"Sekali lagi makasih, Om." Bulan mengulang.
"Kau sudah seperti menantuku, Panggil saja aku Ayah agar kau tidak kaku didepan Angkasa." Pernyataan itu terasa menyejukkan hati Bulan. Ia yang tidak pernah mendapat kasih sayang dari sosok seorang Ayah tentu sangat beruntung.
"Iya, Ayah."
Pak Dewok meninggalkan dirinya. Bulan yang teringat akan Fatan segera bersiap. Hari ini, dia harus segera menemui Fatan untuk mengobrol banyak hal. Dia adalah semangat Fatan begitu sebaliknya.
Usai berpamitan, Bulan menyambangi rumah sakit dimana adik lelakinya dirawat. Hari itu Fatan terlihat Fresh. Kemajuan yang sangat signifikan tentunya.
"Kakak, aku kangen." Keduanya saling berpelukan. Melepas rindu yang menggelayut meski baru beberapa waktu saja. Bagi Bulan hidupnya adalah Fatan. Ia tidak akan membiarkan sang adik menderita seperti dirinya.
Bulan mengusap pucuk kepala Fatan. Dia anak yang kuat, senyum indah terus mengukir dibibirnya. Bahkan sangat jarang yang namanya mengeluh walaupun Ia dalam keadaan sakit.
"Gimana badannya? apa masih sakit?"
Fatan menggeleng lucu. "Tidak, Kak. Jangan khawatirkan aku. Sebenarnya Fatan kangen sama Ayah. Kenapa dia gak pernah lagi nemuin kita," ujar Fatan sayu. Sedih, dengan kejadian itu.
Bulan mengulas senyum. Ia sudah berjanji akan menjadi Ayah, Ibu sekaligus Kakak terbaik bagi Fatan. "Jangan khawatirkan apapun, Tan. Kan sudah ada Kakak disini." Bulan menguatkan.
Wajah lugu tak bisa bohong. Tentu saja anak seusianya butuh perhatian kedua orang tua. Namun sayang semua itu sudah runtuh tak bersisa. Tidak ada cinta dan Sayang. Yang ada hanya amarah dan kebencian pada lelaki durja itu.
Sesaat tenggelam dalam perasaan masing-masing seorang Dokter dan perawat masuk keruangan.
"Selamat pagi, menjelang siang Fatan ganteng," sapa Bu Dokter. Dia adalah ahli dibidangnya.
"Pagi, Dok," jawab Kakak beradik bersamaan.
Sang Dokter bertanya lagi. "Makin sehat ya, sudah siap untuk sembuh kan?"
Fatan tampak takut. Ia melirik Bulan disampingnya. "Jangan takutkan apapun, Dek. Kakak yakin Fatan akan segera sembuh dari sakit ini, Iya kan Bu Dokter?"
Bu Dokter mengangguk. "Tentu saja, bukankah sembuh butuh perjuangan? apa lagi Fatan sangat tangguh anaknya," imbuh Bu Dokter lagi.
Fatan merrremas tangannya. Menggigit kecil gigi yang saling menempel antara atas dan bawahnya.
"Fatan jangan takut, percaya sama Bu Dokter. Pelan-pelan kok. Jadi Fatan gak akan kesakitan. Fatan mau?" Bu Dokter membujuk.
Fatan meneteskan air mata. "Fatan gak akan meninggal kan, Dok? Fatan belum siap ninggalin Kakak," jujur Fatan.
Bulan dan Bu Dokter terenyuh. Anak sekecil Fatan sudah mampu memikirkan hal yang luar biasa. Ia membuktikan pada orang lain jika Ia sangat menyayangi Kakaknya karena tau tidak ada siapa pun yang memberikan kasih sayang itu kecuali dirinya.
Bulan kembali memeluk Fatan dan meyakinkan jika dia tidak akan kenapa-napa. "Sayang, Fatan gak akan ninggalin Kakak kok. Kan, Fatan hebat, kuat dan tangguh seperti spiderman. Spiderman kan tidak pernah mengenal takut dan menyerah meski terjatuh berkali-kali demi keutuhan dunia. Begitu pula Fatan, Lelaki kuat yang gak akan kalah hanya gara-gara penyakit demi Kakaknya Bulan yang cantik."
Fatan menatap lekat wajah Bulan. "Begitu ya, Kak. Fatan sayang banget sama, Kakak. Nanti kalau Fatan besar mau beli rumah yang bagus buat kita supaya kita gak akan lagi kehujanan, kepanasan dan kelaparan lagi kayak dulu."
"Aamiin." Tak kuasa Bulan membendung air matanya. Ia tidak tahu mengapa hatinya begitu terpukul. Cita-cita Fatan sungguh besar untuknya. Saat ini Fatan sangat lemah dan Bulan sendiri tidak tahu seberapa kuat Fatan melewati masa sulit.
"Kakak yakin kamu akan sebuh, Fatan. Kakak juga yakin, keinginan kamu buat membeli rumah untuk kita akan secepatnya tercapai."
Fatan mengusap pipi sang Kakak. "Jangan nangis ya, Kak. Fatan akan buktikan kalau Fatan akan baik-baik saja."
"Fatan sudah siap?" tanya Bulan lagi.
"Iya, Kak. Paling sakitnya sebentar, iya kan, Dok?" Fatan beralih menatap Bu Dokter yang menganggukkan kepala.
"Ya sudah, Fatan berbaring ya. Obatnya akan segera di masukkan ke infus. Tapi ingat ya, Fatan akan sedikit merasa pusing dan mual. Tapi tidak apa? itu tandanya obatnya mulai bekerja membasmi sumber sakit Fatan," terang Bu Dokter.
Fatan mengangguk. Bulan malah sebaliknya, justru Ia yang sangat rapuh. Ia tidak sanggup jika Fatan akan kesakitan mengalami efek samping dari obat keras tersebut.
Dokter mulai memasukkan obat kedalam botol infus yang menjulur langsung keurat nadi ditangan Fatan. Walau tidak sepenuhnya paham soal kemo. Tapi Bulan tahu, banyak sekali orang yang justru mengalami penurunan daya tahan tubuh hingga lemah, rambut rontok dan sakit berkepanjangan setelah melakukan Kemo.
"Yang kuat, Fatan. Kakak yakin kamu bisa mengalahkan penyakitmu," gumam Bulan. Bola matanya terus meneteskan bulir-bulir air bening yang begitu saja menerobos keluar.
Dikantor, kini Angkasa disibukkan dengan kegiatan seperti biasanya. Wajahnya ceria secerah matahari yang timbul setelah hujan badai. Tidak ada sedih, amarah atau menangis lagi. Dia begitu bersemangat. Sebenarnya tidak sabar ingin melakukan malam pertama dengan sang istri. Yang membuatnya kesal, dia harus menunggu selama 25 hari lagi setelah hari ini.
Sibuk mengetik-ngetik sesuatu di keyboard laptop, Angkasa menghentikan rutinitasnya. Menopang dagu dan membayangkan kejahilannya setiap hendak menyentuh Bulan.
Dimana reaksi itu justru terasa unik. Pasti malam pertamanya nanti akan terasa sangat gurih dan lain dari yang lain. Sebab Ia harus menunggu lama untuk momen sakkral itu. Walau terasa seperti berabad-abad. Ia akan sabar menanti dan menunggu Bulan siap menyerahkan tubuhnya secara suka rela.
"Ahk, Sayang. Kenapa kau membuatku gila. Wajahmu telah merasuki alam bawah sadarku terlalu dalam. Sampai-sampai otakku terus mengingatmu. Apa lagi bibir mu yang manis itu. Oh, gila. Benar-benar gila. Bibir nya yang ranum dan tipis menggoda pandanganku," celotehnya seorang diri. Ia menyandarkan tubuh di kursi kebanggaannya, terus melamunkan wajah sang istri.
"Ehk, Iya." Angkasa terhenyat. "Biasanya hari senin Sekar akan mengantar makan siang. Aku yakin kebiasaan itu tidak akan dilupakannya. Tunggu saja lah, sekarang sudah jam sebelas lebih. Sebentar lagi dia pasti muncul untuk memberi kejutan."
Angkasa memandangi daun pintu. Tidak sabar menunggu Sekar muncul dihadapannya dengan rantang kembang-kembang yang biasa dibawanya.
Tok! Tok! Tok!
"Nah itu dia." Angkasa sengaja memutar kursi memunggungi agar Sekar memeluknya dari belakang lalu memberinya satu kecupan manis.
"Selamat siang, Pak!" sapa seorang pria, membuat Angkasa terkejut dan menoleh. Mengamati punggung Asistennya memastikan adanya Sekar disana.
"Lo kok kamu?" tanyanya.
"Apa? Bos sedang menunggu seseorang?" tanya Bayu. Lelaki yang setia pada Angkasa. Sudah menikah dan memiliki anak berusia 6 bulan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
🌸 andariya❤️💚
datang yg sabar ya👍👍
kamu pasti sembuh😘😘😘😘
2022-05-22
3
🌸 andariya❤️💚
wah...wah...angkasa menuggu Sekar mengantar makanan..itu gak mungkin
karena dia ada d rs😂😂😂😂😂
2022-05-22
3
❥⃟𝄞EL✪⃢⃟𒍜
sekar gk akan datang angkasa..
2022-05-17
3