Alana membuka matanya. Ia terkejut saat dirinya sudah berada di atas tempat tidur. Seingatnya semalam, ia berada di atas sofa. Lalu, Alana menurunkan pandangan ke bagian perutnya yang terasa berat. Benar saja, tangan Reno tengan melingkar diatas perut itu.
Alana yakin bahwa Reno lah yang membawa dirinya ke tempat ini. Seketika bibirnya tersenyum. Semalam ia ingin menunggu suaminya pulang, tetapi rasa kantuk tak bisa tertahan, sehingga ia terlelap di saat Reno belum pulang. Sampai suaminya tiba, ia pun masih terlelap.
“Maaf Mas, Maaf jika aku sering mencurigaimu.” Alana mengusap pelan wajah yang terlihat lelah itu. “Aku tahu kamu diluar sana kamu sedang berjuang memberikan penghidupan yang layak untukku dan keluarga kecil yang sedang kita bangun.”
Alana menarik nafasnya kasar. Ia menyadari mungkin sikapnya terlalu kekanak-kanakan. Ia tidak ingin suaminya berubah. Mungkin memang mulai saat ini, ia yang harus berubah. Alana berusaha menjadi wanita yang diinginkan Reno.
Alana pun terbangun. Hari ini adalah hari libur. Itu sebabnya semalam Reno lembur. Beberapa hari terakhir, Alana memang sangat sensitif. Mungkin ini efek dari masa periodenya yang sedang datang. Ia pun menyadari itu. Sebelum meninggalkan Reno yang masih terlelap, Alana tidak lupa mengecup kening itu.
Alana bergegas menuju dapur. ia ingin membuatkan sarapan spesial untuk suaminya. Jam pun sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Hamparan sajadah masih terpasang sempurna tepat di samping tempat tidur. Alana membereskan kain tebal itu. Reno memang menggunakannya tadi saat subuh, tapi karena ia masih lelah. Ia tak sempat membereskan kain itu dan langsung merebahkan dirinya kembali ke atas tempat tidur.
“Mas, Mas, kamu tuh kebiasaan. Bekas bajunya berserakan dimana-mana,” gumam Alana sembari membereskan pakaian Reno yang tergeletak di lantai.
Sebelum ke dapur, Alana membersihkan dirinya terlebih dahulu, agar saat Reno bangun ia sudah tampak segar dan wangi.
Dret … Dret … Dret …
Ponsel Alana berbunyi. Di sana tertera nama Nenek.
“Assalamulaikum, Nek.”
“Waalaikumusalam. Uhuk … uhuk …” terdengar suara Aminah yang terbatuk.
“Nenek sakit?” tanya Alana panik.
“Ngga. Hanya batuk pilek biasa.”
“Jangan dianggap biasa, Nek! Sudah kedokter?” tanya Alana lagi.
Di rumah itu, Aminah ditemani oleh Tuti, asisten rumah tangga yang Reno dan ibunya pilihkan untuk menemani nenek Alana.
“Belum. Obat nenek itu bukan dokter tapi kamu, Al,” jawab Aminah membuat Alana tersenyum. “Kapan kamu dan Reno ke sini? Kata Asih kalian juga jarang mengunjungi rumah mereka.”
“Iya, Nek. Mas Reno sedang sibuk. Jadi kami belum ke sana. Maaf ya, Nek.”
“Tapi kan hari ini hari libur. Jika Reno sedang tidak sibuk, sempatkan kesini, Al.”
Alana mengangguk. “Baik, Nek. Nanti Alana bilang ke Mas Reno.”
“Baiklah. Nenek tunggu ya, Al.”
“Iya, Nek.”
“Assalamualaikum.” Aminah menyudahi percakapan itu.
“Waalaikumusalam,” jawab Alana lalu meletakkan kembali ponsel itu dan melanjutkan aktifitasnya.
Di dalam kamar, Reno terbangun satu jam setelah Alana. Dari dalam sana sudah tercium aroma masakan buatan sang istri. Reno pun bangkit. Ia mencari kedua sandal rumahan dan bergegas menemui istrinya. Besok pagi, ia diminta oleh bosnya untuk berangkat ke Singapura dalam rangka mengecek trouble yang baru terselesaikan kemarin. Namun, Reno bingung bagaimana caranya memberitahu Alana, karena besok ia akan pergi bersama Dewi, karena Dewi yang mengetahui seluk beluk cabang di sana mengingat ia pernah beberapa tahun ditugaskan memegang operasional di negara itu.
“Hai, Mas. Sudah bangun?” tanya Alana saat melihat suaminya keluar dari kamar.
Reno tersenyum dan mendekati istrinya.
“Mengapa semalam tidak membangunkanku?” tanya Alana sembari merapihkan piyama yang dipakai Reno.
“Kamu sangat pulas. Saat Mas mengangkatmu saja, kamu tidak terbangun.”
Alana tersenyum. “Maaf ya, Mas.”
Reno mengangguk. “Mas juga minta maaf, karena kemarin Mas marah-marah padamu.”
Kini, Alana yang mengangguk. “Aku yang kurang mengerti keadaaan Mas.”
Reno menarik tubuh Alana dan memeluknya. “Tolong hilangkan kecurigaanmu! Antara Mas dan Dewi hanya sebatas rekan kerja, tidak pernah terbesit di otak Mas untuk macam-macam. Sumpah!” Reno mengangkat kedua tangannya ke atas.
Alana tersenyum. Ia mencoba kembali percaya pada suaminya, karena selama satu bulan curiga pun membuat dirinya pusing sendiri. Alana pun lelah di dera kecurigaan sehingga harus memantau Dewi dan suaminya sepanjang hari. Ia pun sering memantau media sosial Dewi, karena begitu khawatir akan kedekatan itu.
“Wah, kamu masak apa?” tanya Reno sembari melongokkan kepalanya ke arah meja makan. “Banyak sekali.”
“Hari ini aku membuatkan masakan spesial untukmu,” jawab Alana dengan senyum manis yang Reno sukai.
Reno langsung menarik kursi dan duduk di sana dengan antusias. Kebetulan saat ia pulang semalam, perutnya memang terasa lapar. Namun, ia tak tega membangunkan sang istri. Ia pun malas untuk ke dapur dan memasak makanan ringan seperti mie instan, sehingga saat pulang ia hanya sempat membersihkan diri dan langsung tidur dalam keadaan lapar.
“Kebetulan, dari semalam Mas lapar sekali,” ujarnya dengan mata berbinar.
“Ya ampun dari semalam? Kenapa tidak membangunkanku kalau Mas lapar?” tanya Alana.
“Mas tidak tega membangnkanmu,” jawab Reno membuat Alana merasa bersalah. Reno pun melihat ekspesi itu. “Sudahlah, tidak apa. Ayo makan!”
Alana melayani suaminya. Ia mengambil nasi dan lauk pauk untuk pria pujaan hatinya itu dan Reno pun menerima dengan sumringah. Alana ikut menuangkan nasi dan lauk pauk ke piringnya sendiri dan makan bersama Reno.
“Oh ya, Mas. Tadi nenek telepon,” katanya pada sang suami.
Reno mengangguk sembari menyuapkan makanan itu ke mulut.
“Nenek sakit, Mas. Aku ingin mengajakmu ke rumah nenek hari ini. Kita menginap sekalian dirumah Mami.”
Reno menghentikan aktifitasnya. Ia menatap sang istri. “Tidak bisa, Al.”
“Kenapa? Kamu tidak bisa libur lagi?” tanya Alana sedih, karena hari libur Reno masih saja tersita oleh pekerjaan.
“Besok, aku diminta Pak Richard untuk mengecek keadaan di Singapura,” jawab Reno membuat Alana ikut menatapnya.
“Sama Mbak Dewi?” tanya Alana.
Reno pun mengangguk dengan tatapan yang kembali ke piring dan mengambil makanan itu lalu disuapkan kembali ke mulutnya. Ia sengaja tak ingin melihat ekspresi Alana yang mulai kembali curiga, karena baru saja mereka saling memaafkan.
“Kamu ke sana berdua saja sama Mbak Dewi?” tanya Alana lagi.
“Al, please! Baru lima menit kita saling memaafkan dan baru lima menit Mas memintamu untuk tidak mencurigai Mas,” ucap Reno lembut. Ia tidak ingin lagi bertengkar dengan sang istri.
“Tapi Mas, istri mana yang tidak curiga dengan kedekatan kalian? Apalagi nanti Mas berdua saja dengan Mbak Dewi. Terus menginap lagi?” tanya Alana.
Reno kembali menganggukkan kepalanya. “Hanya satu malam. Tidak mungkin jika harus pulang pergi dalam satu hari.”
Alana kesal. Ia pun meletakkan alat makan yang semula berada di kedua tangannya dengan kasar. Lalu, ia bangkit dari kursi itu dan segera berlari ke kamar.
Reno frustrasi. Ia mengusap wajahnya kasar. Kemudian, Reno pun ikut bangkit dari tempat duduk itu dan menghampiri istrinya.
Di dalam sana, Alana tengah menangis. Ia berdiri mengarah ke jendela. Perasaannya campur aduk. Entah ini perasaaan yang hadir merupakan bentuk kekanak-kanakan, terlalu sensitif, atau memang seharusnya seperti ini?
“Al,” panggil Reno sembari memegang kedua bahu Alana dari belakang.
Alana berusaha menyingkirkan kedua tangan itu dengan menggoyangkan bahunya. “Mas ga tahu perasaanku karena Mas tidak berada di posisiku.”
“Tolong, Al. bersikaplah dewasa!”
“Ini bukan masalah dewasa atau tidak, Mas. Tapi ini feeling seorang istri,” jawab Alana dengan membalikkan tubuhnya.
Mereka pun berhadapan dan saling bertatapan.
“Pantas saja di luar sana banyak suami yang selingkuh, mungkin karena memiliki istri sepertimu,” ujar Reno.
“Seperti aku? Maksudnya?” tanya Alana sembari menunjuk wajahnya.
“Cemburu dan posesif,” jawab Reno tegas.
Reno beralih dengan duduk di tepi ranjang.
“Jika suami selalu dicurigai dan terus disudutkan, pantas saja para suami itu akhirnya benar-benar seligkuh. Padahal sebelumnya mereka tidak pernah terlintas sedikit pun untuk melakukan itu,” kata Reno lagi.
Alana pun menghampiri suaminya. Ia menghapus sisa air mata di pipi. “Baiklah. Aku tidak akan cemburu dan posesif lagi.”
Alana melangkah pergi meninggalkan suaminya sendiri di dalam kamar itu dan Reno memejamkan matanya. Reno kembali mengusap wajahnya kasar. Sungguh, tidak ada niatan sama sekali untuk menduakan Alana. Namun, sikap Alana yang kian menyebalkan menurutnya membuat simpati Reno hilang. Padahal dahulu, ia mengagumi ketegaran dan kedewasaan Alana ketika menyikapi kepergian kedua orang tuanya di saat usianya yang baru masih terbilang kecil. Usia yang sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orang yang dicintai itu.
Reno pun meraih ponselnya dan mendial nomor Pak Richard.
“Halo,” ucap pria di sana.
“Pak, saya ingin Jefri ikut saya besok,” kata Reno.
“Tidak perlu. Kamu berdua saja dengan Dewi sudah cukup,” jawab pria sekaligus Bos Reno.
“Jika Jefri tidak ikut, maka saya tidak bisa ke sana. Bapak tugaskan orang lain saja.”
“Loh tidak bisa begitu, Ren.”
“Kalau begitu, saya ajak Jefri,” ucap Reno lagi.
“Baiklah. Saya akan atur keberangkatan kalian bertiga.”
Reno pun tersenyum. Ia menutup sambungan telepon itu.
Setidaknya Reno sudah berusaha untuk meredam kecurigaan sang istri. Ia sendiri pun khawatir jika harus berdua saja dengan lawan jenis yang bukan halalnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Yuliana Purnomo
itu sifat laki 2,, semakin dicurigai biasanya justru akan kejadian,,,heheeheh pengalaman 🤭
2024-01-22
1
Ira
yg komen disini ibu ibu semua..jd pd dukung alana. tp klo sikap alsna seperti itu...benar saja. klo lelaki dicurigai..dituduh selingkuh. pasti bakal kejadian...walo pd awalnya lelaki itu setia. karna bosan memiliki istri yg curigaan mulu.... 🤭
2022-11-21
1
Nur Inuhan
kho Reno ga dewasa sih menyikapi kecemburuan Alana ..... ,!!
2022-11-18
0