"Maaf, Om. Aku tidak mau, tidak semudah itu menyetujui keinginan orang asing seperti kalian. Siapa sih yang tau kalau Om dan pria tadi tidak punya maksud terselubung," jawab Gadis itu, cekatan. Berpikir jauh kedepan.
Pak Dewok nampak bersedih, Ia tahu semua terasa mustahil baginya memohon pada seseorang yang Ia sendiri tidak tahu asal usulnya tapi Ia lebih prihatin lagi akan kondisi Angkasa. Anak semata wayang yang selalu Ia sayangi, hampir setiap waktu mengalami depresi hebat tampa kenal tempat. Mempermalukan dirinya sendiri dihadapan orang yang bisa saja senang melihatnya terjatuh.
"Ini memang sangat tidak mungkin, Nak. Tapi percayalah, aku hanya membutuhkan bantuan mu semata," Tukas Pak Dewok, sekali lagi. Pria paruh baya tersebut menangis sambil melangkahkan kakinya dengan berat berharap orang yang dimintai tolong akan memanggilnya.
"Bulan...!" Teriak Maya, sahabat karibnya dari kejauhan. "Ada telpon dari rumah sakit katanya adikmu kejang lagi."
Mendengar panggilan itu Pak Dewok menghentikan langkahnya.
"Ya Allah, Fatan. Apa kata Dokter, May?" Tanya Bulan, gadis yang dianggap mirip Sekar barusan terlihat sangat khawatir.
"Gak tau, ngomong aja sendiri!" Ujar Maya sambil menyerahkan ponselnya ketangan Bulan.
Bulan tergesa-gesa menempelkan benda pipih tersebut ditelinganya. Entah apa yang dikatakan Dokter hingga air matanya menetes bagai hujan gerimis.
"Haruskah sekarang, Dok? Saya belum punya uangnya, hiks...."
"Iya, Dok. Saya akan usahakan secepat mungkin tolong berikan yang terbaik," Lanjutnya lagi, hanya terdengar jawaban dari mulutnya.
Setelah ponsel itu off, Bulan langsung memeluk Maya. Ia bingung harus melakukan apa demi adik kesayangannya. Selama ini Bulan Tamara hanya hidup berdua dengan adik lelakinya Fatan yang berusia sepuluh tahun. Apa pun Ia lakukan demi kepentingan sang adik untuk kebahagiaanya tapi kali ini urusannya adalah uang yang sangat banyak, dan sangat sulit mendapatkan benda tersebut dalam waktu singkat.
"Maya, aku harus bagaimana? Aku tidak sanggup jika harus kehilangan Fatan sekarang, dia adalah satu-satunya keluarga yang menjadi sumber kekuatanku," Laranya, tengah terisak-isak.
Maya hanya bisa mengusap punggung Bulan, sebagai sahabat Ia juga Iba tapi kondisi tak memungkinkannya untuk membantu Bulan. "Sabar, Lan. Aku yakin akan ada jalan keluar untuk adikmu, kamu yang tenang ya. Coba aku telpon Pamanku dulu, siapa tau dia bersedia meminjami mu lagi."
Bulan mengangguk. "Makasih, May. Kamu selalu ada saat aku kesulitan."
"Sama-sama." Maya mengurai pelukan, dan segera menghubungi Pamannya.
"Halo, Om!"
"Halo, May. Kenapa, Sayang?" Jawab dari dalam layar.
"Paman, Maya bisa mintak tolong?"
"Soal apa?
"I_ ini, Paman. Sahabat Maya, Bulan. Mau pinjam uang lagi buat operasi Fatan."
"Apa? Gak bisa, jangan aneh-aneh ya May. Paman sudah sangat baik dengan dia. Uang 5 JT yang kemaren saja belum lunas mau pinjam lagi kau pikir Paman Bank."
"Tolonglah, Paman. Fatan sedang sekarat."
"Tidak, katakan padanya Paman tidak punya uang."
Tut! Tut! Tut!
Sambungan ponsel terputus, Maya menoleh kearah Bulan yang belum juga berhenti menangis. "Maaf, Lan." Satu kata itu.
"Gak papa, May. Aku mengerti, Paman takut jika nanti aku tak sanggup membayarnya." Bulan hendak pergi.
"Tunggu...!" Cegah Pak Dewok, Ia berlari mendekat.
"Ada apa lagi si Om? Aku harus pergi," Tanya Bulan sedikit ketus. Kekalutannya melupakan norma kesopanan.
"Aku cuma mau menawarkan sesuatu dan terserah kamu mau menerima atau tidak, Nak," kata Pak Dewok tetiba.
Bulan mengernyit. "Soal apa?"
"Jika kamu bersedia menjadi istri pura-pura Angkasa, aku akan membiayai pengobatan adikmu sampai tuntas dan menjamin kehidupan kalian," Jawabnya, berterus terang hingga membuat Bulan membisu.
"Wah, keajaiban. Ini pasti rezeki Fatan, Lan," Sahut Maya antusias dan merespon positif penawaran Pak Dewok. Padahal Ia sendiri baru melihatnya.
Beberapa saat kemudian Bulan menggeleng. "Tidak, Om. Saya bukan cewek murahan," Tandasnya tanpa berpikir ulang. "Om tahukan status seorang istri?" tanyanya balik dan mampu membungkam ucapan Pak Dewok.
"Aku mengerti, Nak. Tapi Om tidak memaksa, ini hanya bentuk penawaran Om untuk dirimu dan Om akan berusaha agar Angkasa tidak pernah menyentuhmu."
Pak Dewok mengambil kartu nama dari dompetnya lalu memberikannya pada Bulan. "Pikirkan baik-baik demi adikmu. Disitu ada nomor telponku yang kapan saja bisa kau hubungi jika pikiran mu berubah."
Pak Dewok pergi meninggalkan Bulan dan Maya yang terpaku menatap punggungnya menghilang dibalik puluhan mobil di restaurant itu.
Setelah yakin sudah menjauh, Maya memukul lengan Bulan.
Plak!
"Maya, apa-apain sih?" Bulan mendelik memandang sahabat nya.
"Dasar bodoh, ngapain nolak sih, Lan? Kamu tidak kasihan melihat kondisi Fatan. Dia butuh pengobatan sekarang bukan nanti. Aku mohon turunkan ego mu soal melindungi harga diri jika kamu ingin melihat Fatan sembuh seperti sedia kala, Lan. Pikirkan itu baik-baik, Allah juga tahu kita sedang berjuang melakukan hal yang benar."
Usai mengingatkan Bulan, Maya yang kesal meninggalkannya seorang diri. Gadis itu duduk lemas di pinggir teras dan menangis sesenggukan.
"Hik... Hik... Hik... Fatan, bertahan ya, Dek. Kakak sayang sama kamu!"
Bulan mengacak-acak rambutnya, Ia tidak tahu mana jalan yang harus ditempuhnya. menurut sakit bertahan apa lagi. Sejenak dalam tangis, Bulan menyeka air matanya lalu mengamati kartu nama yang tertera di telapak tangan peninggalan Pak Dewok barusan.
Haruskah ku lakukan ini? Tapi sampai kapan? Bagaimana kalau aku tidak mampu? Apa semirip itu wajahku dengan, Sekar? Pemuda tadi terlihat begitu mencintai wanita itu. Emangnya Sekar kemana? Sampai-sampai dia salah mengenali wajah orang?
Bulan disibukan dengan sejuta prasangka, tapi benar kata Maya. Bagaimana kalau Fatan tidak tertolong gara-gara dia banyak pertimbangan.
Bulan segera bangkit dari rasa terpuruk dan mencari keberadaan Pak Dewok di lahan parkir namun sepertinya baik Pak Dewok maupun Angkasa sudah tidak ada disana lagi.
Sedangkan didalam mobil, Angkasa mengamuk. Ia memaksa ingin turun dan kembali mencari Sekar ke Kaffe KRP.
"Ayah, tolong turunkan aku. Angkasa ingin pulang sama Sekar, Ayah! Kenapa Ayah begitu jahat. Tidak sayangkah Ayah sama Angkasa yang sangat menderita merindukan istri? Bagaimana jika situasi ini Ayah yang alami? Apa Ayah akan sekuat ucapan Ayah?" Angkasa menodong Pak Dewok dengan banyak pertanyaan dan terus memekik tanpa henti.
"Angkasa...!" Pak Dewok naik pitam.
"Move-on, Nak. Se_ Sekar sudah tidak ada, dia sudah meninggal," ujarnya sedikit pelan, karena Angkasa tidak akan terima bila mendengar ucapan yang mengatakan Sekar sudah pergi dari dunia.
Angkasa langsung mengulum bibir. Ia agak linglung merespon perkataan Ayahnya. Semua yang dilewatinya menurut Angkasa sendiri hanya mimpi semata. Sekar masih hidup dan hanya menghilang sesaat saja. Paktanya Ia telah menemukan Sekar di kaffe tadi sedang menjadi seorang pelayan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Wulan Ndari
jngn2 sekar kembaranya bulan secara ibunya sekar gk ad suami.. nah mkn bulan ikut ayahnya
2022-11-02
0
N⃟ʲᵃᵃ࿐DHE-DHE"OFF🎤🎧
pasti nya sock bgt baru beberapa jam menikah istri telah tiada,,, di dunia nyata pun kisah inii ada
2022-07-08
1
🍭ͪ ͩ🍀⃟ᏽꮲ𐑈•ꪀׁꪱ꯱ׁׅ֒꯱ɑׁ🐅⃫⃟⃤
ktanya setiap orng itu punya kembaran... jd..... apakah dia.... 🤔🤔
angkasa sma aq aj mumpung lg nyari ayng🙊
2022-05-28
2