Reno memutar shower hingga full. Ia mengguyur kepalanya dengan air dingin yang berada dari atas kepala. Air itu membasahi seluruh tubuhnya dari kepala hingga kaki. Sembari memejamkan mata, ia kembali memutar perkataan yang telah ia lontarkan tadi untuk Alana. Jujur, ia menyesali perkataan itu. Entah setan apa yang merasuki hingga kata-kata keluar begitu saja dari bibirnya.
Selesai mmbersihkan diri, Reno keluar dari kamar mandi dan memandang ke seluruh penjuru kamar. Di sana ia tak mendapati keberadaan sang istri. Hanya ada pakaian yang tergeletak di atas sofa. Pakaian yang sudah Alana siapkan untuknya, usai membersihkan diri.
Reno menarik nafasnya kasar. Ia melangkah mendekati pakaian itu dan meraihnya.
Di dapur, Alana hampir selesai membuat masakan sederhana. Masakan yang sudah matang itu akan ia bawa menuju meja makan.
Dret … Dret … Dret …
Ponsel Alana berdering. Alana mendengar itu dan ia bergegas mencari ponselnya yang ia letakkan di ruang televisi. Lalu, Alana menggesr tombol hijau untuk mengangkatnya.
“Hai, Al.” Seorang gadis melambaikan tangan di layar itu.
“Hai, Qis.” Bilqis menelpon Alana dengan panggilan video call.
“Al, kangen banget,” suara Bilqis terdengar nyaring, ditambah suara di belakangnya yang juga berisik.
“Sama, aku juga kangen banget.”
“Ketemuan yuk!” ajak Bilqis.
“Kapan?” tanya Alana.
“Besok, pas aku makan siang di restoran xxx. Aku yang traktir.”
“Ciye, mentang-mentang gajinya udah dua digit,” ledek Alana. Pasalnya saat ini Bilqis sudah diangkat menjadi sekretaris direktur.
“Ya, alhamdulillah. Makanya, ayo aku traktir.” Bilqis mendesak.
“Ya, nanti aku izin Mas Reno dulu.” Alana mengangguk.
“Oke, besok kita kabar-kabaran lagi ya.”
Alana kembali menganggukkan kepalanya dan panggilan itu pun terputus. Kemudian, ia kembali menuju dapur untuk membawa sisa makanan yang belum diletakkan di meja makan.
Tak lama kemudian, Reno pun keluar dari kamar. Ia memandang punggung Alana yang tengah membungkuk untuk meletakkan makanan di meja itu.
Perlahan, Reno mendekati istrinya. Ingin sekali ia mengucapkan maaf, tapi bibirnya terasa berat.
Alana menoleh ke belakang dan melihat suaminya berjalan mendekat. “Eh, Mas. Sudah selesai bersih-bersinya? Aku juga sudah selesai masak. Mas ga usah beli makanan di luar.”
Alana memaksa bibirnya tersenyum. Ia memang tidak pernah menampilkan kesedihan dan Reno tahu itu. Satu hal yang membuat Reno kagum dengan istrinya adalah di balik sikap ke kanak-kanakkan itu, ada hati yang berjiwa besar. Alana tidak pernah mengeluh mengapa Tuhan mengambil kedua orang tuanya hingga ia kehilangan kasih sayang itu? Alana juga tidak pernah mengeluh saat ia melihat teman-temannya sukses berkarir sementara dirinya hanya menjadi ibu rumah tangga.
Reno menarik kursi dan duduk. Alana mengambil nasi dan beberapa lauk yang ia masak tadi di piring suaminya.
“Cukup?” tanya Alana setelah piring itu sudah terisi.
Reno mengangguk. “Cukup.”
Kemudian, Alana beralih ke kursi yang cukup jauh dari jangkauan Reno. Ia menarik kursi itu dan duduk. Biasanya, Alana akan memilih kursi tepat di samping atau di depan Reno untuk memudahkan dirinya melayani sang suami. Tapi kali ini, ia memilih kursi yang cukup jauh dari tempat Reno duduk.
Reno menatap Alana. “Mengapa duduk di situ?”
“Ah, ga apa-apa.” Alana tersenyum dan menggeleng. “Hanya ingin duduk disini aja.”
Reno diam. Ia mulai menyuapkan makanan itu ke mulut. “Kamu ga makan?” tanyanya.
Lagi-lagi, Alana hanya menggeleng. “Ngga. Kebetulan aku belum lapar. Hanya ingin susu cokelat saja.”
Alana memperlihatkan secangkir susu cokelat pada Reno.
“Makanlah! Atau Mas ambilkan?” tanya Reno sembari mengambil satu piring kosong.
“Tidak. Tidak.” Alana menghalau keinginan Reno. “Aku belum lapar, Mas. Nanti kalau lapar juga aku makan kok.”
Reno menatap wajah istrinya. Namun, Alana hanya tersenyum sekilas dan menunduk, memainkan sendok kecil yang ada di dalam cangkir itu.
Reno tahu bahwa istrinya sedang tidak baik-baik saja. ia sadar bahwa perkataannya tadi telah menyinggung perasaannya. Namun, lidahnya pun sulit untuk kembali membicarakan hal itu.
Keduanya tampak canggung. Reno pun makan dalam diam. Biasanya moment ini selalu mereka jadikan untuk tempat mencurahkan hati. Reno akan banyak bicara perihal aktifitasnya di kantor selama satu hari tadi. Namun, makan malam kali ini berbeda. Suasananya sunyi, hingga Alana membuka pembicaraan.
“Oh ya, Mas. Bilqis ngajak ketemuan besok siang di restoran xxx. Sebelum ke rumah baca, aku mampir ke sana ya, Mas.”
Reno mengangguk. “Jam berapa?’
“Mungkin jam dua belasan pas jam makan siang Bilqis dikantor.”
“Oh, sama Bilqis aja?” tanya Reno lagi.
“Ya, cuma kami berdua.”
Reno kembali menganggukkan kepalanya. Ia mengizinkan sang istri untuk bertemu sahabatnya saat di kampus itu.
Setelah menikmati makan malam dan kembali dengan aktifitas masing-masing. Reno ikut duduk di samping istrinya yang sedang menonton televisi. Keadaan keduanya masih canggung, padahal mereka sudah melewatkan beberapa jam setelah ketegangan sore tadi.
Baru saja Reno mendudukkan tubuhnya di samping sang istri, Alana bangkit.
“Mas, aku tidur duluan ya,” kata Alana yang seperti menghindar.
“Kamu sudah ngantuk?” tanya Reno.
“Iya. Lagi pula aku ga mau begadang kaya kemarin. Nanti kesiangan lagi,” jawab Alana tersenyum.
Alana hendak melewati Reno menuju kamarnya. Namun, Reno mencekal lengan mungil itu.
“Kamu marah sama Mas?” tanya Reno dengan menatap lekat wajah cantik itu.
Alana menggeleng dan tersenyum. “Ngga. Kenapa marah? Kamu benar. Mungkin Tuhan belum memberikan kita keturunan karena sikapku yang masih kekanak-kanakan. Mungkin, aku belum cocok menjadi ibu.”
“Stop! Jangan ulang lagi perkataan itu.” Reno memeluk perut Alana. Ia mendekap tubuh Alana yang sedang berdiri.
“Maaf. Maaf kalau perkataan Mas tadi menyinggungmu. Bukan maksud Mas seeprti itu.”
Alana terdiam. Tangannya belum terangkat untuk mengelus rambut ikal suaminya yang sudah menempel tepat diperutnya.
Lalu, Reno menengadahkan kepalanya untuk menatap sang istri.
“Masih marah padaku?” tanya lirih. Terdengar suara penyesalan di sana.
Seketika, air mata itu pun tak bisa terbendung. Alana luluh dan merangkul kepala Reno.
“Maafkan Mas, Sayang. Mas tidak bisa didiamkan olehmu. Mas butuh kamu.” Reno menenggelamkan kepalanya di perut Alana dan Alana mengusap lembut rambut itu. Ia pun mengecup kepala Reno.
“Aku sayang, Mas Reno.”
“Mas juga sayang kamu, Alana.” Reno semakin mengeratkan pelukannya.
****
Visual Alana
Visual Reno
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Renova Simanjuntak
part,,,yang sangatttttt,,,,menyentuhhhhhh...
jd,,,pengennn,,,,meweeeekkkkk...menusuk ke hati,,,thor,,,😓😪😪😢😢..seandainya di buat jd skenario,,,film,,pasti,,akan,banyakk yg,,,baperrrrr
2023-06-12
2
Muajidah Firdausi
Visualnya cakep2
2023-03-23
1
Mira Mirgam
masyaallah alana cantik banget suka visualnya
2023-01-11
0