Apa lagi kalau tbukan nyengir lagi, Bulan juga tidak punya sendal bagus selain sepatu lusuh yang biasa di bawanya bekerja. Angkasa menggeleng gemas, Ingin sekali Ia melahap tubuh yang begitu polos di depannya.
"Tunggu disini!" Angkasa membuka lagi lemari tadi tapi beda tempat. Ada puluhan pasang sepatu dan high heel berjajar di sana.
Angkasa mengambil sepatu berdia meter dua cm dari alasnya berwarna biru serupa dengan dress Bulan.
Angkasa berlutut dan memasang sepatu tersebut di kaki sang istri tapi Angkasa agak tercekap saat melihat tepian kaki Bulan pecah-pecah.
"Astaga, Sayang. Kenapa tidak bilang kaki mu begini? pasti sakit ya?" ujarnya mendongak kearah wajah Bulan yang mengkerut. "Besok kita lakukan perawatan supaya cepat sembuh ya?" Angkasa melanjutkan memakaikan high heel tersebut dan sangat pas di kaki Bulan.
Angkasa berdiri dan menjajarkan diri disamping Bulan lalu menggenggam tangan yang dianggap istrinya itu tanpa rasa canggung.
Bulan cuma bisa menurut. Ia juga lebih banyak diam karena Ia tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana.
Melewati meja makan, Pak Dewok dan Bu Arumi terlihat sibuk menyiapkan pempek hasil masakan request Angkasa.
"Ayo makan, semua sudah siap!" ajak Bu Arumi tanpa menoleh.
"Pending aja, Bu. Angkasa mau merayakan hari jadian kita diluar," jawab Angkasa, begitu bahagia.
Ucapan itu mengundang perhatian orang tuanya. "Loh, udah pada dandan begini rupanya?" tutur Pak Dewok. Wajah Angkasa sangat cerah berbeda dari sebelum ada Bulan di rumah itu.
"Iya, ihk. Ibu sampek pangling liatnya," sanjung Bu Arumi. Bulan tampak anggun di mata mereka dan justru disana menonjolkan kecantikan yang alami dibanding cara Sekar bersolek.
"Oke, kalau gitu kita pergi dulu Yah, bu." Angkasa yang sudah lama tidak pernah lagi mencium tangan itu kini sudah mau melakukannya. "Sayang, ayo salim!" ujarnya pada Bulan.
Bulan mengangguk dan menyalami Pak Dewok dan Bu Arumi. "Ayo...!" ajaknya lagi menggandeng tangan Bulan. Ia sebenarnya belum mahir menggunakan high heel tapi berkat tangan Angkasa Ia mampu menjaga keseimbangan meski tetap saja tidak bisa santai dan beberapa kali hampir terjatuh.
Tiba di halaman, Angkasa menyadari jika Bulan lagi-lagi mau kepeleset langsung menahan tubuhnya.
"Kakimu sakit ya? pasti tidak nyaman karena telapak kaki mu rusak?" tebaknya, Bulan hanya tersipu.
"Tidak papa, sakit sedikit saja kok." Ternyata beruntung juga kakinya seperti itu.
Angkasa membukakan pintu mobil untuk Bulan dan keduanya meninggalkan rumah mewah tersebut. Disepanjang jalan, pemuda itu terus menggenggam tangan Bulan dengan sebelah tangan kirinya karena tangan kanannya diperuntukkan menghandle stir.
Bulan sebenarnya gerah, tapi jika menolak sudah pasti akan merusak perjanjiannya dengan Pak Dewok.
Angkasa enggan melepas Bulan, sebab Ia takut jika perempuan yang dicintainya pergi lagi darinya. Sudah cukup Ia menderita selama ini karena tidak mampu jauh dari mendiang Sekar.
Tidak ada percakapan, keduanya hanya bertukar senyum sampai mereka berhenti disebuah restaurant ternama di kota X.
"Ayo turun...!" Angkasa terus memuja Bidadarinya.
"Makasih...." ungkap Bulan. Menyambut tangan Angkasa keluar, bahkan tangan Angkasa menahan kepala Bulan dari daun pintu khawatir jika kepalanya terbentur bagian atas mobil itu.
Bulan yang merasa spesial menatap lekat wajah Angkasa. Ia tidak menyangka jika Angkasa semanis itu pada istrinya Sekar. Seharusnya wanita itu yang berada disamping Angkasa, bukanlah dirinya yang jujur saja dibilang sangat beruntung.
Pasti Sekar sangat bahagia, bila Ia masih hidup dan berada disamping Angkasa
"Kok melamun?" Angkasa selalu saja mengagetkannya.
"Ha? nggak kok. Ayo masuk!" Bulan tidak boleh lengah dan dicurigai.
Pengunjung sangat ramai, mereka datang bertepatan dengan jam makan siang. Angkasa memilih tempat yang menurutnya nyaman dan menarik kan satu buah kursi untuk Bulan. Keduanya duduk saling berhadapan.
Seorang pelayan resto menghampiri mereka dan menyerahkan Buku menu pada keduanya.
"Selamat datang, Mas, Mbak. Hari ini restaurant kami sedang merayakan hari ulang tahun. Ada diskon separuh harga bagi para tamu yang mau makan," ujar pelayan bertubuh seksi bagai model dengan sopan. Semua pria memperhatikan lekuk tubuh mereka yang melengkung mengikuti postur tubuh tidak berlaku bagi Angkasa, melirik pun Ia tidak.
"Sayang, pesanlah yang banyak. Hari ini sangat spesial untuk kita!" Angkasa menunjukkan beberapa pilihannya dan menyerahkan kembali pada pelayan itu tapi Bulan belum selesai memilih Ia tidak tahu harus makan apa. Semua menu kebanyakan makanan ala jepang dan china.
"Sayang, belum ada yang cocok?" Angkasa bertanya lagi.
Bulan tidak merespon. "Mbak, tidak adakah makanan khas Indonesia disini?"
"Oh, ada. Ini menunya." Mbak pelayan itu menukar buku mereka. Ada tiga buah buku ukuran besar ditangannya.
"Oke, aku mau sate kambing dan sop ini beserta satu porsi nasi!"
"Oh oke. Baiklah silakan tunggu sebentar ya!" Pelayan itu menyambut buku dari Bulan dan pergi kearah meja Chef.
Musik romantis tiba-tiba berbunyi menemani para tamu menikmati makanan mereka. Banyak juga balon-balon udara berterbangan di langit-langit.
"Wah, indah sekali!" seru Bulan, penuh takjub.
Angkasa ikut bahagia. "Kita beruntung merayakan hari jadi di restaurant yang tepat, sayang," ucapnya.
Bulan mengangguk. Tidak sadar jika Ia hanya seorang istri pura-pura. Beberapa pasangan muda mudi terlihat naik pentas yang sudah disediakan sebagai lantai dansa yang sudah dihiasi seindah mungkin.
Angkasa jadi tertarik mengajak Bulan ikut serta. "Kita dansa?"
Bulan mengerjap-ngerjapkan bola matanya. Ajakan Angkasa benar-benar mustahil, Ia bahkan tidak pernah melakukan gerakan romantis tersebut seumur hidupnya.
"Haruskan kita ikut?" tanya Bulan balik.
"Kenapa tidak?" Angkasa berdiri dari duduknya dan berlutut mengulurkan tangan kearah Bulan.
Bulan sangat malu tapi orang sekitar mendukungnya.
"Ayo Mbak disambut, seru ni!" teriakan seseorang.
Bulan tersipu, wajahnya memerah dan berkeringat. Angkasa selalu saja membuatnya tak berkutik saat mereka berhadapan.
"Ayo...!" Angkasa mengerling nakal.
"Ayo Mbak kasihan pacarnya," ujar salah seorang lagi.
Keduanya tidak peduli atau grogi dan hanya tersenyum. Hiruk pikuk makin ramai saat akhirnya Bulan mengalah menyambut tangan Angkasa. Pemuda itu berhasil kembali membuat Bulan terpedaya.
Setelah di atas pentas, Bulan kikuk dia tidak tahu caranya untuk berdansa. Melihat sekitarnya, semua pria memegang pin_ggul wanitanya dengan jarak yang dekat membuat Bulan terperangai.
"Sayang...!" Angkasa bingung sendiri karena Bulan diam saja. Ia pun berinisiatif meletakkan tangan Bulan melingkar dipundaknya dan tanganya sendiri di pinggang Bulan seperti yang lainnya.
Bulan kesulitan bernafas, berdekatan saja sudah gugup apa lagi Angkasa malah menempelkan keningnya ke kening Bulan dan saling tatap menatap.
Angkasa memulai gerakan kekiri kekanan hingga tubuh Bulan ikut dengan sendirinya.
"Kau bahagia?" tanya Angkasa lirih.
Bulan terlalu kaku untuk menjawab Ia selain hanya dengan hanya mengembangkan senyum sebagai bentuk jawabannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
N⃟ʲᵃᵃ࿐DHE-DHE"OFF🎤🎧
cuit bgt,, lama lama bulan jatuh cinta x ya sm angkasa
2022-07-09
1
Rika Jhon
lama kelamaan nanti angkasa psti curiga karena sikap dan sifat nya bulan sgt jauh berbeda dgn sekar
2022-06-14
0
🦋⃟💎⃞⃟𝘼𝙇𝚏𝚒𝐞𝐞𝐫𝐚.༄㉿ᶻ⋆ ❤
semangat yee
2022-06-05
2