"Lintang, kamu dari tadi menatapku pas aku menerangkan soal cerita itu, berarti harusnya kamu paham, kan? Kenapa cuma kamu pandangi terus soal cerita itu dan tidak kamu kerjakan?" Chandresh mulai mengerutkan keningnya.
Lintang menggelengkan kepalanya ke Chandresh dengan wajah datar tanpa dosa.
"Oke, kita mulai dari soal Matematika yang kamu kuasai aja dulu. Apa yang kamu bisa? bangun ruang karena, aku lihat untuk bangun datar, kamu tidak begitu menguasai, atau soal cerita, atau satuan volume dan debit, FPB dan KPK, atau operasi hitung? Pilih salah satu yang kamu kuasai atau yang kamu sukai" Chandresh menarik senyum di bibirnya dan menganggukkan kepalanya ke Lintang.
Lintang menatap Chandresh dan mengerjap-ngerjapkan kedua kelopak matanya beberapa kali, lalu berkata, "Aku cuma tahu soal Matematika tentang mengantre"
"Mengantre? Soal apa itu?" Chandresh langsung menautkan alisnya.
"Soal Matematika mengantre itu, simple banget, cuma berhitung satu, dua, tiga, hehehehehe" Lintang lalu meringis di depannya Chandresh.
Chandresh menatap Lintang dengan sedikit kesal, lalu berkata, "Lintang, aku serius kok kamu malah ngajak bercanda? Selain itu, apa yang kamu kuasai?"
Lintang masih memamerkan deretan gigi putihnya, satu-satunya hal baik yang ada pada dirinya ya cuma deretan gigi putihnya yang sempurna, lalu berkata, "Selain itu, aku cuma tahu soal berdua satu tujuan, hehehehehe"
Chandresh langsung meraup wajah tampannya dengan kasar dan meraup oksigen di sekitarnya sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya secara irit untuk menekan emosinya. Kemudian Chandresh berkata, "Darimana kamu kulakan hal-hal semacam itu? Kamu tuh masih kecil, kenapa bisa kulakan kata-kata seperti berdua satu tujuan?"
Lintang menatap Chandresh dengan wajah ketakutan.
Chandresh akhirnya menghela napas panjang dan berkata, ".Huffftttt! Oke, lupakan saja! Kita baca lagi soal yang tadi dengan pelan, Chandresh kembali menghela napas panjang, lalu ia menarik buku paket Matematika yang ada di depannya Lintang dan kembali membacakan soal latihan yang terpampang nyata di salah satu halaman yang ada di dalam buku paket Matematikanya Lintang, "Sebuah persegi panjang memiliki luas yang sama dengan sebuah persegi, yaitu 64 cm2. Apabila panjang sisi persegi 2 kali lebar persegi panjang, berapakah keliling persegi panjang tersebut?"
Lintang menggelengkan kepalanya dengan wajah yang mulai ketakutan.
"Oke, nggak usah tegang kayak gitu. Kita santai aja. Maafkan aku kalau aku agak kesal tadi. Matematika itu harus dipahami dengan santai" Chandresh menepuk puncak kepalanya Lintang lalu menarik kembali tangannya untuk menuliskan penyelesaian soal cerita yang dia baca tadi. Chandresh menulis penyelesaian soal tersebut dengan mengeluarkan suara dan menjelaskannya dengan nada suara penuh dengan kesabaran, "Apa rumus luas persegi?"
"Luas persegi sama dengan sisi kali sisi" Sahut Lintang
Chandresh tersenyum dan kembali menepuk puncak kepalanya Lintang, lalu menarik Kemabli tangannya dan berkata, "Bagus. Pinter. Nah, Luas persegi sama dengan sisi kali sisi kan, berarti 64 cm2 \= sisi x sisi
Sisi \= 8
Sisi \= 2 x lebar
8 \= 2 x lebar
lebar \= 8 : 2
lebar \= 4 cm
Luas persegi panjang \= p x l
64 cm2 \= p x 4 cm
p \= 64 : 4 cm
p \= 16 cm
Keliling persegi panjang \= 2 x (p x l)
\= 2 x (16 + 4)
\= 2 x 20 cm
\= 40 cm. Nah, ketemu kan, udah paham?"
Dan ajaibnya, setelah merasakan hangatnya tangan Chandresh yang menepuk puncak kepalanya sebanyak dua kali, Lintang mendadak paham akan soal cerita itu. Lintang menganggukkan kepalanya dengan senyum semringah.
Chandresh tersenyum lega dan berkata, "Aku akan kasih soal yang sama cuma aku ganti angkanya"
Dan benar-benar ajaib, Lintang bisa menyelesaikan soal dari Chandresh dengan sempurna dan beberapa materi yang sering keluar di ujian nasional tingkat Sekolah Dasar, yang Chandresh jelaskan berikutnya, bisa menempel di ingatannya Lintang dengan sangat baik dan beberapa soal latihan yang Chandresh berikan, juga bisa Lintang selesaikan dengan sempurna.
Dua jam les privat itu berlangsung dengan baik dan Chandresh tersenyum puas. Dia kembali menepuk puncak kepalanya Lintang dan berkata, "Kamu sebenarnya bisa kalau mau fokus. Kamu pinter, kok"
Blush! Lintang langsung menundukkan wajahnya saat ia merasakan wajahnya panas dengan jantung yang mulai berdegup nggak jelas lagi.
Chandresh menarik tangannya lalu berkata, "Aku pamit, besok kita belajar lagi" Chandresh melangkah ringan meninggalkan Lintang yang masih menunduk dan mematung.
Mamanya Lintang yang tengah menunggu adiknya Lintang bermain di teras depan langsung mengucapkan terima kasih ke Chandresh saat Chandresh mengatakan kalau Lintang sebenarnya anak yang pintar kalau mau fokus.
Lintang lalu berlari ke wastafel yang ada di ruang makan dan membasuh wajahnya di sana karena setiap kali ia teringat tepukan hangat tangannya Chandresh di puncak kepalanya, wajahnya terus terasa panas dan jantungnya kembali berdegup tidak jelas.
Keesokan harinya, Lintang mendapat pujian dari guru Matematikanya, "Lintang, selamat, ya! Nila Matematika kamu dapat seratus. Kalau begini terus, kamu bisa masuk ke Sekolah Negeri favorit"
Lintang tersenyum lebar dan perasaan kagumnya untuk Chandresh semakin mekar mengembang indah karena berkat bimbingan belajar dari Chandresh, Lintang mendapatkan nilai seratus untuk pertama kalinya di mata pelajaran Matematika.
Mobil antar jemput, salah satu fasilitas yang diberikan oleh pihak sekolah tempat Lintang mereguk ilmu, hanya bisa berhenti di pinggir jalan besar dan untuk sampai ke rumah, seperti biasanya, Lintang harus berjalan kaki masuk gang yang tidak sempit dan tidak lebar juga.
Di ujung gang, Lintang dihadang tiga anak laki-laki seusianya yang berasal dari Sekolah Dasar Negeri yang ada di dekat wilayah rumahnya. Ketiga anak laki-laki itu memang sering menghadang Lintang untuk memalak Lintang karena, mereka tahu Lintang anak orang kaya yang tinggal di kawasan elit yang berada tidak jauh dari Sekolah Dasar Negeri tempat mereka bersekolah.
"Hei, Gajah udah muncul tuh" Teriak salah satu dari ketiga anak laki-laki nakal itu.
"Iya benar. Gajah udah muncul" Teriak yang satunya lagi.
Lintang menghela napas panjang. Dia udah terbiasa dipanggil Gajah oleh teman-temannya karena, ia memang bertubuh tambun, lebih tinggi dari anak gadis seusianya dan lebih besar pula dari anak gadis seusianya.
Lintang berhenti di depan ketiga anak laki-laki itu dan seperti biasanya, ia bisa lewat jalan itu setelah ia menyerahkan uang tiga puluh ribu rupiah ke ketiga anak laki-laki nakal itu.
"Hei, Gajah! Jangan pergi dulu!"
Lintang menoleh dan bertanya, "Kenapa?"
"Kurang ini!"
"Biasanya kan, juga segitu" Sahut Lintang
"Ini tidak biasanya" teriak pimpinan dadi ketiga anak laki-laki nakal itu.
Lintang langsung berteriak, "Aku nggak punya uang lagi dan ini terakhir kalinya aku kasih uang ke kalian! Dan jangan panggil aku Gajah lagi!"
Pimpinan anak laki-laki nakal itu langsung mendorong Lintang sampai Lintang jatuh terduduk di atas aspal. Dan di saat anak nakal itu hendak memukul Lintang, Chandresh langsung menarik kerah baju anak itu dan berkata, "Jangan ganggu Lintang!"
Anak laki-laki nakal itu menarik dirinya dan berhasil melepaskan kerah bajunya dari cengkeraman tangannya Chandresh.
Anak nakal itu bersama dua orang temannya yang biasa dia ajak untuk memalak Lintang, menatap Chandresh. "Siapa kamu?! Kenapa kau membela Gajah?" teriak anak laki-laki yang berlagak menjadi pimpinan dari kedua temannya.
"Pergi atau aku akan membuat kalian berakhir di IGD?" Chandresh menghunus tatapan mematikannya ke ketiga anak laki-laki di depannya.
"Aku tidak takut!" anak laki-laki yang berlagak pimpinan itu langsung maju dan menyerang Chandresh dan hanya menggerakkan satu tangannya saja, Chandresh berhasil membuat anak laki-laki itu jatuh tersungkur di atas aspal.
Anak laki-laki itu berhasil bangkit berdiri dengan bantuan kedua temannya.
"Pergi dan jangan ganggu Lintang lagi! Kalau aku lihat kalian mengganggu Lintang lagi, aku akan menghajar kalian semua lebih dari ini" teriak Chandresh.
Ketiga anak laki-laki itu langsung berlari kabur.
Chandresh berjongkok di depannya Lintang saat ia melihat Lintang menangis dengan duduk bersimpuh di atas aspal. Chandresh bertanya dengan wajah panik, "Kenapa kamu menangis? Ada yang terluka?"
Lintang masih menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan masih menangis lalu ia menggelengkan kepalanya.
"Kalau gitu, kenapa kamu menangis?"
"Karena Kak Chandresh jadi tahu nama panggilanku. Aku sering dipanggil Gajah, huhuhuhu dan aku malu Kak Chandresh tahu soal itu, huhuhuhu" Lintang semakin keras tangisannya.
Chandresh mengulum bibir menahan geli, lalu berucap, "Aku justru senang dengan Gajah. Kau tahu, Gajah itu binatang yang tangguh, ia selalu menjadi tameng buat teman-temannya, itu berarti ia setia kawan, lalu ia juga suka bersosialisasi, berumur panjang, dan baik hati"
Lintang langsung menghentikan tangisannya, mengusap kedua pipinya yang penuh dengan sisa air mata lalu ia menatap Chandresh, "Kakak suka sama Gajah?"
Chandresh membantu Lintang berdiri dan berkata, "Iya. Aku suka dengan Gajah" Lalu Chandresh menggandeng tangannya Lintang yang sudah ia anggap sebagai adiknya dan mengajak Lintang berjalan bersama menuju ke rumahnya Lintang.
Rasa kagum di hati Lintang akan sosok Chandresh, semakin mengembang luas dan saat tangannya digandeng oleh Chandresh, hati Lintang berbunga-bunga dan wajahnya terus melukis senyum bahagia tiada tara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Author yang kece dong
tergantung yang ngajari matematika itu...
2022-08-13
0
Rozh
seru! semngat kakak
2022-07-29
0
Ufika
mampir lagi kak🥰
2022-07-15
0