Dret … Dret … Dret …
Ponsel Alana berdering. Dengan cepat, Alana langsung meraih ponsel itu.
“Halo, Qis.”
“Al, aku udah otw ya.”
“Oke, aku juga mau otw. Jadinya di mall xxx nih?” tanya Alana.
“Ya, disitu aja deh. Ga jauh juga dari kantorku,” jawab Bilqis.
“Oke, aku otw ke sana.”
“Siip,” jawab Bilqis mengakhiri percakapan itu.
Alana siap untuk berangkat. Ia tampak cantik menggunakan dres hitam polos dengan sedikit coak pada kedua lengannya. Alana memang tidak pernah berdandan berlebihan. Ia hanya mengoleskan sedikit powder foundation di wajahnya dan lipstik merah muda. Ia jarang menggunaka eyeliner atau maskara, dan juga pensil alis, karena dibagian itu sudah tampak sempurna sejak lahir.
“Oh iya,” gumam Alana saat ia hendak meninggalkan rumah. Ia lupa untuk mengambil syal.
Kemudian, Alana kembali lagi ke kamarnya dan mengambil kain tipis itu. Kain tipis berwarna hitam dengan motif kembang-kembang itu semakin cantik melilit lehernya untuk menutupi ulah Reno semalam dan tadi pagi.
Alana pun bergegas keluar rumah hingga taksi online yang ia pesan pun datang. Ia menaiki taksi itu menuju pusat perbelanjaan yang ia sepakati dengan sahabatnya. Tak lupa, Alana membawa sesuatu untuk sahabatnya itu. Sudah lama, Alana membelikan kado ualng tahun untuk Bilis. Namun, keduanya tidak sempat bertemu. Ada saja waktu yang tidak bisa. Jika Bilqis bisa, Alana yang tidak bisa, begitu pun sebaliknya. Tetapi saat dadakan seperti ini, justru mereka malah bisa bertemu.
“Alana …” teriak Bilqis dari kejauhan. Wanita itu berjalan cepat mengahampiri sahabatnya.
“Bilqis …” Alana pun menyambut kedatangan sahabatnya. Ia memang datang lebih dulu dari Bilqis.
Mereka pun saling berpelukan.
“Al, aku kangen banget tau,” ucap Bilqis.
“Sama, aku juga,” sahut Alana.
Mereka masih berpelukan hingga beberapa detik kemudian terlerai.
“Eh, iya. Ada sesuatu buat kamu.” Alana memberikan paper bag itu pada Bilqis.
“Dih, apa nih?” tanya Bilqis terkejut.
“Ada deh. Bukanya di rumah aja ya. Pokoknya jangan lihat harganya!”
“Ya ampun, Al. ulang tahunku tuh udah lama lewat kali,” ujar Bilqis.
“Ya, abis kita baru ketemu sekarang. Padahal aku beli ini tuh pas kamu ulang tahun. Bener deh.”
“Ck. Kamu tuh emang perhatian banget. Baiiik …. Banget. Beruntunglah Mas Reno tuh,” kata Bilqis memuji.
Alana tersenyum. “Masa sih?”
“Iya lah. Udah cantik, baik, nurut lagi. Pantesan Mas Reno-mu ga bisa ke lain hati,” ledek Bilqis.
Alana tertawa. “Halah bisa aja.”
“Makan yuk!” ajak Bilqis.
“Yuk! Aku juga udah laper pengen di traktir.”
Bilqis tertawa dan mereka berjalan beriringan menuju sebuah restoran jepang dengan konsep makan sepuasnya.
“Makan disini aja ya, Al. aku lagi pengen makan banyak nih.”
Alana mengangguk. “Aku sih terserah yang nraktir.”
Bilqis pun tertawa.
Mereka memasuki restoran yang cukup besar. Mungkin restoran ini paling luas dari restoran-restoran yang ada di dalam gedung ini.
“Ambil makanannya dulu yuk!” ajak Bilqis.
Alana mengikuti. Mereka berdiri di meja panjang yang menyajikan banyak makanan. Mereka pun dapat mengambil makanan itu sepuasnya.
Arah mata Bilqis iseng melihat ke seluruh sudut ruangan luas ini sembari menunggu Alana yang sedang mengambil makanan. Kemudian, ia menangkap sosok yang sangat ia kenal.
“Al, itu bukannya Mas Reno ya?” tanya Bilqis pada Alana.
Alana yang semula membungkuk untuk mengambil makanan pun langsung berdiri tegap. “Mana?” tanyanya.
“Itu! Di meja pojok paling belakang. Jauh banget sih. Tapi aku yakin itu Mas Reno.”
Alana mencari apa yang sedang Bilqis lihat. Ia mengikuti mata dan jari Bilqis yang menunjuk letak suaminya berada.
“Eh iya. Itu Mas Reno,” jawab Alana senang.
“Mas Reno sama siapa? Itu cewek siapa?” tanya Bilqis bingung. Pasalnya ia tak pernah melihat suami sahabatnya bersama wanita lain.
“Oh, itu Mbak Dewi, asistennya.” Alana kembali mengambil makanan tadi.
“Kok kamu santai banget sih? Ngga cemburu gitu?” tanya Bilqis lagi.
Kini, Bilqis yang membungkuk dan mengambil makanan.
“Cemburu kenapa? Mereka hanya sebatas rekan kerja.”
“Ya ampun, Al. kamu polos banget sih. Jangan mau dibeg*in laki! Jangan terlalu percaya sama laki,” kata Bilqis membuat Alana terdiam.
Mereka baru saja selesai mengambil makanan dan kembali duduk di kursi yang kosong. Kursi yang Alana dan Bilqis duduki memang cukup jauh dari kursi yang diduduki oleh Reno dan Dewi. Namun, Alana dan bilqis dapat melihat kegiatan Reno dan Dewi di sana. Hanya saja Reno dan Dewi terlalu asyik berbincang hingga tak sadar bahwa di sana ada kehadiran orang yang mereka kenal.
“Mereka tuh akrab banget loh, Al,” kata Bilqis lagi sembari menatap kebersamaan Reno dan Dewi.
Sebagai wanita, Alana pun mulai terusik. Ia mulai mencerna perkataan Bilqis. Sembari menatap kebersamaan suaminya dengan asistennya itu, Alana diam dan berpikir.
“Mas Reno sedekat itu dengan asistennya?” tanya Bilqis.
Alana mengangguk.
“Terus, kamu ngga curiga?”
Alana menggeleng. “Aku percaya Mas Reno, Qis.”
“Ya ampun, Al. okelah kamu percaya Mas Reno, tapi ga ada salahnya dong kamu hati-hati. Pelakor itu bertebaran dimana-mana, Al. Di kantor aku aja, banyak banget yang selingkuh. Ngga cowok, ngga cewek, sama aja. Padahal mereka udah pada berkeluarga, udah punya anak juga malah.”
“Qis, jangan nakutin dong!” ucap Alana.
“Bukan nakutin, Al. Tapi hidup itu memang keras dan tidak seindah yang kita bayangin. Terkadang pengkhianatan justru hadir dari orang terdekat kita, orang yang paling kita percaya.”
“Tapi Mas Reno ngga gitu,” sanggah Alana.
“Semoga saja. tapi kamu tetap berhati-hati. Saran aku, kamu tuh kerja, Al. supaya kalau Reno macem-macem, kamu juga punya kekuatan finasial dan tidak bergantung terus sama dia.” Bilqis terus bicara. Alana pun mendengarkan, sembari arah matanya menuju ke arah suaminya.
Alana diam dan terus mencerna perkataan Bilqis. Memang benar, secara finasial Bilqis tidak memiliki apapun. Semua kebutuhannya dan kebutuhan sang nenek ditanggung oleh Reno. Bahkan saat Alana kuliah pun, Reno yang membayar hingga lulus. Alana memang ketergantungan pada suaminya, pada Reno dan keluargnya.
“Kalau kamu mau kerja. Aku coba tanya bagian HRD di kantorku, siapa tahu ada lowongan,” ucap Bilqis.
Alana mengangguk. “Ya, nanti aku bicarakan dulu sama Mas Reno.”
Alana mengambil ponselnya, lalu mendial nomor Reno.
“Mau ngapain?” tanya Bilqis.
“Nelepon Mas Reno, mau tau aja jawaban dia kalau aku tanya dimana.”
Bilqis mengangguk.
Tut … Tut … Tut …
Nada sambung terdengar tiga kali dan tersambung.
“Halo, Sayang.” Reno menyapa dengan lembut.
“Mas, dimana?” tanya Bilqis.
“Di mall xxx. Mas lagi makan siang sama Dewi. Kebetulan sebelumnya kami habis bertemu klien.”
“Oh.” Alana lega, karena suaminya tidak berbohong.
“Kamu dimana? Jadi ketemuan sama Bilqis?” tanya Reno.
“Jadi. Ini kami juga lagi makan,” jawab Alana yang tidak menyebutkan bahwa mereka berada di restoran yang sama. “Kak Jefri ga ikut, Mas? Biasanya kalian bertiga.”
“Iya, kebetulan Jefri lagi disuruh bos buat jaga gawang. Jadi Mas sama Dewi yang jalan.”
“Oh. Ya udah kalau gitu. Semangat bekerja, Mas.”
“Iya, Sayang. Met senang-senang juga sama Bilqis ya. Oh ya, kalau kamu mau beli sesuatu, beli saja. sudah lama kartu Mas ngga kamu pergunakan.”
Alana tersenyum. “Iya, Mas. Terima kasih.”
“Love you, Sayang,” ucap Reno sebelum percakapan itu selesai.
“Love you too, Mas.” Alana tersenyum dan menutup sambungan telepon itu.
“Duh, romantis banget sih,” ledek Dewi pada Reno.
Reno tersenyum dan tidak menjawab.
“Cinta banget ya, kamu sama Alana?” tanya Dewi.
Reno mengangguk. “Ya, begitulah. Udah yuk! Balik ke kantor. Nanti Jefri nagmbek kalau kita kelamaan di luar."
Reno berdiri dan mengajak Dewi untuk keluar dari restoran ini. “Kalau kelamaan sama kamu, nanti Aldo marah sama aku.”
“Apaan sih, kamu tuh ledekin aku sama Aldo terus,” kata Dewi kesal, karena memang Reno sering menjodohkannya dengan Aldo.
Tidak tahu apa, kalau Dewi mengharapkan pria lain yaitu pria yang tengah meledeknya ini. Walau pria ini sudah beristri, tapi hati Dewi tetap sama seperti waktu sekolah dulu dan Dewi meyakini bahwa Reno pun memiliki perasaan yang sama. Sejak sekolah waktu itu, Dewi dapat merasakan bahwa Reno pun menyukainya, hanya saja kehadiran Alana yang kembali ke sisi Reno dan menerima cinta itu, membuat kedekatan Reno dan Dewi pun teralihkan hingga merenggang dan tak lagi bersua sampai mereka bertemu di perusahaan yang sama, lalu menjadi partner kerja.
Reno berjalan lebih dulu dan Dewi mengikuti dari belakang, hingga Reno mendengar suara rintihan Dewi tepat di pintu restoran itu.
“Aw.”
Sontak Reno langsung menoleh ke belakang dan memegang bahu Dewi yang hendak oleng. “Ya ampun, Dew. Jalannya hati-hati dong.”
“Abis kamu jalannya kecepetan, jadi keserimpet deh kakiku.”
Reno tertawa. “Sorry.” Ia membantu Dewi berjalan sembari memegang bahunya seolah mereka sedang berpelukan.
Dan, kejadian itu disaksikan oleh Alana. Alana menatap kedekatan suaminya dengan asistennya itu.
“See …!” ucap Bilqis. “Cowok tuh ga bisa dipercaya. Makanya sampe sekarang aku masih jomblo.” Bilqis seolah memprovokatori Alana.
“Aku mau kerja, Qis. Tolong carikan aku pekerjaan,” kata Alana dengan hati memanas dan mata yang tak berhenti menatap Reno hingga keduanya menghilang dari pandangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Yuliana Purnomo
hehehe suamimu emang lurus Al,tapi kalau lama kelamaan ditempeli bibit pelakoor,,apa jadinya???
2024-01-22
0
RATNA RACHMAN
pelakor mulai beraksi
2022-09-03
1
nurul hidayah
mulai ada tanda tanda konflik niih.. kak eliis emang suka bikin greget deeh
2022-08-25
2