Satu tahun berlalu, Alana dan Reno begitu menikmati rumah tangga ini. Setiap pagi, Reno selalu disuguhkan oleh senyum manis sang istri. Senyum yang membuatnya kembali mengutarakan cinta, walau semula Alana menolak dengan alasan masih kecil. Namun terkadang, saat Reno membuka mata, Alana sudah tidak ada di sampingnya. Pemilik senyum manis yang membuatnya terpesona sejak pandangan pertama itu pasti sedang berada di dapur.
Alana bukan hanya pintar di ranjang, tapi juga di dapur. Reno merasa selalu terpuaskan dalam dua hal itu.
Reno bangkit dari ranjang untuk mencari keberadaan istrinya. Ia tersenyum melihat punggung yang sedang berkutat dengan alat masak. Kemudian, Reno mendekat dan memeluk tubuh itu dari belakang. Ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Alana dan menaruh dagunya di atas bahu itu. Hampir setiap terbangun, Reno melakukam hal yang sama.
Alana tersenyum dan mengelus rambut sang suami. “Ngga langsung mandi? Air hangatnya sudah aku siapkan.”
Reno menggeleng. “Mau peluk kamu dulu.”
Alana tertawa. “Semalam bukannya sudah dipeluk terus.”
Reno pun ikut tertawa. Pasalnya semalam, Reno bukan hanya memeluk tubuh itu saja, melainkan menggunakannya dengan durasi yang panjang dan sangat memuaskan.
Alana mematikan tungku, lalu membalikkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Reno tanpa jarak.
“Mas, aku kan sudah lulus. Boleh ga aku kerja?” tanya Alana hati-hati.
“Memang uang yang Mas kasih kurang?” Reno balik bertanya.
Alana menggeleng. “Tidak. Bukan begitu.”
“Lalu?” Reno menatap kedua bola mata indah itu.
“Kalau Mas kerja, aku di rumah kesepian.”
“Katanya ingin cepat dapat momongan. Kalau kamu kerja, nanti malah kecapean dan semakin lama keinginan itu terwujud.”
Alana diam. Ia berpikir dan mencerna perkataan sang suami.
Reno melihat ekspresi murung sang istri. Sebenarnya, ia juga bukan pria yang posesif dan mengekang istrinya. Hanya saja, ia terlalu mencintai sang istri dan tidak ingin istrinya kelelahan.
Reno kembali memeluk sang istri. “Aku tidak ingin mengekangmu, Sayang. Tapi, istirahatlah dulu. Kemarin-kemarin kamu sudah disibukkan dengan tugas akhir. Katamu itu sangat melelahkan.”
Alana mengangguk. “Iya, sih.”
“Ya sudah. Istirahat saja dulu di rumah.”
Alana tersenyum dan mengangguk. Lalu, ia kembali berkata, “tapi nanti tidak apa ya kalau aku sering nelepon kamu buat ngilangin kebosanan dan rasa takut aku.”
Reno tersenyum dan mengangguk. “Iya, Sayang.” Ia tahu betul bahwa istrinya dalah seorang yang penakut.
Alana nyengir. “Ya udah sana mandi.”
“Iya,” ucap Reno hendak kembali menuju kamar dan menggunakan kamar mandi yang ada di dalam kamar itu.
Namun sebelum berlalu, Reno mengecup kening Alana. Sikap Reno memang tidak pernah berubah. Alana selalu diperlakukan bak ratu. Sejak pacaran, hingga setelah menikah pun sikapnya tetap sama. Pria itu selalu mendahulukan kepentingan istrinya. Bahkan ia di cap sebagai ISTI (Ikatan Pria Takut Istri). Di kantor, Reno sering menjadi bully-an teman-temannya karena cap itu. Saat ini, Reno memang tidak pernah mempermasalahkan hal itu dan ia menganggap ledekan itu sebagai angin lalu. Namun seiring berjalan waktu, entah akan mempengaruhi dirinya atau tidak?
****
Dret … Dret … Dret …
Alana yang bosan dan takut berada di rumah sendirian pun, menelepon sang suami. Sehari, Alana bisa menelepon suaminya sebanyak tiga kali atau lebih.
“Halo.”
“Mas, kok lama banget sih angkat teleponnya,” rengek Alana.
“Mas lagi meeting, Sayang.”
“Ciye …” sorak teman-teman Reno sejawatnya yang mendengar Reno tengah bertelepon dengan istrinya.
“Itu teman-temanmu, Mas?” tanya Alan yang juga mendengar suara riuh itu.
“Iya. Mas lagi ada di ruang rapat bersama mereka.”
“Ya udah deh. Maaf aku ganggu. Mas, lanjut lagi kerjanya. Semangat ya!” kata Alana.
“Iya, Sayang.”
Reno menutup panggilan telepon itu dan kembali melanjutkan rapat bersama teman-teman satu timnya di kantor. Saat ini, Reno ditugaskan menjadi koordinator tim di salah satu project besar yang abru saja dimenangkan perusahaannya. Alana pun mengenal teman-teman kantor Reno. Sejak masih berstatus pacaran, Alana pernah beberapa kali di ajak ke kantor Reno dan berkenalan dengan beberapa teman timnya di sana.
****
“Ren, Mbak Sisil cantik banget ya,” ucap Jefri, teman kantor Reno yang paling dekat sekaligus teman yang biasa diajak untuk bernegosiasai dengan klien.
Kini, Reno dan Jefri tengah menikmati makan siang di kantin.
“Cantikan juga istriku,” jawab Reno sembari mengaduk makanan di depannya.
“Iya, sih. Istri lu emang cantik. Tapi, Mbak Sisil bohay banget. Ren. Konon menurut kabar beredar, doi juga baru bercerai. Janda, Bro.”
Reno tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. “Dasar biang gosip.”
Jefri pun tertawa. “Ah, lu terlalu lurus, Ren. Susah diajak beloknya.”
“Itu pujian atau penghinaan?” tanyanya sembari menatap teman dekatnya itu. Teman satu perjuangan ketika sama-sama memulai karir di kantor ini.
“Dua-duanya maybe,” jawab Jefri sembari mengangkat bahunya.
“Si*l.” Reno melempar kepalan tisu ke arah Jefri dan Jefri pun tertawa.
Reno pun ikut tertawa. Tidak pernah terbesit di otaknya untuk menduakan Alana. Alana adalah wanita sempurna yang sudah ia miliki. Dan, Reno pun cukup dengan itu. Hanya saja memang godaan di kantor sering kali menerpa. Mengingat, Reno memiliki ketampanan dan kecerdasan yang membuat kaum hawa mengaguminya. Di tambah, sikapnya yang lurus dan bersahaja, membuat para wanita semakin ingin memiliki suami idaman seperti itu.
Hingga satu tahun kemudian, Reno kembali memegang project besar. Namun, kali ini ia bukan lagi menjadi koordinator tim, melainkan langsung sebagai manager operasional.
Reno diberi keleluasaan kekuasaan dan berhak memiliki asisten. Namun, ia masih menolak itu dengan alasan mampu menghandel semua pekerjaannya sendiri.
“Ren, lu tuh butuh asisten. Semua manager punya asisten kok,” ucap Jefri yang kini menjadi koordinator tim sebagai pengganti Reno.
“Ya, tapi asisten ajuan si bos ga ada yang laki-laki.”
Jefri tertawa. “Lu takut sama Alana?”
“Bukan gitu. Alana sih orangnya ga cemburuan. Cuma aku emang jaga jarak aja sama lawan jenis.”
Jefri kembali menggeleng. Sudah lebih dari empat tahun, ia berteman dekat dengan Reno. Bahkan sejak Reno masih berstatus lajang. Dan, tidak pernah sekalipun ia melihat Reno macam-macam. Sejak kecil, Reno memang tidak pernah dekat dengan lawan jenis kecuali Alana. Namun, ia pernah mengagumi temannya saat SMA, tepatnya saat Alana menolak cintanya kala itu. Wanita yang Reno kagumi justru berbanding terbalik dengan Alana. Wajahnya biasa, tidak secantik Alana, tapi wanita itu pintar dan dewasa. Berbicara dengan wanita itu pasti akan terhipnotis dengan kata-kata bijaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
ibeth wati
justru yg lurus gini bahaya saat ada tikungan susah puter blk apalagi klo dah kesentil rasa kasian bukan rasa cinta ya bisa aja belok Krn wanita enggoda itu byk jln menuju JD pelakor😆😆
2024-04-07
2
CicHa 🌴
kadang yang lurus2 itu yang sekalinya belok keblabasan..
lain dah dengan yang dah srg ngalor ngidul istilahnya,dah ga da rasa penasaran ini itu🤭🤭🤭🤭
2022-11-29
1
CicHa 🌴
omongan org luar pst ad saatnya memberi pengaruh juga
2022-11-29
2