Selesai bercinta, kedua mata Alana tetap terjaga. Berbeda dengan Reno, pria itu langsung terlelap dipelukan sang istri. Kelelahan Reno bertambah berkali lipat setelah melakukan aktifitas panas yang menggairahkan itu. Gelora keduanya tersalurkan, setelah lebih dari satu minggu selalu ada saja kejadian yang membuat mereka bertengkar atau berselisih faham.
Alana mengusap lembut surai hitam milik Reno. Kepala Reno pun tepat berada di belahan dada Alana yang polos setelah bercinta tadi. Terlepas dari masalah-masalah kecil yang silih berganti menghampiri, Alana tetap mencintai suaminya dan begitu sebaliknya. Hanya saja terkadang egois dan keinginan untuk dimengerti pasangan menjadi jalan terbuka lebar konflik itu membesar.
Dret … Dret … Dret …
Ponsel Alana berdering. Ia menoleh ke arah nakas yang tak jauh dari tempatnya berbaring. Perlahan, Alana membaringkan kepala Reno di atas bantal. Lalu, ia menggeser tubuhnya ke arah nakas sembari mengapit selimut tebal itu pada kedua ketiaknya.
“Bilqis,” gumam Alana saat melihat nama yang tertera pada ponselnya.
“Iya, Qis.” Alana mengangkat panggilan itu dengan suara berat.
“Sore, sore tidur. Pamali. Mau maghrib,” ujar Bilqis.
Alana melihat jam dinding. “Maghrib masih satu jam lagi.”
“Dasar males. Mentang-mentang lagi sendirian.”
“Mas Reno udah pulang sih,” sahut Alana.
“Hmm … pantes. Langsung digempur ya?” tanya Bilqis meledek.
“Kasih tahu ngga ya? Jangan kasih tahu deh! Nanti kamu ngiri. Belum ada lawannya soalnya, jadi aku ga mungkin cerita tentang ML kan?” Alana tertawa.
“Dasar.” Bilqis di sana merengutkan bibir. “Kalo lagi berantem aja nangis-nangis.”
Alana masih tertawa. “Abis disogok sama anting berlian.”
“Terus, langsung luluh? Payah.” Terkadang Bilqis memang suka jadi provokator.
“Ya, abis gimana. Masa aku tolak kalau dia lagi mau. Dari pada dia minta sama orang lain, mending aku layanin dong. Iya kan?”
“Hehehehe … iya juga sih.” Bilqis nyengir. “Oh iya, Al. udah liat email sama wa belum?”
“Belum,” jawab Bilqis menggeleng.
“Hmm … pantes ga ada respon.”
“Emang ada apa?” tanya Alana bingung.
“Aku aja udah tau informasi itu. Kamu yang bersangkutan malah belum tau.”
“Apaan sih, Qis?” tanya Alana lagi.
“Kamu diterima jadi sekretaris CEO, Al.”
“Aaa …” Alana langsung berteriak. Namun, ia menoleh ke arah Reno yang menggeliat. Spontan, Alana pun menutup mulutnya. "Serius, Qis?”
“Seribu rius malah, Al.”
“Bilqis, aku seneng banget,” ucap Alana senang. “Aku kira, aku ga bakal diterima. Abis tadi interview-nya sebentar banget.”
“Yang lama belum tentu mengesankan, Al. Justru yang sebentar terasa berkesan,” jawab Bilqis.
“Halah, sok puitis.”
Bilqis pun tertawa. “Ya udah, See you tomorrow, Al. Akhirnya, kita satu kantor. Aku seneng banget.”
“Aku juga seneng banget, Qis. Makasih ya.”
“Iya, Al.”
Setelah berbincang sejenak, Bilqis memutuskan sambungan telepon itu. Senyum Alana masih mengembang. Ia tak menyangka, akhirnya ia kerja di kantoran. Akhirnya, ia bisa mengimplemetasikan ilmu yang ia pelajari dikampus dulu. Sudah lama, Alana ingin merasakan dunia kerja, tapi Reno selalu mencegah. Dan, kini ia bisa merasakan itu.
****
Pagi ini, Alana bangun dengan semangat. Tak lupa ia memasak untuk sarapan dan bekal makan siang suaminya. Usai memasak ia langsung membersihkan diri dan memakai pakaian kerja. Kemudian, ia kembali ke dapur untuk menyiapkan dua bekal sekaligus, bekal untuk Reno dan dirinya sendiri.
Di saat Alana kembali ke dapur, Reno pun bangun dan membersihkan diri, lalu memakai pakaian yang sudah di siapkan Alana sebelum meninggalkan kamar itu. Setelah rapi, Reno keluar dari kamar menuju dapur sembari membawa dasinya. Setiap pagi, Reno memang selalu seperti ini.
“Loh, kamu rapi sekali?” tanya Reno terkejut ketika melihat sang istri lengkap dengan kemeja dan rok sepan selutut berwarna coklat.
“Eh, Mas.” Alana menoleh ke arah suaminya. “Aku diterima kerja, Mas. Dan, hari ini sudah mulai ke kantor.”
Reno mengernyitkan dahi. “Bukannya kemarin kamu baru diinterview? Sudah langsung kerja?”
“Iya, soalnya dia membutuhkan sekeretaris segera.”
Alana mengambil dasi yang dipegang Reno. Lalu melilitkan di leher Reno dan memasangnya hingga terpasang sempurna.
“Apa bosmu laki-laki?” tanya Reno lagi.
Alana mengangguk. “Ya. Tapi jangan khawatir, dia sudah menikah. Aku lihat cincin di jari manisnya.”
Reno mengangguk.
“Kata Bilqis, bos ku juga sudah punya anak," ucap Alana lagi.
“Oh, baguslah kalau begitu.”
“Kamu mengizinkan kan?” tanya Alana.
Reno kembali mengangguk.”Ya, kamu memang harus tahu dunia kerja, jadi ngga curigaan terus sama Mas.”
Alana nyengir. “iya, Mas.”
Reno pun tersenyum dan mengacak-acak rambut istrinya, lalu pergi setelah dasi itu terpasang sempurna.
“Mas,” teriak Alana kesal. “Rambutku berantakan nih.”
“Biarin, tinggal di sisir lagi,” jawab Reno tertawa sembari menolehkan kepalanya ke belakang dan memasukkan satu tangannya berjalan menuju meja makan.
“Dasar nyebelin!” gumam Alana sambil merapikan rambutnya dengan jari.
Tak lama kemudian, Alana duduk di samping suaminya. Mereka menikmati sarapan pagi bersama. Di sela aktifitas itu, Reno pun menanyakan alamat serta bidang yang bergerak di perusahaan tempat Alana bekerja.
“Perusahaannya elite kan, Mas?” tanya Alana.
“Sepertinya, Mas pernah dengar nama perusahaan itu,” jawab Reno.
Nama perusahaan yang Alana sebut, memang tidak asing ditelinga Reno. Mungkin perusahannya pernah bermitra, tapi ia pun lupa.
Setelah sarapan, keduanya bergegas untuk keluar rumah. Reno kembali melihat ponselnya yang baru saja terdengar suara notifikasi.
“Sayang, kira-kira Mas keburu ga ya kalau antar kamu dulu. Soalnya letak pertemuan Mas sama klien beda sama lokasi kerja kamu,” ucap Reno.
“Ya udah, aku naik ojek online aja, Mas. Gih sana! Mas jalan duluan.”
Reno masih berdiri di depan Alana. Ia enggan meninggalkan istrinya sendiri dan membiarkan sang istri diantar oleh orang lain. Ia kembali melirk jam di tangan kanannya.
“Udah sana jalan! Aku ga apa-apa kok,” kata Alana.
“Beneran kamu ga apa-apa?” tanya Reno meyakinkan dirinya dan Alana.
Alana mengangguk. "Bener, Mas.”
“Ya udah kalau begitu.” Reno segera berjalan ke arah mobilnya.
Namun, baru saja Reno membuka pintu kemudi, kemudian ia menutupnya kembali. Reno berlari ke arah Alana yang masih berdiri di teras dan memainkan ponselnya untuk memesan ojek online.
“Al, aku antar kamu aja dulu yuk! Biar nanti aku kabari Dewi untuk sampai lebih dulu di TKP dan mewakili aku sementara, sebelum aku datang,” kata Reno.
“Ih … jangan, Mas! Itu namanya ga profesional,” jawab Alana yang kemudian mendorong lagi tubuh suaminya untuk menaiki mobil. “Udah sana!”
Reno menarik nafasnya. “Baiklah, tapi kamu hati-hati dan beri aku kabar kalau sudah sampai kantor.”
“Siap.” Alana nyengir dan meletakkan kelima jari yang berjejer itu tepat di dahinya.
Alana melambaikan tangan saat mobil Reno berangur pergi. Lima menit setelah itu, ojek online yang Alana pesan pun datang. Sebelum pergi, Alana tak lupa mengunci semua pintu rumahnya. Lalu, ia menaiki ojek online berupa sepeda motor supaya lebih cepat.
Arah mata Alana mengedar saat diperjalanan. Ia melewati beberapa halte hingga matanya tertuju pada mobil Reno yang berhenti di halte itu. Terlihat Dewi menunggu dan menaiki mobil itu. Halte yang sama yang pernah Reno jemput saat hendak mengantarkan Alana terlebih dahulu ke rumah neneknya. Kebetulan halte itu memang tidak jauh dari rumah Reno. Dan, kebetulan kontrakan Dewi pun tak jauh dari halte itu.
Alana menggelengkan kepalanya. “Positif thinking Alana. Mereka berangkat bersama karena memang akan menemui klien.”
Alana terus bergumam dan meyakinkan diri bahwa suaminya tidak akan macam-macam. Ia percaya akan cinta Reno. Cinta yang sudah Reno berikan sejak ia masih kecil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
RATNA RACHMAN
mantap..
2022-09-03
0
DPuspita
Kok aq deg2an ya setiap membaca chapternya. H2c, chapter mana awal perselingkuhan mereka 🤭
2022-09-02
1
Jupilin Kaitang
biar cinta dari rahim sekali pun akan goya bila ada disamping sepanjang hari memanasi-manis apa lagi perempuan punye hati dari dulu
2022-08-25
1