Di kantor, Reno memang semakin dekat dengan Dewi. Namun bagi Reno, kedekatan itu hanyalah antara manajer dan asisten. Walau Jefri dan teman-teman timnya yang lain sering menggoda kedekatan itu, tapi Reno tidak menanggapi. Ia hanya tersenyum saat teman-teman sejawatnya menggoda.
Ceklek
Dewi membuka ruangan Reno. “Eh, maaf. Aku kira kamu lagi di pantry,” katanya.
“Belum. Aku belum pesan makanan,” jawab Reno sembari kedua tangannya masih asyik menari di tut keyboard laptop itu.
Dewi meletakkan beberapa kertas di atas meja Reno. Memang setiap siang, Reno selalu makan bekal yang dibawakan Alana di pantry.
“Alana tidak membawakan bekal?” tanya Dewi.
Reno menggeleng. “Tadi kami kesiangan.”
Dewi tertawa. “Makanya jangan kebanyakan nganu. Jadi kesiangan kan?”
“Sok tahu!” kata Reno tertawa.
“Tahu lah. Walau aku belum nikah, tapi teman-temanku kan banyak yang udah nikah. Jadi kalau pasangan suami istri kesiangan itu pasti karena semalam terlalu lama bercinta.”
Reno menutup laptopnya dan menatap Dewi yang sudah duduk di depannya. “Ya, memang awalnya seperti itu, tapi setelah itu Alana ga langsung tidur, malah nonton drama korea hingga tengah malam.”
Kini, Reno terlihat bad mood.
“Wajar lah, Alana kan masih muda. Sekarang anak-anak muda emang lagi doyan drama itu.”
“Kamu engga?” tanya Reno.
“Enggak. Aku ga suka, terlalu lebay.”
Reno mengangguk. “Ya, benar.”
Reno menghelakan nafasnya dan meraih ponselnya. Ia hendak memesan makanan melalui apliksi online.
“Ngga usah pesan makanan! Kebetulan aku bawa bekal cukup banyak. Makan bareng aja, gimana?” tawar Dewi.
“Ngga usah. Makan aku banyak. Nanti kamu ga kenyang,” jawab Reno.
Dewi tertawa. “Ya, aku tahu kok makan kamu banyak.” Ia ingat saat sekolah, porsi makan Reno memang besar.
“Tenang aja, cukup kok.” Dewi beranjak dari kursi itu dan segera keluar dari ruangan Reno untuk mengambil bekalnya. “Pokoknya ga usah pesan makanan. Kebetulan aku lagi masak makanan kesukaan kamu.”
Reno mengernyitkan dahinya. Ia tidak tahu bahwa Dewi tahu makanan yang ia sukai.
Tak lama kemudian, Dewi pun kembali ke ruangan itu. Ia juga kembali duduk di kursi yang tadi ia duduki sebelum keluar mengambil bekalnya.
Lalu, Dewi membuka bekal buatannya itu. “Tara! Aku buat rendang.” Mata Dewi mengarah pada Reno yang juga sedang mengedarkan pandangannya ke bekal yang ia bawa. “ini makanan kesukaanmu kan?”
Reno tersenyum. “Kok kamu tahu?”
“Iya lah. Apa sih yang ngga tahu tentang kamu. Kamunya aja yang orangnya cuek.”
Reno pun tertawa mendengar penuturan Dewi.
Dewi dengan sigap mengambil wadah dan menuangkan nasi serta lauk kesukaan Reno itu. “ini!”
“Wah, terima kasih. Kamu memang teman yang baik,” ucap Reno sumringah.
Dewi menatap wajah Reno dengan senyum. Sayangnya, hingga kini Reno tetap menganggapnya sebagai teman. Seperti apa pun perhatian Dewi pada Reno, tetap saja yang di hati Reno hanya Alana, seperti itu sejak dulu.
Reno mulai menyuapkan makana itu ke mulutnya. “Hmm … enak, Dew.”
“Iya, dong. Dewi gitu loh.”
“Kmu wanita hebat. Pasti banyak pria yang menyukaimu. Kenapa sampe sekarang masih jomblo sih?” tanya Reno.
“Belum ketemu yang sreg,” jawab Dewi santai.
“Padahal di tim kita banyak cowok yang masih lajang loh. Mereka juga kayanya ngincer kamu, contohnya Aldo.”
“Kirain, kamu mau jodohin aku sama Jefri. Dia kan yang gencar godain aku.”
Reno tertawa. “Jangan, kalau Jefri terlalu absurd.”
Dewi tertawa.
“Wah ada yang ngomongin gue nih!” tiba-tiba Jefri datang. “Siapa yang absurd?”
“Ngga.” Reno dan Dewi kompak menggeleng.
Kemudian, Jefri ikut makan bersama Reno dan Dewi.
“Dew, lu sengaja bikinin makan siang buat Reno? Ciye …” Jefri selalu saja menggoda Reno dan Dewi. Walau terkadang ia sendiri yang menggoda Dewi untuknya.
“Ngga, kebetulan aja Pak Reno lagi ga bawa bekal,” sanggah Dewi dan Reno pun mengangguk.
“Tapi aku akui Dew, masakanmu enak. Aku sampe nambah loh. Maaf ya, bekalmu jadi tak tersisa,” ucap Reno.
“It’s oke, Pak. Aku malah seneng makananku habis, karena biasanya suka ga habis dan dibawa pulang lagi atau aku kasih si Rian.”
Rian adalah office boy di lantai ini.
“Baik sekali sih, kamu Dew,” puji Jefri.
“Alana masih belum bisa masak rendang,” celetuk Reno sembari mengelap bibirnya dari sisa makanan yang menempel.
“Oh, ya? Bukannya Alana juga jago masak.”
“Ya.” Reno mengangguk. “Tapi untuk masak rendang, dia belum bisa. Kalau mau coba, katanya takut ga enak.”
“Ih, padahal ada bumbu jadinya loh. Sekarang mah gampang,” sahut Dewi.
Jefri hanya menjadi pendengar sambil tetap menghabiskan sisa bekal Dewi. Ia sudah menangkap sinyal ketertarikan Dewi pada Reno. Namun berhubung Reno yang kelewat lurus, sehingga ia tidak menyadari sama sekali.
****
Di rumah, Alana mengulang kesalahan yang sama. Ia masih menonton drama korea di sela ketidaksibukannya di rumah baca. Kebetulan di rumah baca itu ia tidak dibutuhkan setiap hari, hanya tiga hari dalam satu minggu, ia membantu di sana. Dan hari ini adalah hari bebasnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat sore. Biasanya Reno akan pulang pukul lima tiga puluh, karena pria itu lebih sering pulang tepat waktu dan hanya sesekali lembur, itu pun selalu memberi kabar istrinya.
Pikir Alana, masih ada waktu tiga puluh menit lagi untuk menonton sebelum ia mulai ke dapur.
Ceklek
Tiba-tiba Reno pulang. Ia membuka pintu dan kembali melihat istrinya yang bersantai sembari menonton drama itu. Ternyata Reno pulang lebih cepat dari biasanya.
“Eh, Mas, udah pulang?” tanya Alana senang. Ia pun meninggalkan gadgetnya.
“Iya, tadi ada pertemuan diluar sebentar, terus pas selesai aku langsung pulang aja.”
Alana membantu sang suami membuka jas serta dasinya. Lalu, ia membawa pakaian kotor itu ke belakang. Sementara, Reno beralih ke meja makan.
“Kamu ga masak?” tanya Reno setelah melihat Alana kembali dari ruang laundry.
“Belum, Mas. Ini baru mau masak.”
“Ya ampun, Al. kamu ngapain aja?” tanya Reno dengan nada yang mulai sedikit meninggi.
“Aku lapar, Al. Aku tadi menolak ajakan Bos aku untuk makan di restoran karena ingin makan bersamamu. Makanya aku buru-buru pulang. Tapi kamu malah asyik nonton drama itu.”
“Maaf, Mas,. Aku ga tahu kamu pulang cepat. Biasanya kan kamu pulang setengah enam,” jawab Alana.
Reno semakin kesal karena Alana terus menjawab, padahal ia bersalah.
“Kalau begitu aku pesankan makanan online aja ya!” tawar Alana pada suaminya.
Reno menggeleng. “Ngga usah biar aku cari sendiri aja nanti.”
Reno hendak melangkahkan kakinya menuju kamar untuk membersihkan diri di kamar mandi yang berada di dalam kamar itu. Namun, sebelum kakinya hendak berjalan menuju kamar, ia kembali berkata, “Pantas saja, Tuhan belum memberikan kita keturunan. kamunya masih seperti anak kecil.”
Jleb
Perkataan Reno memang pelan dan tanpa intonasi yang tinggi. Namun, kata-kata itu cukup menusuk hati. Walau memang Alana bersalah dan lalai, tetapi kata-kata Reno seolah menyalahkan dirinya atas keterlambatan mereka mendapat momongan.
Alana terdiam. Ia kembali beralih ke dapur dan mulai memasak. Ia mengalihkan kata-kata yang menusuk hati itu dengan memasak dan membersihkan dapur. Walau sebenarnya dapur itu sudah bersih karena Alana selalu membersihkan rumah ini setiap hari.
Alana tak bisa membendung tangisnya saat ia tengah mencuci piring. Ya, ia akui ia bersalah. Ia pun sudah meinta maaf atas kelalaiannya. Namun, tetap saja hatinya terasa sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Yuliana Purnomo
kadang kata2 yg menyakitkan hati itu justru kita terima dr orang yg paling kita cintai
2024-01-22
0
Dwi Hartati
ya ampun nyesek bgt ya
2023-10-16
1
Dwi Hartati
wah bahaya ini reno mulai curhat sama lawan jenis lagi
2023-10-16
1