Tanggal 19 bulan Dhanus[1] tahun 122 Darian, Lamia telah resmi menjadi buronan. Saat itu, meski musim dingin hampir berakhir, namun hari-hari masih terasa sangat pendek. Langitsudah gelap ketika akhirnya Mick memarkir Flashwing di bawah sebuah tempat minum kecil bernama ‘Asgard’. Mereka sudah sangat jauh dari istana kerajaan ataupun rumah Mick.
“Kita bermalam di sini saja,” kata Mick memandang bangunan yang dihiasi dengan lampu warna-warni itu.
“Mick, lihat,” kata Lamia menunjuk sebuah papan hologram besar setinggi duapuluh meter yang berdiri di samping kedai Asgard. Di papan itu tergambar wajah Lamia dengan beberapa penjelasan di bawahnya.
...Mantan Komandan Antariksa Martian: Lamia Linkheart...
...Buronan Berbahaya Tingkat Pertama...
...Hidup/Mati: 500.000.000 Celes...
... ...
“Aku hanya dihargai lima ratus juta Celes?” komentar Lamia dingin. “Dan tidak ada penjelasan bahwa aku terifeksi tetrodoksin. Mereka hanya mengatakan buronan tingkat pertama.”
“Mungkin mereka tidak ingin membuat masarakat panik,” jawab Mick. “Yang jelas, sekarang kau tidak bisa pergi kemana-mana dengan penampilan seperti ini.”
“Ah! Aku tidak mau minum ramuan Lokiluk lagi. Membuatku merasa tidak nyaman,” kata Lamia lagi.
“Baiklah kalau begitu. Tunggu sebentar,” kata Mick yang kemudian keluar dari Flashwing dan pergi menuju bagasi.
Lamia memperhatikan yang dilakukan Mick di bagasi. Pria itu tampak mengambil sebuah kotak kayu besar berisi serbuk warna-warni dan beberapa tabung kecil berisi cairan-cairan aneh. Mick kemudian mengambil sebuah gelas kimia dan mencampurkan beberapa bahan yang diperlukan dengan cekatan. Gelas kimia itu kini berisi cairan misterius berwarna merah. Mick menutup bagasi dan kembali ke samping Lamia.
“Berbalik,” perintah Mick. Lamia menurut dan berbalik memunggungi Mick.
Pemuda itu kemudian meneteskan ramuan dalam gelas kimianya ke atas kepala Lamia. Tapi anehnya, kepalanya sama sekali tidak terasa basah, hanya terasa sedikit dingin. Mick membelai rambut Lamia dari ujung kepala sampai bawah dan mengusapnya untuk beberapa saat.
“Taraaa.....!” seru Mick riang.
Lamia menoleh dan melihat Mick menggenggam ujung rambutnya yang sekarang berwarna merah darah.
“Mick, kau jenius,” komentar Lamia mengagumi rambut barunya.
“Warnanya cocok dengan warna matamu,” kata Mick bangga.
“Aku suka warna ini. Buat ramuan itu sebanyak mungkin kalau-kalau warnanya kembali memudar,” kata Lamia.
“Tenang saja, Mia, ini permanen,” jawab Mick tersenyum lebar.
“Benarkah? Kau memang hebat.” puji Lamia. “Ah, tapi ada satu hal lagi yang harus dilakukan,” kata Lamia yang kemudian mengambil sebuah pisau genggam dari balik lengan bajunya.
“Hanya untuk jaga-jaga,” jelasnya pada Mick yang memandangnya dengan satu alis terangkat.
Lamia kemudian meraih rambutnya dan memotongnya sepanjang punggung.
“Aaahh...” desah Mick tampak kecewa. “Kenapa kau memotongnya sebanyak itu? Aku selalu menyukai rambutmu yang indah.” kata Mick meraih potongan rambut yang digenggam Lamia.
Lamia tidak berkomentar. Ia kemudian kembali memotong rambut depannya sehingga menutupi sebagian wajahnya.
“Wow! Kau tampak semakincantik dengan poni seperti itu,” kata Mick mengusap-usap kepala Lamia dan membuat rambut gadis itu berantakan. Lamia reflek mengibaskan tangan Mick.
“Ah sudahlah! Ayo lekas kita masuk ke sana,” kata Lamia mengangguk ke arah kedai minum Asgard.
“Tunggu, tunggu. Kalau ingin mengubah identitas harus total. Lihat kau masih memakai seragam pasukan antariksa,” kata Mick mengingatkan. Ia kemudian keluar lagi dan berjalan menuju bagasi dan menemukan sebuah baju.
“Pakai ini. Milik Hebe. Dia sengaja meninggalkan baju di sini untuk persediaan bila pergi jalan-jalan dengan pacarnya,” kata Mick menjelaskan.
“Bagasi kecilmu itu penuh barang-barang bermanfaat ya, Mick,” komentar Lamia sambil mebuka lipatan baju yang diberikan kepadanya. Sebuah celana pendek ketat berbahan kulit sepanjang paha dengan dua saku dibelakang dan dijahit tangan, sebuah kaos tanpa lengan dan sebuah mantel panjang dengan bulu-bulu di ujung lengannya. Semuanya berwarna hitam.
“Aku akan menunggu diluar,” kata Mick sambil memencet sebuah tombol di dalam mobil sebelum keluar. Otomatis kaca-kaca dalam mobil itu berubah gelap dan tidak bisa dilihat dari luar.
Lamia berganti pakaian dengan cepat. Begitu selesai ia langsung keluar dan menghampiri Mick yang tengah bersandar di samping Flashwing.
“Sempurna,” komentar Mick tersenyum lebar. “Ini,” lanjutnya menyerahkan twingun Lamia. Gadis itu menerima pistolnya dan disarungkan di kanan-kiri pinggangnya.
“Ayo,” kata Lamia melangkah masuk diikuti Mick. “Tempat teraman adalah tempat yang terlihat paling berbahaya,” tandas Mick tampak percaya diri. Lamia tidak pernah meragukan kenekatan Mick sejauh ini.
Mereka pun segera memasuki lift transparan untuk naik ke atas. Sesampainya di dalam, suasana Bar yang hiruk pikuk menyambut mereka.Kedai Asgard sedikit berbeda dari kedai milik Mick, Asklepius. Tempat ini dipenuhi begitu banyak orang yang saling mengobrol dan tertawa dengan suara keras. Penerangan juga tidak remang-remang seperti Asklepius melainkan terang benderang dengan lampu warna-warni dipasang di langit-langit.
Bar itu cukup padat dipenuhi orang-orang yang beraneka rupa. Lamia tidak terlalu memahami komunitas sosial di Martian, mengingat hidupnya hanya dihabiskan bersama pasukan antariksa. Sepertinya ada bermacam-macam manusia dengan pekerjaan yang unik di bawah sini.
Beberapa orang dengan jubah ungu gelap tampak duduk bergerombol di sudut tergelap ruangan oval itu. Wajah mereka tidak terlihat dengan jelas karena tertutup jubah. Lalu di tengah ruangan berkumpul orang-orang dengan jas putih dan rambut warna warni, hijau, pirang, bahkan ada yang rambutnya berwarna merah menyala terang. Menyala yang benar-benar bersinar. Seperti lampu. Lamia lumayan memahami pilihan Mick untuk warna rambutnya.
“Apakah masih ada kamar untuk menginap?” tanya Mick saat mencapai meja bar.
Seorang laki-laki tinggi kurus dengan kantung mata menggantung menatap Mick sekilas lalu menyapukan jemarinya pada sisi meja yang kosong – sisi lainnya diisi dengan botol-botol minuman berasap warna warni –. Dengan beberapa ketukan malas, kisi-kisi meja besi itu mengeluarkan pelat logam tipis berukir garis geometris yang rumit.
“Tinggal satu kamar,” kata pria jangkung itu pendek.
Mick mengangguk, lalu keduanya bertransaksi singkat melibatkan pertukaran pelat logam dan beberapa keping Celes. Ujung pelat logam itu kemudian mengeluarkan sebaris sinar biru redup yang menjalar lurus dan berkelok melewati beberapa meja penuh manusia. Mick segera membimbing Lamia untuk mengikutinya berjalan searah cahaya biru yang keluar dari pelat logam.
Perjalanan singkat itu membawa mereka ke hadapan sebuah pintu besi abu-abu dengan ukiran geometris mirip dengan pelat logam yang dibawa Mick. Rupanya begitu cara kerjanya. Pelat logam itu adalah kunci kamar yang secara mandiri dapat mengantarkan tamu menuju kamar yang sesuai. Lamia mengagumi teknologi tersebut, seperti makhluk dari dunia yang tertinggal. Tapi dia menahan diri untuk tidak berkomentar, setidaknya agar Mick tidak perlu mencemaskan kemampuannya bertahan hidup dalam kehidupan sosial manusia pada umumnya.
Setelah menankupkan pelat besi pada posisi sedemikian rupa rumit pada pintu, akhirnya mereka mendapati diri berada di sebuah kamar kecil yang sempit. Tidak ada ornamen lain dalam kamar itu selain tempat tidur double bed di tengah dan meja besi kecil di kanan kirinya. Bahkan penerangan kamar itu lebih redup dibanding cahaya lampu di penjara Istana Martian. Satu-satunya yang menyelamatkan keadaan memprihatinkan itu adalah sisi luar kamar yang sepenuhnya merupakan kaca gelap menampakkan pemandangan luar berlatarkan pepohonan Utopia Planatia.
...***...
“Jadi, bagaimana rencana kita? Apa sampai mati aku harus hidup dalam pelarian?” tanya Lamia setelah mereka berdua kembali duduk di bar. Sebotol anggur merah menemani perbincangan mereka.
“Kurasa tidak. Tunggu saja beberapa saat dan ketika kerajaan menyadari bahwa kau tidak menulari virus pada penduduk, mereka akan lebih lunak,” kata Mick menghisap rokoknya dalam-dalam.
“Lalu selama menunggu saat itu tiba, apa yang harus kita lakukan?” tanya Lamia lagi.
“Mmm.... sebenarnya ada satu tempat yang sejak dulu ingin kudatangi bersamamu, tapi kau tidak pernah punya waktu senggang. Jadi mungkin sekarang adalah saat yang tepat,” kata Mick menatap Lamia dalam-dalam.
“Kemana?” tanya Lamia ingin tahu.
“Cydonia,” jawab Mick singkat.
Mendadak Lamia terbatuk karena kaget.
“Itukan wilayah para pemberontak,” kata Lamia masih terbatuk-batuk.
“Ada hal penting di sana yang harus kau ketahui, Mia. Seperti yang sudah pernah kubilang padamu tentang identitasmu sebagai keturunan orang-orang Cydonia,” ucap Mick.
[1] Bulan ke-2 kalender Darian
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
IG: _anipri
Cydonia? Apakah itu tempat identitas Lamia yang sebenarnya?
2022-08-26
0
ilfindazaka ochtafarela
keren banget
2022-05-25
0