“Hasil test kalian bagus,” ucap pria berambut putih yang juga memakai jaket putih dengan stateskop yang menggantung di lehernya.
Reno dan Alana duduk tepat di depan dokter itu dengan keja kerja yang menjadi pembatas mereka.
“Alhamdulillah,” jawah Reno dan Alana bersamaan.
Reno terlihat mengusap sekilas wajahnya. Alana pun tersenyum ke arah suaminya yang disambut dengan senyum juga oleh Reno. Saat ini, mereka tengah berada di rumah sakit. Beberapa minggu terakhir, mereka memang sengaja memeriksakan kesuburan mereka di tempat ini. Mengingat, usia pernikahan mereka kini sudah genap dua tahun. Konon kata orang, jika usia pernikahan sudah menginjak lebih dari satu tahun dan belum mendapatkan keturunan, periksakan segera agar mendapat penanganan medis sebagai bentuk ikhtiar. Reno dan Alana pun mengikuti saran itu, saran yang juga diberikan oleh orang tua mereka.
“Jadi kami sehat, Dok?” tanya Reno lagi.
“Menurut hasil serangkaian tes yang sudah kita lakukan menunjukkan bahwa kalian subur. Kalian berdua sehat. Hanya saja, Tuhan belum memberikan.”
Reno mengangguk.
“Apa ada obat atau vitamin yang bisa saya konsumsi untuk meningkatkan kesuburan, Dok?” tanya Alana.
“Oh, tentu. Saya akan resepkan nanti.” Pria paruh baya itu pun menuliskan sesuatu di atas kertas kecil yang ada dihadapannya.
“Untuk Pak Reno, kalau bisa jangan stres karena hal itu sangat mempengaruhi kwalitas sp*rm* bapak.”
Reno hanya mengangguk mendengar saran dari dokter itu, pasalnya setelah ia menjadi manajer memang tingkat kestresan dan kesibukannya semakin bertambah. Dan, hal itu pun mengganggu kualitas serta rutinitasnya dalam bercinta.
Setelah panjang lebar berbincang dengan dokter itu, Reno membawa istrinya keluar dari ruangan.
“Alhamdulillah, Mas. Ternyata kita baik-baik aja. Aku tuh udah khawatir banget dan ga henti-hentinya berdoa,” kata Alana senang.
Mereka berbincang sembari menuju ke kasir.
Reno menoleh ke arah istrinya dan tersenyum. Ia mengelus kepala Alana. Walau usia Alana tergolong masih sangat muda untuk menjadi seorang ibu, tapi antusiasnya untuk menyambut kehadiran buah hati cukup besar. Mungkin karena ia terlahir sebagai anak tunggal dan merasakan kesepian, sehingga ia begitu menyukai anak-anak.
Lalu, Reno menyuruh Alana duduk di kursi tunggu. “Kamu tunggu di sini ya, Yank. Aku ke kasir dulu.”
Alana mengangguk.
Tak lama kemudian, Reno kembali menghampiri Alana setelah menyelesaikan administrasi, lalu mereka beranjak menuju bagian farmasi untuk mengambil obat yang sudah diresepkan dokter tadi.
Reno sengaja mengambil cuti hari ini untuk memenuhi permintaan sang istri. Sebenarnya, ia yakin bahwa ia dan Alana baik-baik saja dan sehat. Hanya saja, Alana selalu merengek untuk melakukan pemeriksaan ini dengan dalih melaksanakan petuah orang tua. Reno yang selalu mengalah dan menuruti keinginan sang istri pun mengiyakan permintaan itu. Dan ternyata, saat melakukan serangkaian pemeriksaan pun justru Reno yang lebih antusias untuk mengetahui hasilnya.
“Sayang,” panggil Reno pada Alana saat mereka sudah berada di dalam mobil menuju rumah minimalis hadiah dari ayah Reno.
“Hmm …” Alana menoleh ke arah suaminya.
Reno mengambil tangan Alana dan mengecupnya. “Maaf ya, Mas akhir-akhir ini sibuk sekali.”
Alana mengangguk. “Aku mengerti.” Ia menampilkan senyum manis yang Reno sukai.
Reno pun tersenyum. “Mas belum dapat asisten, jadi kerjaan Mas handle semua sendiri.”
“Memang Mas ga minta?”
“Udah sih, tapi belum ketemu yang sreg. Kamu tahu kan Mas itu ga mudah dekat dengan orang. Mas takut kalau ada orang lain, bukan membantu malah bikin ribet.”
Alana tertawa dan mengangguk. Ya, Reno memang tidak mudah dekat dengan orang lain, apalagi lawan jenis. Hal itu pula yang membuat Alana hampir tidak pernah cemburu, karena Reno memang tidak pernah dekat dengan wanita manapun.
Semua hal yang membutuhkan passcode pasti menggunakan tanggal lahir Alana. Begitu pun dengan ponsel Reno. Walau ponsel itu berpassword, tapi passwordnya menggunakan tanggal lahir Alana, sehingga Alana dengan mudah bisa mengecek kapan pun itu. Dan, memang tidak ada yang dirahasiakan di sana. Isi chat Rno di ponsel itu, semua mengenai pekerjaan. Kalau pun ada nomor dengan nama wanita, tapi isi percakapan itu tetap hanya berupa pekerjaan.
“Kita mampir ke rumah Mami dan papi dulu ya!”
Alana mengangguk. “Aku juga ingin mampir ke rumah nenek.”
“Ya.” Reno setuju.
Sebelum sampai di rumah kedua orang tua Reno, Alana meminta suaminya untuk mampir ke toko kue sebagai buah tangan saat datang. Reno pun setuju. Setelah membeli beberapa kue kesukaan Asih dan nenek Alana, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan.
“Assalamualaiku,” ucap Reno dan Alana bersamaa saat sampai di rumah yang cukup besar itu.
Wanita paruh baya yang sedang duduk di depan televisi itu langsung bangkit dan memanggil anak beserta menantunya. “Alana, Reno.”
Asih langsung membentangkan kedua tangannya dan Alana pun langsung menghampiri wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri itu. Asih begitu baik pada Alana. Memiliki Asih dan Rahardiawan, serasa memiliki orang tua sendiri untuk Alana. Dan, Alana sangat bersyukur.
Alana langsung mencium punggung tangan Asih, setelah mendapat pelukan hangat dari ibu mertuanya itu. Reno pun melakukan hal yang sama.
“Kalian dari rumah sakit?” tanya Asih.
Reno dan Alana mengangguk.
“Bagaimana hasilnya?”
“Bagus, Bu. Kami sehat. Alhmadulillah,” jawab Alana senang.
“Alhamdulillah.” Asih pun terlihat senang dengan berita ini. “Mungkin kamu terlalu kecapean, Ren.”
Reno mengangguk. “Ya, kata dokter seperti itu.”
Reno berjalan menuju meja makan. Ia membuka tudung saji di sana dan mengambil beberapa gorengan yang masih tersedia. Alana dan Asih pun mengikuti. Kedua wanita beda generasi itu ikut duduk bersama Reno di sana.
“Lagian, kenapa sih kamu tidak kerja di travel papi kamu aja? Heran deh, punya perusahaan sendiri malah kerja sama orang lain,” kesal Asih yang melihat putranya begitu keras kepala.
“Belum saatnya, Mam. Nanti juga Reno akan mengabdikan diri Reno di perusahaan Papi. Tapi kali ini biarkan Reno mengeksplore diri Reno dulu di luar.”
“Ah, selalu saja itu jawabanmu,” sahut Asih yang kemudian matanya mengarah pada Alana. “Al, coba bujuk suamimu.”
Alana tersenyum. “Sudah, Mam. Tapi ngga bisa.”
“Reno janji akan gabung ke perusahaan Papi, kalau Alana melahirkan,” jawab Reno.
“Mengapa begitu?” tanya Asih.
“Karena kalau kerja di perusahaan Papi kan, bisa datang dan pulang semaunya.” Reno tertawa.
“Dasar kamu!” ucap Asih. Sedangkan Alana hanya tersenyum.
Reno memang sudah memplaning semuanya. Saat ini ia ingin bekerja keras dan mengasah kemampuan diri. Dan, saat Alana hamil, ia ingin lebih banyak waktu untuk istrinya. Ingin menjadi suami siaga, lalu ketika anaknya lahir, ia juga ingin banyak waktu dengan anaknya. Oleh karena itu, ia mengatakan demikian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Pratiwi Ratih
author lupa ni..tadi manggil ibu..skrg mami......😊😊
2022-10-19
0
RATNA RACHMAN
lanjut
2022-09-03
0
Anonymous
fff
2022-08-29
0