“Tentu saja Mick juga punya banyak keberuntungan. Bakat saja tidak cukup membawanya sampai pada titik ini. Ia bahkan membuat kami bisa bertemu denganmu,” sekali lagi Lao Fen membaca pikiran Lamia.
“Aku bahkan tidak bisa protes karena kau membaca pikiranku sealami itu, Lao Fen,” kata Lamia sambil menghela nafas.
“Maafkan ketidaksopananku. Aku tidak bisa menolak setiap suara yang terdengar,” Lao Fen tergelak.
Lamia memahaminya. Justru ia berterimakasih karena Lao Fen seterbuka ini padanya. Pria itu seolah ingin menjelaskan bahwa satu-satunya cara agar pikirannya tidak terbaca adalah dengan tidak memikirkan apapun saat berada dekat dengan Lao Fen.
“Bagaimana kalau ada banyak orang di sekitarmu?” tanya Lamia penasaran.
“Itu seperti kau berada di tengah kerumunan orang yang semuanya bicara sendiri-sendiri. Aku hanya perlu fokus pada suara yang ingin ku dengar,” terang Lao Fen. “Karena sekarang kita hanya berdua, maka pikiranmu yang terdengar paling keras. Dan aku tidak bisa sekedar menutup telinga untuk mencoba membungkam suara itu.”
Lamia mendengus menanggapi.
“Apa orang lain juga mengetahui kemampuanmu ini?”
“Tidak semua. Hanya orang-orang yang kupercaya. Mick, tentu saja, tanpa perlu petunjuk langsung mengetahuinya begitu saja. Sepertinya dia menyimpulkan dari penutup mataku. Dia orang yang sulit ditebak.”
Seperti yang sudah diduga Lamia, sahabatnya itu memang terlampau jenius untuk dipahami bahkan oleh orang dengan kemampuan seperti Lao Fen.
“Kau sangat mengagumi Mick rupanya,” komentar Lao Fen.
Lamia tersenyum. “Dia punya banyak peran dalam hidupku, Lao Fen. Dia sahabatku, sekaligus mentorku. Aku punya orang lain yang juga kukagumi, tapi Mick adalah orang terakhir yang bisa sepenuhnya aku percaya.”
Lao Fen tersenyum seolah tahu siapa orang lain yang melintas dipikirkan Lamia. Ia seratus persen yakin Lao Fen mendengar nama Aeron melalui pikirannya. Tapi Lao Fen tidak berkomentar apapun.
“Apa alasanmu mempercayaiku? Kita baru bertemu beberapa kali. Tapi kau sudah memberi tahuku tentang kemampuanmu,” kata Lamia mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Lebih tepatnya aku percaya pada integritasmu, Lamia. Aku memilihmu karena aku percaya kau sama cerdasnya dengan Mick. Dengan cara yang berbeda, tentu saja. Orang-orang berbakat mengenali sesamanya, bukan?”
Lamia agak sulit mencerna sudut pandang Lao Fen yang menyejajarkan dia dengan Mick. Bahkan setelah hampir seumur hidup mengenal Mick, Lamia tidak pernah bisa menebak pikiran sahabatnya itu.
“Mari kita bicara dengan lebih nyaman,” Lao Fen berhenti di sebuah pintu besar bergagang emas.
Pintu itu tidak ada bedanya dengan pintu-pintu lain di kastel. Namun ruangan di dalamnya berbeda dengan ruangan lain yang pernah dimasuki Lamia. Kebanyakan ruangan di kastel berdinding batu, dengan celah kisi-kisi sempit yang berfungsi sebagai jendela. Sementara ruangan yang dimasuki Lamia sekarang berdinding kayu mengkilat, dengan jendela-jendela kaca besar menghadap ke taman kastel. Barisan rak-rak kayu penuh buku berjajar di ruangan yang cukup luas itu. Masing-masing menjulang tinggi nyaris mencapai langit-langit. Kristal cahaya bertaburan di atas kubah membuat ruangan cukup terang walau hari hampir gelap.
Lao Fen berjalan tanpa kesulitan menuju sebuah meja kayu panjang di salah satu sudut ruangan yang menghadap jendela. Lamia mengikutinya.
“Perpustakaan ini punya lebih banyak pengetahuan yang tidak diajarkan di akademi terbaik di Martian sekalipun. Bahkan para enchanter dari Arabia Terra pun tidak sepenuhnya mengetahui rahasia dalam buku-buku ini,” jelas Lao Fen setelah keduanya duduk.
Arabia Terra merupakan salah satu distrik di Martian yang menghasilkan banyak enchanter terbaik setelah Cydonia musnah. Aeron bahkan sempat mengunjungi distrik itu setelah lulus dari Akademi semata-mata untuk memperdalam kemampuan sihirnya.
“Tidak banyak orang belajar dari buku-buku semacam ini,” komentar Lamia. “Benda-benda ini akan banyak diincar bila orang-orang mengetahuinya.”
Lao Fen mengangguk setuju. Ia kemudian melambaikan tangannya dengan lembut seperti menarik sesuatu dari udara. Detik selanjutnya sebuah buku besar bersampul gelap melayang mendatangi Lao Fen lantas mendarat dengan lembut dalam genggamannya. Lamia terperangah melihatnya. Bahkan Aeron mungkin tidak akan bisa mengontrol ether dengan semulus itu.
“Buku ini akan mengurangi kebosananmu, Lamia,” kata Lao Fen menyerahkan buku tebal itu pada Lamia.
Lamia menerimanya dengan keheranan. Meskipun ternyata ia adalah keturunan Cydonia, tapi Lamia yakin kalau dirinya bukan seorang enchanter. Bagaimana mungkin Lao Fen berharap ia mempelajari sihir. Ethernya bahkan terlalu tipis untuk bisa menhasilkan dampak signifikan.
“Aku tidak memintamu untuk menjadi enchanter, Lamia. Bukalah,” perintah Lao Fen, tampak tenang.
Lamia belum pernah menemui buku yang setua itu. Halaman-halamannya berisi kertas yang sudah usang, kaku dan menguning. Pelan-pelan Lamia membuka halaman pertama, khawatir bila tenaganya bisa merusak lembaran itu. Simbol lingkaran transmutasi dengan huruf-huruf kuno menghiasi lembar pertama. Namun ada yang berbeda dengan corak lingkaran tersebut. Samar-samar Lamia melihat bahwa formasi huruf-hurufnya membentuk lambang tengkorak berwarna merah pekat. Itu simbol transmutasi yang belum pernah dilihat Lamia.
“Simbol apa ini?” tanya Lamia kemudian.
“Itu adalah bentuk lain dari alkimia. Sebuah ilmu terlarang yang sangat berbahaya. Sihir kuno yang sudah musnah ribuan tahun silam. Necromancy.”
Saat kata itu meluncur dari mulut Lao Fen, tiba-tiba suasana perpustakaan meremang. Seperti ada kekuatan aneh dalam kata itu yang membuat Lamia bergidik tidak nyaman.
“Kenapa kau memberiku buku ini?”
Lao Fen terdiam sejenak. Entah kenapa suasana menjadi tidak menyenangkan. Sepertinya Lao Fen memang sudah sejak awal merencanakan untuk membawa Lamia ke tempat ini dan menunjukkan buku itu padanya. Lamia tidak bisa menebak penjelasan apapun yang mungkin masuk akal. Di balik kedua matanya yang tertutup, Lamia merasa Lao Fen tengah memperhatikannya dengan seksama.
“Ini adalah alasan kenapa Cydonia dihancurkan,” kata Lao Fen kemudian.
Lamia kembali terkesiap. Tempo hari Shira mengatakan padanya bahwa kaum Cydonia membelot karena mengetahui kebusukan kerajaan. Hingga saat ini Lamia belum tahu kebusukan apa yang dimaksud Shira. Ia terus menduga-duga apa kaitan perkataan Shira itu dengan buku yang diberikan oleh Lao Fen.
“Untuk waktu yang lama manusia sudah terbiasa hidup di planet ini. Mars tentunya cukup nyaman untuk kita tinggali. Meski begitu, pada hakikatnya kita semua adalah makhluk yang berasal dari Bumi. Secanggih apapun peradaban kita saat ini, tapi kondisi Mars tentu berbeda dengan Bumi,” Lao Fen tampak akan memulai ceritanya. “Hal itulah yang membuat kerajaan terus berusaha merebut Planet Bumi. Kau tentunya sudah mengalami sendiri bagaimana misi-misi invasi dilancarkan.”
Lamia mengangguk tanda setuju. Dia sendiri sudah dua kali mendatangi Bumi. Kali terakhir dia berada di sana, mengakibatkan kehidupannya berubah drastis.
“Namun jauh sebelum itu, kerajaan pernah melakukan hal yang lebih buruk. Raja terdahulu, telah melakukan perjanjian dengan iblis melalui buku itu.” Lao Fen menunjuk buku di hadapan Lamia.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Kerta Wijaya
🤟🤟
2022-08-01
1
ilfindazaka ochtafarela
mantap ceritanya
2022-05-25
0
kucingOren
hiks
2022-05-14
0