Tut … Tut … Tut …
Alana menelepon suaminya, karena sejak siang Reno tidak memberi kabar. Beberapa kali di telepon pun, Reno tak menjawab panggilan itu. Semakin hari, Reno memang semakin sibuk dan hanya memiliki sedikit waktu untuk istrinya.
Sudah satu bulan, Alana meminta pekerjaan pada Bilqis, tapi sepertinya perusahaan tempat Bilqis bekerja belum ada tanda-tanda merekrut karyawan baru.
Alana menghelakan nafasnya kasar. Lagi-lagi teleponnya tak diangkat. Ia kembali mendial nomor telepon itu.
Tut … Tut … Tut …
Alana terus bersabar. Berharap kali ini, Reno mengangkat teleponnya.
“Halo.” Akhirnya, suara di seberang sana terdengar.
“Ya ampun, Mas. Kemana aja sih? Ditelepon ga diangkat-angkat. Dari siang aku neleponin kamu.”
Di sana, Reno memutar bolanya malas. Hari ini ia begitu banyak trouble di kantor, tapi malah mendengar suara Alana yang melengking karena teleponnya yang tak kunjung diangkat. Sejak duduk di kursi ini pagi tadi, Reno sudah disuguhkan oleh beberapa masalah. Dan, sejak itu pula ia memimpin rapat untuk koordinasi. Reno melupakan sejenak benda elektronik yang sengaja ia tinggalkan di laci meja kerjanya saat rapat berlangsung.
Kali ini ia ingin dimengerti.
“Mas lagi banyak kerjaan, Al. jadi sedari tadi memang tidak memegang handphone,” jawab Reno.
“Lagi banyak kerjaan. Apa lagi keluar sama Mba Dewi?” tanya Alana ketus.
Sejak melihat kedekatan Reno dan Dewi di restoran kala itu, sikap Alana pada Dewi tak lagi seramah sebelumnya. Dan, karena hal itu pula, pasangan suami istri yang dulunya romantis itu kini sering bertengkar. Reno meminta Alana untuk tidak bersikap seperti itu pada asistennya. Ia ingin Alana dewasa karena antara ia dan Dewi memang tidak ada hubungan apa pun selain pekerjaan. Dan, itu memang benar. Namun, Alana tidak mudah lagi percaya.
“Jangan mulai, Al! Mas tuh capek. Pusing tahu ngga!” kata Reno yang membalas dengan nada ketus juga.
“Aku tuh khawatir sama Mas. Dikhawatirin malah begitu,” sahut Alana.
“Udah Al. Mas malas berdebat.”
Reno langsung memutuskan panggilan telepon itu. Alana mengernyitkan dahi sembari menatap ponselnya yang tidak tersambung lagi pada Reno. Lalu, Alana kembali mendial nomor itu.
Reno melihat ponselnya yang kembali berdering dengan nama istrinya di sana. Namun, ia mengabaikan telepon itu, ia tidak suka dengan sikap Alana yang selalu mencurigainya. Padahal selama ini ia berusaha menjadi suami setia.
Di rumah, Alana tampak gelisah. Ia terus memandangi jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh. Namun, Reno belum juga pulang.
Alana kembali mengambil ponselnya. Ia kembali menelepon sang suami. Hari ini entah sudah berapa banyak Alana menelepon Reno, mungkin lebih dari lima belas kali.
“Apa, Al?” Reno mengangkat telepon itu dengan nada seperti terakhir mereka berkomunikasi.
“Mas kamu dimana?” Alana balik bertanya dengan nada lembut.
Namun, Reno mengartikan pertanyaan ini seolah sebuah intimidasi dan menganggapnya tengah bersenang-senang, padahal saat ini ia sedang menemani bos besarnya untuk bertemu dengan klien besar perusahaan itu.
“Bisa ngga sih Al, ga seperti anak kecil. Aku sedang bekerja, mencari uang untukmu dan membangun masa depan kita. Kamu ga perlu curiga atau khawatir aku pulang malam dengan Dewi. Aku sedang menemani bosku malam ini.”
Tut
Tiba-tiba Reno mematikan ponsel itu. Padahal Alana benar-benar khawatir terhadap suaminya. Ia merasa bersalah karena saat terakhir berkomunikasi, suara Reno pun sudah menyiratkan kelelahan, Alana pun berpikir dan merasa bersalah. Ia telah berburuk sangka terhadap suaminya. Oleh karena itu ia merubah sikap dan bertanya dengan lembut. Namun, Reno yang kini berburuk sangka pada istrinya.
Sudut mata Alana mulai menggenang. Ia memang wanita cengeng yang mudah menangis di kala sendiri. Tetapi saat di depan orang lain, ia bisa tegar seolah-olah dirinya selalu bahagia. Alana yang sedang duduk di ruang televisi, memandang foto pernikahan mereka. ia tersenyum. Benar kata neneknya, menikah itu tidak mudah, pasti akan banyak cobaan nantinya. Dulu, Alana tidak pernah berpikir akan ada hal seperti ini, karena sejak pacaran keduanya praktis tidak pernah bertengkar. Reno selalu berusaha mengerti kondisi dirinya.
“Kamu mulai berubah, Mas,” gumam Alana dalam hati sembari menatap foto itu.
Setalh waktu menunjukkan hampir jam dua belas malam, Reno pulang. Suara mobilnya terdengar saat memasuki pekarangan rumah minimalis itu. Namun, Alana tidak mendengar kedatangan sang suami. Ia sudah terlanjur terlelap di sofa ruang televisi.
Reno melihat lampu yang menyala dari luar saat kakinya hendak memasuki rumah itu. Ia tahu Alana sedang menunggunya. Setelah memasuki rumah, ia melihat Alana meringkuk di atas sofa itu. Reno menarik nafasnya kasar. Sesaat ia tercekat oleh perkataannya yang ketus itu ketika terakhir berkomunikasi. Bahkan, ia memutuskan telepon sebelum memberi waktu Alana untuk bicara.
Perlahan Reno mendekati istrinya yang terbaring di atas sofa itu. Ia melihat wajah Alana yang cantik walau tanpa make up. Ia memandang wajah itu lama. Entah mengapa rasanya pada Alana tidak semenggebu dulu. Entah apa yang terjadi? Ia pun mencoba mencari tahu. Apa ini semua karena sikap Alana yang terlalu cemburuan. Padahal dulu, Alana tidak seperti ini. Atau keposesifan Alana yang membuatnya sulit bergerak. Padahal, itu semua terjadi karena Alana sangat mencintainya.
“Maafkan, Mas. Al. tidak tahu mengapa akhir-akhir ini Mas mudah marah padamu,” kata Reno sembari mengelus rambut istrinya lembut.
Alana yang pulas pun tidak terbangun sama sekali. Lalu, Reno menggendong sang istri dan memindahkannya ke kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Yuliana Purnomo
yg satu setengah gak percaya sama suami,,yg satu lagi gak suka dicemburui,,klop wes,, akhir nya komunikasi GK nyambung
2024-01-22
0
Ira
alana juga sih....mas reno itu sibuk bngtt...tp alana sll mengganggunya. nanti lama lama mas reno bosen dengan alana..karna sikap alana..
🥲gara gara bilqis nih yg ngompor mgporin alana🤭😀 mas reno jd nyaman kn sm dewi...gegara sikap alana sendiri....
2022-11-21
0
RATNA RACHMAN
perlu hanimun deh kayaknya
2022-09-03
1