Mamanya Chandresh tertawa canggung dan saat ia melihat Lintang melengos, ia segera berkata, "Ah, emm, mari silakan masuk dulu Dok dan Ibu"
Dokter Andi berkata, "Terima kasih" Lalu menggamit lengan istrinya untuk masuk ke dalam rumahnya Chandresh disusul oleh ketiga asisten rumah tangganya yang membawa enam buah koper besar.
Chandresh melangkah mendekati Lintang dan berkata, "Bagaimanapun juga, Istri Papa kamu adalah Mama kamu sekarang ini. Kamu harus hormat! Nggak baik membentak orangtua"
Lintang bersedekap, menyipitkan kelopak matanya ke tengah, lalu berbalik badan meninggalkan Chandresh tanpa kata sedikit pun.
Chandresh bergegas mengikuti langkahnya Lintang, karena Lintang melangkah menuju ke jalan raya bukannya masuk ke dalam rumahnya Chandresh.
"Saya sangat berterima kasih, Anda sudah bersedia menampung Lintang di sini" Mama tirinya Lintang berkata dengan nada penuh dengan rasa terima kasih.
"Sama-sama, Bu. Dari dulu saya sudah menganggap Lintang seperti putri saya sendiri. Dan almarhum mamanya Lintang juga sudah saya anggap seperti adik saya sendiri" Sahut mamanya Chandresh dengan nada penuh dengan ketulusan.
"Tapi, putri saya itu sudah jauh berbeda saat ini. Bukan hanya berbeda secara fisik, tapi kelakuannya juga berbeda drastis. Putri saya sekarang ini liar dan na......."
Mama tirinya Lintang langsung menutup mulut suaminya dengan telapak tangannya dan berucap, "Jangan bilang nakal, Mas. Lintang cuma butuh pelampiasan dari rasa kecewa dan kesedihan yang ada di hatinya sejak ia kehilangan Mama dan adiknya" Mama tirinya menarik kembali telapak tangannya dan papanya Lintang langsung menggenggam tangan istrinya itu dengan sorot mata penuh rasa terima kasih karena, istrinya bisa memahami Lintang.
"Lintang beruntung memiliki Mama sepeti Anda, Bu" Sahut mamanya Chandresh.
"Andai saja Lintang bisa menerima saya dan membiarkan saya masuk ke dalam hati dan hidupnya, saya akan sangat bahagia" Sahut mama tirinya Lintang.
"Semua ada waktunya. Saya yakin, suatu saat nanti, Lintang pasti bisa menyadari ketulusan hati Anda, Bu"
"Terima kasih" Sahut papa dan mama tirinya Lintang secara bersamaan.
Setelah selesai menata kamar tuan putri mereka, ketiga asisten rumah tangganya dokter Andi Rajendra keluar dari sebuah kamar yang dipersiapkan untuk Lintang selama tinggal di rumahnya Chandresh nanti., langsung menghadap ke tuan dan nyonya mereka.
Dokter Andi langsung pamit ke mamanya Chandresh dan berkata, "Ini amplop berisi uang......."
"Nggak perlu, Dok!" Mamanya Chandresh langsung menepis sopan amplop yang disodorkan oleh Dokter Andi.
"Saya mohon Anda menerimanya. Anggap saja, putri saya ngekost di sini. Kalau Anda tidak menerimanya, saya akan merasa terbebani. Saya mohon, Anda menerimanya" Dokter Andi lalu meletakkan amplop berisi uang di atas meja tamu.
"Kalau begitu, saya akan menerimanya. Terima kasih, Dok" Sahut mamanya Chandresh.
"Sama-sama. Kami pamit dulu" Sahut Dokter Andi.
Lintang melangkah tanpa arah. Dia hanya ingin menghindari papa dan mama tirinya. Chandresh berhasil menyusul Lintnag dan berjalan mensejajari Lintang dengan tanya, "Kenapa malah keluar dari rumah?"
Lintang diam saja dan terus melangkah mengabaikan keberadaannya Chandresh.
Chandresh lalu menunduk dan melihat tali sepatunya Lintang yang sebelah kanan, lepas. Dengan sigap, Chandresh menahan laju langkahnya Lintang dengan cara menahan pundaknya Lintang dan berkata, "Tahan dulu! Tali sepatu kamu lepas, tuh"
Lintang menunduk dan menghela napas panjang. Di saat ia hendak berjongkok, Lintang tersentak kaget, karena Chandresh dengan cepat telah berjongkok di depan kakinya dan sambil membetulkan tali sepatunya yang lepas dan Lintang menjadi tertegun dibuatnya.
Chandresh membetulkan tali sepatunya Lintang dengan omelan, "Anak cewek tuh harus rapi! Tali sepatu harus diikat dengan benar biar tidak lepas kayak gini. Kalau tali sepatu lepas, bisa bikin kamu jatuh dan itu sangat berbahaya" Chandresh kemudian berdiri dan mendapati wajah canggungnya Lintang.
"Kenapa melihat Bapak seperti itu?"
"Nggak papa" Lintang langsung melangkah meninggalkan Chandresh untuk menyembunyikan rasa canggungnya.
Chandresh dengan sigap berputar badan untuk menyusul langkahnya Lintang.
Di saat Chandresh berhasil mensejajari langkahnya Lintang, Chandresh bertanya, "Apa kamu lapar?"
Lintang menghentikan langkahnya, menoleh ke Chandresh lalu menganggukkan kepalanya.
Chandresh tersenyum lalu dengan santainya dia menggandeng tangannya Lintang untuk menyeberang jalan sambil berucap, "Bapak akan ajak kamu ke warung makan nasi goreng yang enak banget. top markotop pokoknya"
Lintang memandangi terus tangannya yang berada di dalam genggaman tangannya Chandresh dan ia kembali didekap rasa canggung. Dan saat kakinya sudah sampai ke seberang jalan, ia menarik tangannya dari dalam genggaman tangannya Chandresh dengan kata, "Aku bisa jalan sendiri. Nggak usah digandeng! Aku bukan anak kecil"
Chandresh menoleh untuk melihat wajahnya Lintang, lalu ia tersenyum dan berkata, "Maaf. Bapak refleks tadi, karena Bapak udah menganggap kamu adik. Ayok! Itu warung nasi gorengnya" Chandresh lalu melangkah maju menuju ke warung sederhana bertuliskan Nasi Goreng Pak Joko.
Lintang melangkah pelan mengikuti Chandresh.
"Duduklah! Bapak akan pesankan nasi goreng untukmu. Emm, pedas atau sedang?" Chandresh menoleh ke Lintang.
Lintang duduk di salah satu bangku yang masih kosong lalu menjawab, "Nggak pedas"
"Oke" Chandresh lalu menoleh ke Abang penjual nasi goreng yang bernama Pak Joko, "Pak, nasi goreng dua. Yang satu pedas yang satu nggak pedas"
"Baik, pak guru ganteng" Sahut penjual nasi goreng yang masih sibuk menarikan spatulanya di atas wajan besar yang ada di atas kompor arang.
Chandresh lalu duduk di depannya Lintang dan bertanya, "Kau mau minum apa?"
"Es teh" Sahut Lintang.
Chandresh menoleh ke belakang dan berteriak, "Pak Joko, es tehnya dua, ya?!"
"Siap Pak guru" Sahut Pak Joko si penjual nasi goreng.
"Nasi goreng di sini enak banget karena dimasak menggunakan kompor arang" Chandresh tersenyum ke Lintang. Lalu kembali berkata, "Dan Bapak........"
"Emangnya Anda, Bapakku?" Lintang menatap Chandresh dengan wajah kaku.
Chandresh mengerutkan alisnya ke Lintang.
"Kita cuma beda tujuh tahun. Nggak beda jauh, kan? Kalau nggak ada di sekolahan, aku mau manggil Anda, Kak Chandresh. Panggilan Bapak, kesannya aku ini anak Anda"
"Kemampuan berbahasa kamu parah banget. Kamu pakai bahasa formal dicampur informal. Tapi, karena kamu adikku, okelah. Kamu boleh panggil aku Kak Chandresh dan kamu boleh memakai bahasa campur aduk kayak tadi kalau pas tidak ada di sekolahan"
Lintang menganggukkan kepalanya masih dengan wajah kakunya.
"Maaf kalau Bapak bertanya, apa Mama tiri kamu, jahat sama kamu selama ini? Seperti Mama tiri yang ada di dongeng anak-anak?" Chandresh menatap Lintang dengan penuh selidik.
Lintang menggelengkan kepalanya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Tapi, kenapa kamu nggak bisa baik sama beliau. Aku lihat, Mama tiri kamu, sayang sama kamu dan......."
"Nggak usah dibahas!" Lintang berkata sambil menyendok nasi goreng yang sudah tersaji di depannya.
Chandresh menghela napas panjang lalu berkata, "Oke. Nggak usah dibahas"
Chandresh memakan nasi gorengnya sambil bergumam di dalam hatinya, Hari pertama udah seberat ini. Semoga aku dan Mama bisa terus bersabar menghadapi Lintang dan semoga Lintang bisa berubah menjadi lebih baik nantinya. Amin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Author yang kece dong
Lanjut pak chandresh
2022-08-21
0
Kristiana
yang ini ceritanya agak lambat tapi saya trtap suka mengikutinya
2022-07-04
0
Eva Santi Lubis
mawar lagi
2022-06-21
1