Pagi yang indah, menyambut sejuknya embun yang menyeruak memasuki pori-pori. Bak gayung bersambut, Bulan yang sudah bangun langsung disapa oleh Angkasa yang tengah menungguinya.
"Pagi, Sayang. Apa tidurmu nyenyak!"
Bulan mengamati wajah Angkasa, dimana wajah itu kini ada didekatnya. Menaburkan senyum kebahagiaan yang tidak pernah terlepas dari jiwanya.
Lama saling pandang-pandangan Angkasa yang pandai ada kesempatan besar bergerak menempelkan kedua bibir mereka sampai menyatu.
Bulan membelalakan mata, jantung nya sudah tidak singkron lagi. Bergetar hebat didalam sana hingga wajahnya memerah.
Angkasa tidak hanya sekedar mencium tapi menyapu bibir lembut nan basah milik Bulan kemudian melllu_mmmatnya dan menye___dddddotnya.
Oh, astaga
Bulan kesulitan bernafas, entahlah Ia sendiri bingung tidak bisa berbuat apa-apa kalau Angkasa sudah mulai memberi sentuhan di tubuhnya. Berucap saja terasa begitu kesulitan.
"Meski belum cuci muka rasanya manis," tukas Angkasa, tersenyum memandangi lagi wajah Bulan yang sudah seperti pakaian kusut.
"Mau lagi?" tanyanya, menggoda. Jika sampai Bulan mengangguk, Angkasa tidak akan melepaskannya. Bola mata Angkasa tertuju pada dua gundukan indah yang terpampang didepan matanya tertutup indah dibalik baju tidur yang Bulan kenakan.
"Boleh aku melakukan sedikit saja disini." Angkasa hendak memegangnya tapi Bulan replek menepis tangan Angkasa.
"Jangan!"
Angkasa menganga. "Kenapa? sebentar saja, boleh ya. Tolong Sayang, aku sudah menunggu lama untuk ini. Kapan sih Ha_iiidmu selesai?"
"Sebulan," jawab Bulan asal.
Angkasa mengerutkan dahi. Wajahnya berubah jadi ubi bakar. "Selama itu? masak sih, Sayang? Bisa-bisa Milikku jadi batu nanti kalau tidak segera dilepaskan." Angkasa manyun.
"I_ iya memang begitu. Gimana dong, sebab kamu menikahiku saat masih subur-suburnya," bohong Bulan lagi.
Mimik wajah Angkasa berubah sedih. "Baik lah jadi sudah berkurang berapa hari?"
"Hm?" Bulan bingung, Ia memutar bola matanya kekiri dan kekanan. Lalu mengangkat empat jarinya.
"Ha?" Angkasa kian kesal. "Baru segitu? ayolah Sayang aku tidak mungkin menunggumu sampai 26 hari lagi," mohon Angkasa.
"Ya, mau bagaimana lagi. Aku tidak bisa mempercepat waktunya," sahut Bulan. Ia sangat puas melihat Angkasa kecewa.
"Baiklah, biarkan aku melakukan apapun di bagian tubuhmu yang lainnya," ujarnya kemudian. Hendak kembali memegang phayhudhara Bulan.
"Hey, tunggu dulu." Bulan menahan lengannya.
"Kenapa lagi sih? masak nyentuh ini saja gak boleh?" Kesal Angkasa, Ia pun memaksa melepas tangan Bulan lalu merabanya.
Bulan semakin sesak, Ia tidak bisa lagi memberi alasan untuk Angkasa. Oh tidak , bagaimana ini?
"Hem? aku jadi penasaran dengan yang didalam. Bajunya lepas ya?" sambil memainkan tanganya diatas buah kenyal itu dan memberi pijitan relaksasi.
Bulan memejamkan matanya. Bingung harus apa sekarang. Sesekali mengamati pergerakan tangan Angkasa di daerah sensitifnya
Bulan tahu itu salah, tapi inilah resikonya jika Ia berani menyetujui syarat sebagai istri pura-pura, tentu saja Ia akan sering menemui hal semacam ini bahkan mungkin bisa lebih dari sekedar bayangannya dikemudian hari.
Bulan geli, sesekali menggelinjang. "Hentikan Sweety!" melasnya.
"Sebentar lagi," jawab Angkasa. Terus bergerilya menyentuh lebih lama dan lembut hingga leguukkkan muncul dari bibir Bulan.
"Oh, tidak. Tolong hentikan!" Bulan ingin menjauhkan tangan Angkasa namun Ia mempererat sentuhannya lewat baju tipis Bulan.
"Biarkan aku melihatnya." Angkasa memasukkan sebelah tangannya dari bawah baju Bulan dan gadis itu menggeleng.
Ini tidak boleh terjadi. Angkasa tidak boleh menyentuh langsung tubuhku. Ini gila, ini tidak benar.
Baru tersentuh sedikit saja, Bulan histeris.
"Aw, aduh. Perutku sakit." Memegangi tempat yang dimaksud hingga Angkasa panik dan menarik tangannya.
"Kenapa, Sayang. Dimana nya yang sakit?" Angkasa mengusap perut Bulan dan sangat khawatir.
"Disini tadi kayak tertusuk," tunjuknya pada bawah tulang dada sebelah kiri.
"Harus diapain jadinya? kita ke Dokter saja ya."
Bulan menghela nafas. "Tidak, sudah hilang," jawabnya kemudian takut juga sampai berurusan dengan Dokter langsung. Ia malas harus memikirkan jawaban yang bisa saja tidak masuk akal akan kepiawaian pertanyaan sang Dokter nanti.
"Beneran sudah sembuh?" Angkasa menekan sedikit bagian yang Bulan maksudkan.
"Iya, aman. Ya sudah aku mau mandi dulu." Bulan bangun secepatnya. Angkasa mengikuti langkah Bulan yang keluar dari kamarnya.
Angkasa benar-benar dibuat gila. "ya ampun dia lolos lagi, bagaimana caranya aku menaklukan istriku itu?"
...***********...
Pukul O7 pagi mereka semua telah siap di meja makan. Bulan melayani Angkasa layaknya istri. "Yang ini mau?" tanyanya pada tumis kangkung dan mendapat anggukan Angkasa. Satu porsi penuh dengan lauk ikan goreng sebagai teman.
Bulan meletakan piring Angkasa didepannya dan segera dilahap olehnya. "Makasih, Sayang."
Bulan tersenyum lalu duduk disampingnya.
"Angkasa kamu mau kemana hari ini?" tanya Pak Dewok. Pemuda itu telah rapi berbalut jas yang biasa dipakai untuk bekerja.
"Kekantor, Yah. Sudah lama aku tidak mengecek kesana," jawabnya jujur dan itu membawa kebahagiaan hati Pak Dewok. Sedikit demi sedikit Angkasa mulai menunjukkan perubahan kearah yang positif. Tidak lagi marah dan menghancurkan benda dirumah tanpa aral.
"Oke, Baiklah. AYah ada perlu sebentar jadi kemungkinan Ayah datang selepas Zhuhur atau mungkin sore."
"Tidak apa, Ayah. Biar Angkasa yang handle." Angkasa menoleh kearah Bulan yang tidak terlalu semangat untuk makan. "Sayang, kenapa makanmu sedikit sekali? sini biar aku yang suapi." Angkasa mengambil alih.
Bulan memandangi Bu Arumi dan Pak Dewok. Ia tidak enak jika menikmati perhatian Angkasa. Pak Dewok paham, Ia mengangguk samar kearah Bulan.
Dengan begitu Bulan menerima suapan dari tangan Angkasa tanpa beban lagi.
"Bagus, jangan bandel. Aku tidak mau kamu sampai sakit gara-gara tidak makan." Angkasa terus menyuapinya sampai nasi Bulan habis. " Oh iya, Sayang,. Jangan keluar tanpa izin ku ya!"
Bulan mengangguk kecil, hanya dengan itu semua segera usai dan tidak lagi menjadi pertanyaan Angkasa.
"Baiklah, Ayah, Ibu aku pergi dulu ya." Ia segera menyalami kedua orang tuanya itu. "Assalamualaikum!"
"Wa'allaikumsalam."
Bulan mengantar suaminya itu di depan pintu, satu kecupan mendarat lagi dikeningnya. "Baik-baik dirumah ya, jika perutmu sakit segera hubungi aku."
"Iya, baiklah. Aku akan baik-baik saja," jawab Bulan.
Angkasa melambaikan tangan lalu masuk kemobil meninggalkan Bulan yang masih terpaku.
Sekar pasti sangat bahagia, jika Ia masih hidup dan memiliki suami seperti Angkasa
"Bulan...!" panggil Pak Dewok.
"Iya, Om."
Pak Dewok menatap sayu wajah Bulan. Gadis itu sangat cantik dan imut. Sederhana tapi meneduhkan. Ia yakin Bulan mampu mengubah Angkasa lebih cepat dari dugaannya.
"Nak, maaf jika Om tidak bisa melindungimu dari kenakalan Angkasa. Kau baik-baik saja kan?" Pak Dewok mengira jika gadis itu sudah kehilangan kesuciannya.
Bulan menggeleng. "Aku tidak tahu harus apa? tapi tolong jangan putus pengobatan Fatan ya, Om. Aku tahu kemonya sangat mahal," ungkap Bulan. Kesedihan sangat nyata terlihat dimatanya.
"Jangan khawatirkan Fatan, Nak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Rika Jhon
kasih aja obat perangsang pasti goolll🤣🤣🤣
2022-06-14
1
Rhiedha Nasrowi
gak sekalian 40 hari aja biar jadi nifas 😁😁
2022-06-04
1
Indah Agung
masa angkasa g ngerti ttg masa haid si thot
2022-05-26
2