Hari ini adalah hari pertama Alana kerja. Jantungnya berdegup kencang saat sampai di gedung itu. Ia khawatir tak mampu bekerja dan membuat malu sahabatnya. Apalagi pemandangan dihalte tadi ketika menaiki ojok online, membuat mood-nya berantakan.
“Hei, tegang banget.” Tiba-tiba Bilqis menepuk pundak Alana dari belakang.
“Hah, Qis. Ngagetin aja sih,” ucap Alana menoleh dan memutar bola matanya malas saat dihadapannya adalah sang sahabat.
“Kenapa sih? Grogi?” tanya Bilqis.
Pagi ini, semua rasa ada di hati Alana. Kesal karena melihat Dewi dan suaminya berangkat bersama lagi. Takut tidak mampu bekerja dengan baik. Bahagia karena telah mendapat pekerjaan dan keluar dari zona nyaman.
“Hei, santai saja.” Bilqis menggenggam tangan Alana yang dingin. “Di sini orangnya baik-baik kok. Pas jam makan siang, aku akan ke ruanganmu dan nanti aku kenalin sama sekretaris senoir, namanya Mbak Mira. Orangnya baik banget. Aku dulu juga banyak belajar dari beliau. Pokoknya humble banget. Kamu bakal betah di sini, Al.”
Mereka berjalan beriringan menuju lift.
“Aku cuma takut berakhir seperti sekretaris-sekretaris Sir Alex sebelumnya.” Alana menoleh ke arah Bilqis dengan menaikkan jari telunjuk. “Hanya bertahan satu bulan.”
“Ck. Jangan pesimis dong! Optimis Al, Optimis!” jawab Bilqis.
Alana menarik nafasnya kasar sembari bergumam, “optimis, Al. positif thinking, Al.”
“Positif thinking?” tanya Bilqis. “Jangan bilang kalau kamu memergoki Mas Reno-mu jalan dengan asistennya lagi!”
Alana diam, hingga bunyi lift terdengar dan berhenti di lantai tempat Alana bekerja. Sedangkan Bilqis masih naik dua tingkat.
Pintu lift pun terbuka. Namun, Bilqis menarik lengan Alana karena pertanyaannya belum terjawab.
“Bener?” tanya Bilqis lagi.
Alana hanya mengangguk malas.
“Kamu harus cerita.”
Alana menggeleng. “Udah ah, Qis. Ga usah dibahas. Ini hari pertama aku kerja. Aku ga mau moodku rusak dan kerjaku jadi ga bener.”
Alana kluar dari lift dan menghadap ke arah Bilqis. “Daah … Met kerja ya. Makasih buat semuanya.”
Kini, Bilqis yang menarik nafasnya. Ia tak tahu harus bicara apa, baginya Alana terlalu baik. “Oke. Semangat.” Ia menaikkan tangannya ke atas untuk memberi semangat pada sahabatnya.
****
Alana bekerja sesuai arahan Mba Mira. Ternyata Alexander, bos Alana yang biasa dipanggil Sir Alex meminta HRD untuk mendampingi Alana dengan sekretaris senior selama satu minggu ke depan dan ia menunjuk Mira, ibu dua anak yang sudah mangabdi di perusahaan ini sejak usianya masih dua puluhan. Mira mengajarkan Alana sesuai denan deskripsi kerja yang sudah diinformasikan oleh HRD saat Alana menandatangani kontrak pagi tadi.
Alana meninggalkan ponselnya di laci meja kerja. Dari pagi hingg siang menjelang, ia tak memegang benda pintar itu. Bahkan ia juga tak menanyakan kabar suaminya sama sekali. Biasanya sebelum jam makan siang, Alana sudah menelepon sang suami untuk mengingatkan makan.
“Huft … Akhirnya selesai juga.” Alana bergegas mengangkat tumpukan dokumen yang sudah ia susun berdasarkan tanggal itu menuju ruangan sang bos.
Ceklek
Alana membuka pintu ruangan Alex dengan hati-hati. Ia menjepit gunungan kertas itu dengan dagunya, agar tidak jatuh.
Alex tersenyum melihat Alana yang kesusahan. Namun, beberapa detik kemudian, senyum itu kembali menjadi datar setelah Alana meletakkan kertas-kertas itu di atas mejanya.
“Sir, berkas-berkas ini sudah sesuai tanggal,” ucap Alana.
“Good,” jawab Alex tanpa menoleh ke arah Alana. Arah matanya masih menghadap layar laptop dengan jari yang bergerak di atas scroll mouse. “Lanjutkan pekerjaanmu yang lain.”
“Baik, Sir.” Alana mengangguk. Ia tampak semangat dan tak memikirkan apa pun selain pekerjaan.
Lalu, Alana pamit keluar dari ruangan itu. “Saya permisi, Sir.”
Alex mengangguk. Sesampainya Alana di pintu. Alex menegakkan tubuhnya dan bersandar pada dinding kursi kebesarannya itu.
“Makan siang dulu, sebelum melanjutkan pekerjaanmu,” ucap Alex, membuat Alana langsung menoleh ke sumber suara itu.
Alana tersenyum manis. Seketika, Alex memandang lama wajah itu.
“Terima kasih, Sir.” Alana kembali mengangguk hormat dan hendak meninggalkan ruangan. Ia juga kembali tersenyum manis pada Alex saat menutup kembali pintu ruangan itu.
Alex ikut tersenyum. “Nice.” Kemudian, ia kembali melanjutkan pekerjaan.
Alex tahu status Alana yang sudah menikah. Ia tipe pria yang sulit jatuh cinta. Ia juga bukan pria yang suka merebut milik orang lain. Ia menerima Alana hanya karena melihat putrinya yang tidak bisa dekat dengan orang lain itu dengan mudah dekat dengan Alana saat menyeberang jalan. Tidak ada rasa suka, tidak juga mengagumi, hanya ingin tahu lebih dalam tentang wanita itu, wanita yang telah mengambil perhatian putrinya. Itu saja.
Alex masih sangat mencintai mendiang almarhumah sang istri yang pergi karena sebuah penyakit langka sejak tiga tahun silam. Tepatnya saat Aurel, putri mereka satu-satunya itu berusia satu tahun. Sejak kecil ia cukup direpotkan oleh pengasuh Aurel yang sering bergonta ganti. Dan pengasuh yang bersama Aurel saat menyeberang jalan dan bertemu Alana itu adalah pengasuh yang ke lima belas.
Visual Sir Alex dan putrinya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Dwi Hartati
ada yang terpesona nih
2023-10-16
1
Siti Mas Ulah Ulah
aku bacax crita alex dan bilkis dulu ,baru baca ini,kebalik ya???🙃
2023-02-20
0
Dama Yanti
wahhh sir alex cakepnya gak kaleng2...
2022-09-06
0