Alana menaiki bus untuk sampai ke sebuah gedung yang tinggi dan besar itu. Di dalam sana, tempat Bilqis bekerja. Alana memandang gedung itu dari seberang. Ia menunggu lampu lalu lintas itu menjadi warna merah.
“Lepas, Aulel mau nyeblang sendiri.”
Alana menoleh ke sumber suara yang menggemaskan itu. Di sampingnya berdiri seorang gadis cantik yang tingginya masih dibawah pinggang Alana. Gadis kecil itu bersama dengan wanita muda yang memakai seragam babysitter.
“Jangan, Non. Ayo pegangan sama Nanny!” Wanita muda itu menarik tangan gadis kecil yang berdiri persis di samping Alana.
Alana tersenyum. Gadis kecil itu pun ikut tersenyum, padahal sebelumnya gadis kecil itu sedang cemberut dan memarahi pengasuhnya.
Tring
Kini, terlihat lampu lalu lintas berwarna merah. Orang-orang yang semula berdiri untuk menunggu giliran untuk menyeberang pun segera berjalan tak terkecuali Alana.
“Ayo, tante pegang tangannya!” Alana mengulurkan tangan pada gadis kecil di sampingnya itu.
Gadis kecil itu pun langsung menerima uluran tangan Alana dan mengabaikan pengasuhnya. Alana tersenyum. Gadis kecil itu pun tampak senang berada di samping Alana, hingga keduanya selesai menyeberang.
“Kamu mau kemana?” tanya Alana sembari berjongkok.
“Ketemu Daddy,” jawab gadis kecil itu.
“Non. Ayo!” Pengasuh gadis kecil itu mengajaknya ke sebuah mobil mewah. Namun, langkah gadis kecil itu terasa berat saat akan berpisah dengan Alana.
“Nama tante siapa?”
Alana terus tersenyum. Ia yang sangat menyukai anak kecil itu pun terpesona oleh wajah cantik dan gaya lucu gadis kecil itu.
“Alana. Namaku Alana.”
“Oke, Tante Alana, sampai beltemu lagi. Bye …” gadis kecil itu pun pergi melambaikan tangan dan menghampiri mobil mewah yang berhenti tepat di depan gedung yang akan Alana masuki.
“Bye …” Alana melambaikan tangan ke arah gadis kecil yang menggemaskan itu. Ia menggelengkan kepala, karena terlalu terhipnotis, Alana hingga lupa menanyakan nama gadis kecil itu.
“Menggemaskan sekali,” gumam Alana yang kembali melangkahkan kakinya ke dalam gedung.
Sejak Alana dan gadis itu menyeberang, seorang pria yang berada di dalam mobil mewah itu pun terus memperhatikan. Pria itu memperhatikan tingkah putrinya bersama orang lain. Padahal sejauh ini sang ayah itu tahu betul bahwa putrinya tidak bisa dekat dengan orang baru, tapi dengan wanita muda dan cantik yang sedang menuju gedung miliknya itu, sang puteri bisa langsung dekat.
Alana sampai di lobby. Ia melihat Bilqis sedang membawa bekas dan hendak berjalan menuju lift.
“Bilqis,” panggil Alana dengan nada sedikit keras.
Bilqis pun langsung menoleh ke sumber suara itu. “Alana.” Wajahnya tiba-tiba berubah senang.
Alana menghampiri Bilqis dan Bilqis pun demikian. Mereka saling bercium pipi saat sudah mendekat.
“Pagi banget, Al,” ucap Bilqis sembari melihat jam di tangan kirinya. “Interview jam sembilan, jam delapan udah dateng.”
“Bagus dong. Belum jadi karyawan aja, aku udah tepat waktu,” sahut Alana.
Bilqis tertawa. “Ya, emang dari jaman kuliah, kamu tuh bukan tepat waktu lagi, tapi kerajinan.”
Alana ikut tertawa. “Lagian aku juga dirumah ga ngapa-ngapain.”
“Mas Reno belum pulang?”
Alana menggeleng. “Belum.”
“Loh, katanya cuma semalam.” Bilqis mengajak Alana naik dan bertemu HRD.
“Awalnya iya. Tapi katanya masih belum selesai trouble-nya, jadi nambah hari.”
“Untungnya, Mas Reno ga jalan berdua dengan asistennya ya?”
Alana mengangguk. “Ya, untungnya begitu. Jadi aku masih tidak terlalu khawatir.”
Keduanya berbincang hingga di dalam lift. Bilqis memutar tubuh Alana saat masih berada di dalam sana.
“Kenapa sih, Qis?” tanya Alana saat Bilqis menilai penampilannya melalui gestur tubuh.
“Kamu cantik, Al.” Bilqis menatap kagum sahabatnya. “Coba kamu seperti ini kalau di rumah. Pasti Mas Reno-mu akan mikir dua kali buat macem-macem.”
Seketika, Alana menatap dirinya dari pantulan di dalam lift yang seperti cermin. “Memang aku kalau di rumah jelek apa?”
Bilqis tertawa dan mengangguk. “Iya, lah. Tua sebelum umur tau ngga, pakainya daster mulu. Kalau begini kan, cantik.”
Alana tersenyum. Sepertinya ia akan mengikuti saran Bilqis. Ia akan menyambut kepulangan sang suami dengan dandanan ini.
Lalu, Bilqis memegang blazer Alana. “Pasti ini baju baru beli?”
Alana tertawa. “Ya iyalah. Aku kan ga punya baju kerja. Ini kali ini pertama aku melamar pekerjaan.”
“Iya, ya. Lagian sih buru-buru nerima lamaran orang. Jadi ga sempet ngelamar kan?” ledek Bilqis membuat Alana tertawa.
Bersama Bilqis, Alana melupakan sejenak masalahnya dengan Reno. Ia lebih menjadi dirinya sendiri. Terkadang, ia menyesali keputusannya yang menikah terlalu cepat. Namun, ketika melihat perhatian dan cinta Reno, ia pun tidak menyesal dengan keputusan itu.
Tring
Pintu lift terbuka. Bilqis kembali mengajak Alana ke sebuah ruangan yang harus dilewati oleh beberapa ruangan yang lain. Mereka jalan santai, mengingat waktu untuk Alana interview masih jauh dan ia sendiri pun belum ada pekerjaan karena bosnya belum datang. Bilqis merupakan sekretaris junior dari direktur operasional atau chief operating officer di perusahaan ini.
“Qis, aku gugup nih? Kira-kira tes dan interview-nya susah ga sih?”
Alana menatap sahabatnya.
“Kan semalam aku udah kasih bocoran untuk tes-nya. Kalau interview, sepertinya bos kamu langsung yang akan menginterview. Tapi ngga sekarang. CEO baru saja keluar buat antar anaknya ke sekolah dulu.”
Alana mengangguk mendengarkan penjelasan Bilqis.
“Jadwal interview mungkin sekitar jam sebelasan atau setelah jam makan siang. Sebelum itu kamu tes dulu sama HRD. Oke!” kata Bilqis lagi.
Alana mengangguk sembari tersenyum. “Oke.”
Bilqis meraih telapak tangan Alana. “Sumpah, tangan kamu dingin banget, Al.”
Bilqis tertawa.
“Ish, jangan diledekin terus, Qis!” kata Alana kesal.
“Abis kamu semakin imut tau ngga. Aku kalau jadi cowok juga mungkin suka kali sama kamu.”
“Ish.” Alana mengerdikkan bahunya, pura-pura merinding. Lalu, keduanya tertawa.
Waktu menunjukkan pukul sembilan. Alana bukan orang satu-satunya yang mengikuti tes itu. Di sana terlihat ada enam orang yang akan mengikuti tes. Dari keenam peserta tes di antaranya dua pria dan empat wanita. Keempat wanita itu hampir semua menggunakan rok mini yang membuat kaum adam melotot, kecuali Alana. Alana menggunakan rok sepan pas selutut. Ia pun tidak menggunakan kemeja atau blouse yang menampilkan belahan dadanya.
Dua jam, Alana berkutat dengan kertas-kertas yang dipenuhi dengan segudang pertanyaan. Pertanyaan dari mulai psikotes, berhitung, dan menggunakan komputer dengan cepat.
Alana mengerjakan tes itu dengan baik dan benar. Ia juga selesai tepat waktu, bahkan sebelum waktu habis. Setelah melewati rangkaian tes tertulis, Alana menunggu untuk langsung interview.
“Al, kamu lolos tes tertulis loh. Tahap terakhir tinggal bertemu CEO,” ujar Bilqis yang sempat ke ruangan HRD sebelum jam makan siang.
Alana tersenyum lebar sembari memegang tangan Bilqis. “Makasih ya, Qis.”
“Makasih apa? Aku ga ngapa-ngapain. Tadi aku lihat di bagian HRD, hasil tes kamu memang nilainya memuaskan kok.”
Bilqis menoleh ke wanita yang duduk dengan menyilang kaki sembari membaca buku novel. “Tapi saingan kamu pas interview nanti, berat nih.”
Alana ikut melirik ke arah wanita yang sedang dilirik oleh Bilqis. “Dia siapa?”
“Sekretaris senior di perusahaan XJ. Jam terbangnya tinggi. Dan, rumornya doi bisa dipake bos juga.”
“Maksudnya?” tanya Alana tak mengerti.
“Nanti kamu juga ngerti, Al. tapi ga semua profesi kita seperti itu. Tergantung kita membawanya. Contohnya aku,” ujar Alana yang sedikit membuat Alana mengerti.
“Tapi CEO kamu itu orangnya ga mesum kan?” tanya Alana.
Bilqis tertawa. “Paling tidak, ga semesum Mas Reno.”
Sontak, Alana mencubit pinggang Bilqis. “Ih, apaan sih. Sok tau.”
Bilqis kembali tertawa. “Ya, tau lah.”
Waktu terus berlalu. Jam makan siang pun selesai. Alana duduk berdua bersama wanita yang dibicarakan Bilqis tadi. Sesekali Alana menoleh ke arah wanita itu untuk berkenalan sembari menunggu dipanggil untuk masuk bergantian. Namun, wanita itu terlihat angkuh. Dia tidak sedikit pun menoleh ke arah Alana.
Seorang pria dengan pakaian kerja formal muncul dari balik pintu ruangan CEO. Ia memanggil nama wanita angkuh yang duduk di samping Alana tadi. Sepertinya, Alana adalah orang terakhir yang akan di interview.
Alana dengan sabar menunggu wanita angkuh itu keluar. Sudah lebih dari tiga puluh menit pesaingnya itu berada di dalam ruang CEO, hingga beberapa menit kemudian pintu terbuka dan wanita angkuh itu keluar.
“Alana Khumaira.”
Alana langsung berdiri mendengar namanya dipanggil.
“Ya saya,” jawab Alana yang langsung menghampiri pria yang ada di ruang HRD saat tes.
Perlahan kaki Alana memasuki ruangan yang besar itu. Ia melihat pria tampan sedang duduk di kursi besarnya sembari menatap layar laptop touchscreen terbaru dengan lambang potongan apel dibelakangnya.
“Ini peserta interview terakhir. HRD hanya memilih dua dari enam kandidat,” ucap pria yang memanggil nama Alana tadi pada pria yang duduk di kursi besar itu.
Pria itu pun mengambil berkas dari tangan karyawannya dan mengangkat wajahnya untuk melihat wajah Alana.
“Alana Khumaira,” ucap pria berdarah China melayu yang menetap di Singapura. Namun, pria ini mahir berbahasa melayu dan Indonesia.
“Ya, saya Pak.”
“Sudah menikah?” tanya pria yang akan menjadi bos Alana nanti.
Alana mengangguk. “Sudah.”
“Sudah mempunyai anak?”
“Belum.” Alana menggeleng.
Pria itu diam sejenak. “Tidak memiliki pengalaman sebagai sekretaris sebelumnya?”
“TIdak. Tapi saya bisa, Pak. Saya bisa bekerja dan saya juga mudah mempelajari sesuatu yang baru.” Alana teringat oleh ucapan yang diajarkan Bilqis.
Pria itu kembali menatap wajah Alana lama. “Oke.”
Tanpa menanyakan pertanyaan lagi. Pria itu pun menyudahi interview itu.
Alana mengusap dahinya. Ia pikir interview itu akan memakan waktu yang lama. Ternyata tidak lebih dari lima menit. Padahal, ia sudah menunggu untuk bertemu pria lebih dari dua jam.
“Gimana, Al?” tanya Bilqis yang sengaja mendatangi lantai itu.
Alana menggeleng lesu. “Ngga tahu, Qis. Sepertinya aku memang tidak cocok kerja kantoran. Aku hanya cocok di rumah dan menunggu Mas Reno pulang kerja.”
“Kok gitu?”
“Ya, abisnya di interviewnya sebentar banget. Sepertinya dia tidak mau mempekerjakan wanita yang sudah menikah.”
Bilqis pun menarik nafasnya kasar dan menepuk bahu Alana. “Udah, ga apa-apa, Al. yang penting kamu sudah berusaha.
Alana pun mengangguk. Ia berjalan gontai menuju lift.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Yuliana Purnomo
sabar Al
2024-01-22
0
RATNA RACHMAN
yg semangat Alana
2022-09-03
0
Anna Malik
anak CEO ny kah? wahhhh Duren nih... 🤭
2022-08-31
1