"Ren, si bos udah netapin asisten buat lu,” ucap Jefri saat berada di ruangan Reno.
Reno mengangguk. “Ya, udah tahu. Aku udah ga bisa nolak.”
“Ya, iyalah. Lagian emangnya lu superman apa yang bisa ngehandle semua kerjaan sendiri. Kita itu manusia, bukan manusia jadi-jadian seperti di avanger.”
Reno menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya itu. “Ya. Udah. Oke.”
“Asisten lu nanti itu namanya Dewi. Tahu kan anak OPS yang pegang cabang Singapura."
Reno mengangguk.
"Anak didiknya Ella," kata Jefri lagi menjelaskan.
“Iya, kenal.”
“Doi pinter, Bro. Bisa jadi nanti jabatan lu yang jadi taruhan,” ledek Jefri.
“Kalo itu sih namanya rezeki. Setiap orang punya rezekinya masing-masing. Ini kebetulan aja, aku yang diangkat jadi manager. Kalo dia lebih pinter dan gantiin posisi aku, why not?”
“Hah, dasar lu. Lurus banget sih. Udah ah, gue balik ke ruangan,” kata Jefri sembari bangkit dari kursi di depan Reno.
“Gih, sana! Kerja yang bener supaya tahun depan di promosiin sama si bos jadi manager marketing. Bisa deket kan tuh sama Mbak sisil yang bohay,” ucap Reno tertawa. Pasalnya Sisil adalah asisten manager marketing.
“Ngeledek lu,” ucap Jefri tertawa.
Jefri memang juga pintar, tapi sayangnya ia sering bolos. Entah apa yang dilakukannya diluar sana, tapi terkadang ia sibuk dengan urusan pribadinya, padahal Jefri belum menikah tapi urusan pribadinya melebihi orang yang sudah menikah dan punya anak. Mungkin, karena dia memiliki banyak kekasih dan memberi banyak harapan pada wanita-wanita itu yang akhirnya membuat ia pusing sendiri, sehingga banyak masalah terjadi.
Reno masih tertawa sendiri sembari menggelengkan kepala ketika Jefri keluar dari ruangannya.
Tak lama kemudian, pintu Reno kembali diketuk.
Tok … Tok … Tok …
“Masuk,” teriak Reno.
Wanita itu pun masuk ke ruangan itu dan berdiri di depan meja kerja Reno.
“Hai, Pak Reno,” sapanya.
Reno yang semula memfokuskan matanya di depan laptop pun, kini menatap wanita itu. “Hai, Dew. Pasti kamu disuruh Pak Bagas ke sini.”
Dewi mengangguk.
“Duduk!” Reno mempersilahkan Dewi untuk duduk di kursi yang tersedia.
“Ternyata, kamu juga kerja di sini?” tanya Dewi.
“Iya.”
“Jadi ingat waktu ngerjain tugas Pak Ginting. Kita jadi partner waktu itu, eh sekarang jadi partner juga di pekerjaan sesungguhnya.”
Reno tertawa kecil. “Ya, dunia memang tidak selebar daun kelor. Kemarin aku juga ketemu Eko. Tahu kan anak IPA 3 yang suka ke kantin bareng aku.”
“Oh, ya yang orangnya gendut.”
Reno tertawa lagi. “Ya, dia juga udah jadi manajer di XX Grup. Kebetulan klien kita itu dia. Jadi ga sulit buat komunikasi.”
Dewi ikut tertawa. “Wah, hebat. Ternyata teman-teman aku udah jadi orang semua ya sekarang.”
“Ya, lah jadi orang. Masa jadi lutung.”
Sontak, Dewi kembali tertawa. Reno pun ikut tertawa. Ternyata perasaan yang pernah hinggap dulu sejenak dengan Dewi, tidak lagi terjadi saat ini. Senyum Dewi tidak seperti senyum Alana, istrinya. Dan, Reno hanya menyukai senyum manis Alana.
****
“Sayang, nanti Mas jemput kamu ya,” ucap Reno melalui panggilan telepon.
Ia ingin mengajak Alana dinner romantis di sebuah restoran dekat pantai.
Reno sudah melewatkan anniversary mereka tanpa perayaan dan karena hal itu Alana sempat mendiamkannya. Tapi malam ini, Reno sudah menyiapkan perayaan itu tanpa sepengetahuan Alana.
“Jam berapa?” tanya Alana.
“Jam tujuh, kamu harus sudah siap. Habis sholat maghrib di kantor, aku langsung meluncur pulang.”
“Oke, Mas. Siap.”
Reno tersenyum. “Baiklah, hati-hati di rumah ya. Awas ada yang manggil kamu di dapur.”
“Maaaas,” teriak Alana nyaring membuat Reno tertawa.
Reno memang senang menjahili istrinya yang penakut itu.
“Mas rese, seneng banget lihat istrinya ketakutan.”
Reno masih tergelak. “Ya sudah, Mas tutup teleponnya ya.”
“Iya.” Alana mengangguk dengan bibir yang masih mengerucut.
Reno masih tersenyum sembari menatap ponselnya yang sudah terputus sambungan oleh sang istri. Sedangkan di depan pintu, Dewi baru saja ingin masuk untuk meminta tanda tangan surat yang baru ia ketik pada Reno. Ia melihat wajah Reno yang semakin tampan dan matang. Namun, sepertinya Reno sudah menikah dan bahagia. Dewi pun tidak menaruh harapan apapun pada Reno. Walau dulu, ia sempat menyukai Reno.
“Seneng banget. Dari Alana?” tanya Dewi saat masuk dan menyerahkan surat-surat itu.
“Eh, iya,” jawab Reno sembari memasukkan kembali ponselnya. Ia menerima surat yang Dewi berikan dan membacanya, lalu membubuhi tanda tangannya di sana.
“Kamu kenal istriku?” tanya Reno pada Dewi.
“Siapa sih yang ngga kenal Alana? Cewek yang kamu kejar-kejar dari SMP kan? Dulu juga kamu pernah cerita kok.”
“Oh, ya? Aku malah lupa.”
Kemudian, Reno menyerahkan kembali surat-surat yang sudah ia tanda tangani tadi pada Dewi.
“Oh ya, Dew. Nanti aku pulang tepat waktu ya. Aku mau ajak Alana dinner.”
“Hmm … So sweet banget.”
Reno nyengi. “Ya, penebus rasa bersalah karena aku terlalu sibuk sama kerjaan.”
“Oke,” ucap Dewi dengan menaikkan ibu jarinya ke atas, lalu keluar dari ruangan itu.
Dewi tersenyum senang melihat Reno terlihat bahagia.
****
“Mas, aku mau dibawa kemana?” tanya Alana dengan mata yang ditutup oleh kedua tangan besar Reno.
“Ada deh, kamu jangan buka mata dulu ya!” jawab Reno.
Reno menuntuk istrinya ke tempat yang sudah di siapkan. Di sana terdapat meja khusus untuk mereka. Reno sengaja memilih spot yang sepi dan hening, sehingga hanya ada deburan ombak yang terdengar di sana. Di atas meja itu pun sudah ada lilin dan sebuket bunga mawar.
Perlahan, Reno membuka telapak tangan yang menutupi kedua mata Alana tadi. Alana berdiri tepat di meja itu.
“Mas,” Alana menganga saat melihat dekorasi yang begitu indah dan romantis.
“Ini buat kamu.”
Alana menatap haru ke arah suaminya dan memeluk tubuh itu.
“Maaf, Sayang karena akhir-akhir ini aku begitu sibuk.”
Alana mengangguk. “Aku juga minta maaf karena kemarin-kemarin sempat mendiamkanmu.”
Reno mengelus kepala itu. “Love you, Alana.”
“Love you too, Mas Reno.” Alana menatap suaminya dengan tatapan memuja. Reno memang selalu mengerti apa yang ia inginkan.
Mereka pun menikmati makan malam itu dengan suasana romantis.
“Akhirnya, aku dikasih asisten sama Bos,” ucap Reno di sela aktifitas makan malam itu.
Saat makan bersama, atau hendak tidur bersama memang menjadi ajang waktu mereka untuk bercerita dan menikmati quality time.
“Oh ya? Syukurlah. Jadi kamu ga terlalu capek karena harus mengerjakan pekerjaan sendiri.”
Reno mengangguk.
“Siapa namanya?” tanya Alana.
“Dewi. Dia itu teman sekelas aku waktu di IPA dua.”
“Oh ya? Enak dong jadi kamu ga ketemu orang baru,” ucap Alana yang tahu karakter suaminya yang tidak bisa dekat dengan orang yang baru dikenal.
Reno mengangguk. “Ya. Nanti lain waktu, aku kenalin dia sama kamu.”
Alana mengangguk dan tersenyum. Tidak ada kecemburuan di hati Alana. Ia sangat mempercayai suaminya dan selalu memberi keluasan Reno untuk berteman, karena Alana yakin bahwa Reno pun mengetahui batasan. Dan, terbukti sejak pacaran hingga menikah, Reno memang mengerti akan batasan dirinya yang sudah memiliki pasangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
RATNA RACHMAN
mantap author
2022-09-03
0
Susanty
belum ada tanda2 badai bencana yang akan datang.
mungkin Allah belum ngasih anak ya karna mungkin akan ada masalah dirumah tangganya Alana jadi menunda dulu.😭
2022-06-22
2
𝐙⃝🦜しÏA ιиɑ͜͡✦ᵉ𝆯⃟🚀ʰⁱᵃᵗᵘˢ
semoga Reno bisa terus setia dg janjinya yaa...🙏🤗❤️
2022-06-19
2