Lintang terus menunduk dan tidak berani menggerakkan anggota badannya yang lain selain tangan kanan yang dia pakai untuk makan. Karena, mamanya yang super ceriwis, di sepanjang acara makan malam bersama dengan keluarganya Chandresh, selalu berkata kalau Lintang hanya punya hobi makan, tidur dan bermain di taman.
Chandresh yang tidak pernah tersenyum sejak mamanya mulai sakit-sakitan hanya mengangguk sopan ke mamanya Lintang untuk menanggapi cerita mamanya Lintang mengenai Lintang.
"Suami saya adalah seorang dokter umum di salah satu rumah sakit negeri, saya heran kenapa putri saya tidak bisa pinter seperti Papanya. Apalagi nilai matematikanya, parah banget" Mamanya Lintang masih meluncurkan keceriwisannya.
Lintang langsung menendang kaki mamanya dan mamanya langsung menoleh ke Lintang, "Itu benar. Makanya belajar lebih rajin lagi!"
Mamanya Chandresh tersenyum lalu berkata, "Suami saya adalah pemilik perusahaan yang lumayan berkembang. Bergerak di desain interior, jadi jarang di rumah, pulang seminggu sekali. Kebetulan Chandresh sangat unggul di semua bidang ilmu pengetahuan, Chandresh bisa mengajari Lintang kalau Lintang mau. Daripada Chandresh kesepian di rumah hanya berduaan dengan saya terus sepanjang hari"
Chandresh dan Lintang bersitatap dan secara kompak mereka menggelengkan kepala mereka di saat mereka mendengar ide yang dilontarkan oleh mamanya Chandresh.
"Saya setuju. Saya memang nggak bisa lagi mengajari Lintang sejak adiknya lahir. Saya fokus ngurus adiknya. Bahkan saya berhenti kerja. Saya dulu adalah perawat, hehehehe. Tolong ya, Nak Chandresh!? Ajari Lintang! Tante akan bayar nak Chandresh sesuai dengan honor guru les private di luar sana"
"Ah, nggak usah dibayar" Mamanya Chandresh melambaikan tangannya sambil tersenyum tulus.
"Tidak! Saya akan tetap memberikan honor yang sesuai untuk Nak Chandresh. Tolong bimbing belajarnya Lintang, di bidang Matematika saja" Mamanya Lintang menatap Chandresh dengan sorot mata memohon dan Chandresh akhirnya menganggukkan kepalanya karena tidak tega melihat mata sendunya mamanya Lintang.
Lintang menatap Chandresh dengan wajah cemberut dan mewek di dalam hatinya. Lintang kemudian berkata di dalam hatinya, apa yang akan aku lakukan saat Kak Chandresh mengajariku Matematika nanti? Bisa-bisa aku pingsan jika duduk berdekatan dengan Kak Chandresh, nanti, hiks, hiks, hiks, ah! Mama! Apa yang sudah Mama lakukan, hiks, hiks, hiks.
Papanya Chandresh dan Papanya Lintang kemudian melanjutkan obrolan mereka di teras depan sambil bermain catur. Mamanya Lintang mengajari mamanya Chandresh memasak kue. Lintang menjaga adiknya di ruang tamu.
Chandresh duduk di depan Lintang. Dia mengamati Lintang dan Chandresh tersenyum tanpa ia sadari di saat ia melihat Lintang begitu peduli dan sayang sama adiknya.
"Kalian lucu. Aku dari dulu ingin punya adik, tapi sayangnya Mamaku udah nggak bisa punya adik lagi setelah rahimnya diangkat karena mioma" Chandresh membuka suaranya untuk membuat suasana menjadi lebih akrab.
Lintang tersentak kaget dan tidak berani menoleh ke arah suara. Lintang berpura-pura asyik menyuapi adiknya makan puding padahal jantungnya mulai berdegup tidak jelas lagi.
"Kamu kelas berapa dan berapa umur kamu?"
Karena itu kata tanya, Lintang terpaksa menoleh dan menjawab tanpa berani menatap kedua matanya Chandresh, "Aku masih sepuluh tahun, tapi aku udah kelas enam. Aku harus mulai rajin belajar untuk menghadapi ujian nasional"
"Kok bisa di usia sepuluh, kamu udah kelas enam?"
Lintang menghela napas panjang lalu menoleh kembali ke Chandresh dan tanpa menatap kedua bola matanya Chandresh dia berkata, "Mamaku memasukkan aku ke SD lebih cepat karena ia punya bayi waktu itu. Adikku lahir saat aku masih berumur lima tahun. Aku diterima di SD karena, aku sudah bisa membaca dan berhitung dengan baik dan Mamaku lega saat itu karena, ia bisa fokus mengurus bayinya selama aku ada di sekolahan" Lintang lalu mengalihkan pandangannya ke adik laki-lakinya lagi
Chandresh tersenyum lalu bertanya, "Kau pintar berarti. Cuma mungkin kau butuh perhatian, jadi nilai akademis kamu mulai menurun"
Lintang akhirnya menggendong adik laki-lakinya dan dengan dalih adiknya pup, ia pamit pulang dan berlari sambil menggendong adik laki-lakinya.
Chandresh tertawa lirih melihat Lintang, "Dia tidak bisa berlari cepat, tapi kenapa ia hobi banget berlari, lucunya anak itu"
Keesokan harinya, Chandresh berangkat ke sekolah dan ia mendapatkan beberapa amplop berwarna pink. Chandresh menghela napas.lqlu menggeleng-gelengkan kepalanya dan seperti biasanya, dia memasukkan semua amplop tersebut ke dalam tasnya, tanpa membacanya.
Deo teman sebangkunya Chandresh langsung meletakkan tangannya di pundak Chandresh dan bertanya, "Amplop yang mana yang akan kau kembalikan ke pemiliknya dengan kata, aku juga menyukaimu?"
Chandresh menepis.tangannya Deo dari atas pundaknya dan berkata, "Nggak ada yang akan aku kembalikan. Aku nggak ada waktu untuk pacaran"
"Apa kau masih mencintai mantan kamu? Emm, Shinta? Kakak kelas kita yang sekarang udah lulus dan pergi meninggalkan kamu begitu saja?"
Chandresh menepuk bahunya Deo dan berkata, "Bukan mantan karena, nggak pernah ada kata putus di antara aku dan Shinta. Dan iya, kamu benar. Aku masih sangat mencintainya dan masih terus mencari keberadaannya"
"Emangnya dia nggak kuliah di sini?" tanya Deo.
"Kabarnya sih, dia kuliah di luar negeri. Di Singapore, tapi email dan nomernya nggak bisa aku hubungi lagi. Emailku nggak pernah dibalasnya sama sekali" Sahut Chandresh.
"Ya udah lah, lupakan saja! Masih banyak gadis yang mengantre di belakang kamu. Kamu tinggal nengok ke belakang dan memilih salah satu dari mereka"
"Kau pikir gampang melupakan cinta pertama" Chandresh kembali menepuk bahunya Deo dan Deo langsung menggemakan suara tawanya yang cempreng.
Sepulang sekolah, Chandresh kaget setengah mati saat ia melihat mamanya Lintang berlari ke arahnya dan langsung menarik tangannya Chandresh sambil berkata, "Tante udah nunggu kamu dari tadi. Tolong ajari Lintang Matematika mulai hari ini sampai hari Jumat di jam segini, ya?! Jangan khawatir, Tante udah masak untuk kamu dan udah anter lauk untuk Mama kamu" Mamanya Lintang langsung menyuruh Chandresh duduk di depan meja makan dan menyuruh Chandresh makan.
"Tapi, kenapa saya makan sendirian? Tante nggak makan?"
"Tante dan anak-anak Tante udah makan tadi. Makan aja jangan sungkan! Tante lihat, Mama kamu juga belum masak, tadi"
"Lalu Lintang mana, Tante?"
"Lintang ada di dalam kamar dan Tante kunci kamarnya sebelum ia kabur bermain ke taman. Dia selalu kabur bermain ke kamar setelah menyelesaikan makan siangnya. Maka dari itu setelah kamu selesai makan, Tante akan antar kamu masuk ke kamarnya Lintang dan........"
"Belajarnya di ruang tamu atau di sini aja, boleh kan, Tante. Saya nggak enak kalau harus masuk ke kamarnya Lintang" Sahut Chandresh
"Oh, oke! Setelah kamu selesai makan, Tante akan ajak Lintang keluar dari dalam kamarnya" Mamanya Lintang tersenyum lebar di depan Chandresh dan Chandresh membalasnya dengan senyum kikuk.
Dan di hari itulah, Lintang mulai menjalani hari-harinya belajar Matematika bersama dengan Chandresh.
Di awal belajar bersama dengan Chandresh, Lintang masih belum berani menatap Chandresh sampai membuat Chandresh tergelitik untuk bertanya, "Kenapa kamu kalau bicara denganku, tidak mau menatapku? Apa kamu takut padaku?"
Lintang menggelengkan kepalanya.
"Lalu kenapa?"
"Nggak papa" Lintang masih menundukkan wajahnya.
"Kalau nggak papa dan nggak takut sama aku, anggap aku ini Kakak kamu, jadi tatap aku sekarang! Lagian kalau murid nggak mau menatap gurunya pas gurunya kasih penjelasan, nanti, bagaimana mungkin murid itu bisa paham" Chandresh menatap Lintang.
Lintang memberanikan diri menatap Chandresh dan wajahnya langsung merah karena malu.
"Wajah kamu merah? Kamu malu? Tapi, kenapa kamu malu?"
"Karena aku berjerawat dan aku jelek" Lintang langsung menundukkan wajahnya kembali.
Chandresh menghela napas panjang dan berucap, "Apa aku pernah bilang begitu ke kamu?"
Lintang menggelungkan kepalanya.
"Makanya nggak perlu malu sama aku. Mulai sekarang angkat wajah kamu, tatap aku dengan santai dengan menganggap, aku ini Kakak kamu"
Lintang mengangkat kembali wajahnya dan menatap Chandresh.
Chandresh tersenyum ke Lintang. Senyum pertama yang Chandresh berikan untuk seorang wanita sejak ia ditinggal pergi oleh cinta pertamanya.
Lintang membalas senyumannya Chandresh dan seketika itu pula, Lintang mulai bisa bersikap santai dengan Chandresh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Author yang kece dong
semangat chandres aku juga suka matematika
2022-08-10
0
Rozh
keren
2022-07-29
0
Kaisar Tampan
Salam kenal kak.
bantu dukung juga karyaku..
simpanan brondong tampan
2022-07-08
0