Misi ke Bumi

Lamia masih tidak terlalu memahami kata-kata Mick, namun ia tidak punya banyak waktu untuk bertanya lebih lanjut. Ia harus segera kembali ke pangkalan. Aeron pasti menunggunya datang. Lamia akhirnya memutuskan untuk berpamitan dengan Mick, sambil berjanji untuk merahasiakan fakta yang baru diketahuinya tadi.

Mick mengangguk singkat saat Lamia berpamitan. Sudah saatnya Lamia kembali ke pangkalan. Setelah menghabiskan minumannya, Lamia pun berpamitan dengan Mick lantas bersiap pergi.

“Mia…” panggil Mick ketika Lamia hendak berbalik.

“Kenapa?” tanya Lamia.

“Tolong kembalilah dengan selamat,”

“Tentu saja, Mick. Aku ini Lamia Linkheart,” jawab Lamia sambil menyeringai kecil.

...***...

Lamia tiba di Stasiun Antariksa tepat pada waktunya. Aeron tampak lega melihatnya datang. Gadis itu segera menghampiri Aeron, dan seketika ia sadar rekannya tengah bicara dengan pantulan hologram yang langsung membuat Lamia kehilangan minat. Cassabella Wade.

“Lamia!” panggil Cassabella.

 “Aku sungguh sangat menyesal harus melibatkanmu,” kata Bella.

Lamia tak bergeming. Ia hanya melempar tatapan dingin pada si gadis.

“Maafkan aku membuatmu harus melaksanakan misi ini. Tapi... tapi Balder adalah satu-satunya adikku. Dan tidak ada orang lain yang lebih kupercayai untuk mampu membawanya kembali,” rintih gadis itu setengah memohon.

“Bella, aku tidak berjanji bisa kembali,” kata Lamia.

“Maaf... maafkan aku...” gadis itu kembali merintih.

“Tapi sudah menjadi tanggung jawabku untuk melindungimu dan adikmu. Jadi kurasa tidak ada pilihan lain selain menerima misi ini,” kata Lamia lagi lalu berjalan pergi meninggalkan gadis itu menuju Horizon TZ02.

“Percayalah pada kami, Ratu,” kata Aeron menghampiri Bella. Sebuah tiara kecil yang tersemat di kepalaCassabella berkilauan tertimpa cahaya.

“Aeron... aku ingin kau melakukan satu hal lagi untukku,” kata Cassabella memandang Aeron lekat-lekat.

“Katakan saja,” jawab Aeron.

“Lindungi juga Lamia. Aku tidak ingin melihatnya terluka. Dan pastikan ia juga bisa kembali bersama adikku,” kata Cassabella serius.

 

Horizon TZ02 bersiap memulai perjalanan antariksa setelah semua personilnya lengkap di kursi kendali masing-masing. Lamia dan Aeron sebagai duo komandan spesialis pertempuran luar angkasa bertanggung jawab di kendali utama pesawat. Horizon TZ merupakan Space Transportation System terbesar yang dimiliki pangkalan Antariksa Martian. Pesawat berbentuk lingkaran pipih ini memang hanya dikhususkan untuk misi penyelundupan dibandingkan menghadapi pertempuran terbuka. Lamia sedikit was-was dengan kendaraan yang dipilih Aeron. Meskipun ia juga memahami pertimbangan Komandan Pertamanya untuk membawa sekompi pasukan tanpa perlu repot memikirkan koordinat yang berbeda-beda. Toh sekalipun Horizon TZ tidak handal dalam pertempuran, pesawat ini ahlinya bersembunyi dan menyusup. Semoga memang ini pilihan tepat.

Kurang lebih lima menit setelah melesat dari Pangkalan, planet biru berselimut atmosfer putih tipis sudah berada dalam jarak pandang Lamia. (Berterimakasihlah pada teknologi transportasi berkecepatan cahaya). Seperti yang diduga Lamia, kedatangan mereka sama sekali tidak terdeteksi oleh pasukan Gaian. Bumi memiliki sebuah Pangkalan Militer Luar Angkasa yang bewujud Satelit raksasa sebesar bulan yang mengorbit. Berbeda dengan Pangkalan Antariksa Mars yang berwujud cincin pipih mengelilingi ekuator di zona luar atmosfer. Kelemahan itu menjadi celah bagi pasukan Martian menyusup ke Bumi. Hanya perlu bermain kucing-kucingan dengan Satelit-Pangkalan-Bumi dan wusss… mereka selamat tanpa terdeteksi.

“Raylen, coba lacak koordinat pesawat Pangeran Balder. Dalam jarak ini seharusnya radar kita sudah bisa menerima sinyal kendaraannya,” perintah Aeron.  

“Siap laksanakan, Komandan.” jawab Raylen, si penanggung jawab radar.

 “Lapor Komandan Aeron, Koordinat pesawat Pangeran Balder sudah ditemukan. Transmisi saya kirim ke kendali utama,” kata Raylen.

Fokus Lamia kembali saat panel navigasi di depannya berkerlip dengan titik merah tanda lokasi Horizon XT22 yang dikendarai Balder.

“Transmisi diterima. Kita mulai perjalan memasuki Bumi,” ujar Lamia menggenggam erat tuas kendali dan segera mengarahkan pesawat mereka ke koordinat yang sudah ditentukan.

“Berhati-hatilah saat melewati atmosfer,” pesan Aeron menanggapi.

Benar saja, tak berapa lama kemudian guncangan hebat menerpa mereka saat melewati atmosfer Bumi. Turbulensi itu mengakibatkan Lamia semakin erat menggenggam tuas kendali yang terus bergetar. Tekanan udara juga membuat napasnya menjadi pendek-pendek. Bukan sekali dua kali Lamia mondar mandir melewati atmosfer, namun turbulensi saat ini terasa sangat lama. Sepertinya kecemasan yang tengah dirasakan Lamia membuat waktu meregang lebih panjang.

“Aktifkan mode invisible!” seru Aeron ditengah suara deru pesawat.

Saat-saat penuh kegaduhan akhirnya berakhir. Namun kondisi itu sama sekali tidak menghibur Lamia. Kini, selain perasaan gelisah, tangan Lamia juga mulai kesemutan. Gadis itu mengumpat pelan sambil melemaskan jari-jarinya.

“Kita lakukan yang terbaik, Komandan,” kata Aeron yang sepertinya mendengar serapah Lamia.

Lamia tersenyum kecil sembari masih memijat tangannya. “Apa lagi yang bisa kita lakukan?”

Aeron tidak menjawab. Pemuda itu hanya sekedar melempar tatapan sendu pada Lamia. Jika itu kali terakhir mereka bisa saling berpandangan, Lamia ingin menikmatinya selama mungkin. Sayangnya Aeron tidak merasakan hal yang sama. Setelah beberapa detik bertatapan dalam diam, Aeron mengalihkan pandangannya dan mulai sibuk memasang Lifting Handgloves bertatah batu saphir biru besar.

Lamia mengenali benda itu sebagai senjata milik Aeron. Berbeda dengan Lamia yang memiliki energiether yang kecil, Aeron punya sumber daya yang besar dalam tubuhnya. Semacam generator ether dalam ungkapan Lamia. Besarnya energi tersebut membuat Aeron perlu medium pengontrol dan dari sekian banyak benda entah mengapa dia memilih sarungtangan bertatah saphir. Kadang Lamia curiga Aeron memilih batu Kristal itu semata-mata karena berwarna biru.

“Persiapkan senjata masing-masing. Sebentar lagi kita mendarat,” perintah Aeron.

“Siap Komandan!” seru para prajurit.

Lamia segera kembali pada kesadarannya dan mulai mengecek senjata. Orthus dan Cerberus sudah tersarung rapi di kanan kiri pinggangnya. Lamia kemudian meraih Stheno yang tergantung di samping kursi kendali lalu menentengnya di punggung.

“Pangkas rambutmu setelah kita kembali,” komentar Aeron tiba-tiba.

Lamia mendengus pelan menanggapi. “Di saat seperti ini kau mencabut dispensasi atas rambut panjangku?”

“Rambut pendek akan memudahkanmu meraih senapan dari punggung,” kata Aeron sambil membetulkan letak Stheno agar tidak terjerat helai-helai rambut Lamia.

“Khawatirkan keadaanmu sendiri, Komandan,” balas Lamia tersenyum kecil. “Ngomong-ngomong aku akan mendaratkan Horizon di sekitar sini.”

“Baiklah,” jawab Aeron kembali fokus pada panelnya kontrolnya.

Lamia mencoba menyisir lanskap di hadapannya. Mereka kini terbang di atas sebuah kota penuh gedung-gedung balok tinggi rendah. Meski disebut kota, namun daerah itu benar-benar lengang dari aktifitas gaian. Tidak mengherankan karena para gaian hanyalah tubuh kosong yang tidak perlu melakukan apapun untuk bertahan hidup. Paling-paling mereka hanya berdiam diri dalam bangunan dan bergerak ketika ada stimulus yang merangsang mereka. Kedatangan manusia misalnya.

...***...

Terpopuler

Comments

IG: _anipri

IG: _anipri

moga aja rambut Lamia nggak dipangka😏

2022-08-03

2

Kerta Wijaya

Kerta Wijaya

🤟🤟

2022-08-01

0

ilfindazaka ochtafarela

ilfindazaka ochtafarela

good story

2022-05-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!