Panggilan Misi

“Terimakasih Komandan. Selamat bertugas.” jawab Jet dengan pendar kehijauan yang mulai memudar lalu menghilang sepenuhnya

SPC-Base 1 transmisi terputus.

“Hh.. Menyenangkan ya mengganggu waktu istirahat orang lain,” gerutu Lamia.  

Padahal ia pikir masih punya cukup waktu untuk melakukan perawatan rutin bagi Orthus dan Cerberus. Senjata-senjata tua memang perlu perlakuan khusus atau mereka akan ngadat dan berhenti berfungsi. Lamia tentu saja sangat menyayangi Orthus dan Cerberus karena keduanya merupakan benda peninggalan keluarga yang tidak pernah dilihatnya. Satu senjata andalannya yang lain adalah Steno, submachinegun keluaran terbaru yang canggih dan tidak perlu perawatan merepotkan.

Setelah sibuk selama beberapa menit Lamia pun bersiap memenuhi panggilan tugas. Tak lupa gadis itu mengikat tinggi rambut merah jambu yang sudah tergerai amburadul hingga ke punggung. Ia tidak pernah berniat memotong pendek rambutnya seperti yang dilakukan oleh prajurit wanita lainnya. Dan karena kemampuannya yang menonjol sejak di Akademi – atau karena kedekatannya dengan keluarga Komandan Utama – Lamia diizinkan memiliki rambut panjang. Benar-benar hal yang patut disyukuri.

Private Quantum Hall di ruangan Lamia sudah bersiap mengantarnya ke Pusat Komando, tempat dimana Aeron bermarkas.  Pangkalan Antariksa Martian adalah sebuah pangkalan militer terbesar, termegah dan tercanggih di Planet Mars. Pangakalan itu dibangun menyerupai cincin yang mengelilingi Planet Mars. Seluruh anggota Pasukan Antariksa Martian yang terbagi dalam empat distrik hidup dan tinggal di pangkalan itu. Sebagai akses transportasi antar distrik digunakan Private Quantum Hall yang hanya dimiliki oleh petinggi-petinggi militer atau kerjaan.

Sejak bencana yang menghancurkan bumi, kini teknologi Nano Quantum telah dibatasi mengingat kemampuannya yang mengerikan dalam menyebarkan wabah. Karena itu hanya sebagian orang yang mendapat hak untuk bisa menggunakan teknologi Nano Quantum. Lamia salah satunya. Dengan begitu ia hanya perlu memproses data transmisi dan detik berikutnya ia sudah berada di kediaman Aeron.

...***...

Ruangan bernuansa biru itu –mulai dari tirai hingga kabinet, benar-benar sesuai dengan Aeron -  menyambut Lamia dengan suasana menegangkan. Seingat Lamia belum ada 6 jam yang lalu sejak Lamia berada di sana untuk melakukan uji strategi, dan kini dia sudah harus kembali menemui sang pemilik ruangan yang tampak sepucat gaian.

“Semuanya sudah datang, Aeron. Apa lagi yang kau tunggu?” kata gadis berambut merah jambu itu, sambil menatap Aeron dengan bola matanya yang sewarna darah.

Akhirnya Aeron mengalihkan tatapannya dari pemandangan angkasa yang gelap di luar sana, dan berbalik melihat orang-orang yang menunggunya sedari tadi. Ia menarik nafas pelan sembari mengerling gadis-merah-jambu yang tengah menatapnya tajam.

“Ada tugas untuk kita pagi ini,” kata Aeron memulai pembicaraan. Ia memperhatikan setiap wajah di depannya. Semuanya tampak jemu dan lelah, kecuali Lamia yang tetap menatapnya dengan tegas dan siap.

“Aku dan Komandan Kedua, Lamia,” katanya sambil mengangguk pada Lamia. “akan memimpin tugas ini,” lanjutnya. Ia menghela nafas lagi. Sangat berat baginya untuk menjelaskan tugas yang harus mereka lakukan setelah ini.

“Apa pastinya tugas kita?” tanya Lamia. Aeron menatap gadis itu kelu. Sejujurnya ia tidak ingin menugaskan prajuritnya untuk melaksanakan tugas ini.

“Komandan Pertama Aeron Kato, kami harus tahu, aku harus tahu tentang misi kita, sebelum memutuskan untuk bersedia memimpinnya,” kata Lamia menekankan dengan sangat jelas.

“Aku tahu, Lamia. Aku tahu. Hanya saja...” kata Aeron sedih.

“Kenapa kau begitu ragu? Tidak biasanya kau seperti ini. Percayalah, seberat apapun misinya, pasti kami lakukan,” kata Lamia tegas.

“Kali ini… hanya kali ini, aku tidak bisa percaya pada kata-katamu, Lamia,” jawab Aeron pelan.

“Komandan Aeron, percayalah pada kami. Kami berada di sini untuk melindungi Martian. Tak ada satu misi pun yang akan kami tolak,” kata salah seorang prajurit berbaju hitam yang langsung disetujui oleh teman-temannya.

Aeron tersenyum simpul.

“Baiklah akan ku katakan,” kata Aeron. “Misi kita adalah... menjemput Pangeran Balder ke Bumi,” lanjut Aeron sedikit ragu.

Lamia tersentak kaget dan langsung berdiri dari kursinya, sambil memandang Aeron tak percaya. Para prajurit yang lain pun terbelalak kaget dan tampak bingung setelahnya.

“Apa maksudmu? Pangeran Balder? Di Bumi? Bagaimana bisa?” tanya Lamia tak sabar.

“Sekitar satu jam yang lalu, Pangeran Balder meninggalkan Mars seorang diri, tanpa pengawalan. Sempat ada hubungan komunikasi dengan Ratu, namun segera terputus sebelum mendapatkan koordinat pasti keberadaan pangeran. Hanya saja, dalam hubungan singkat itu pangeran berkata dia sedang menuju Bumi,” jelas Aeron, berusaha setenang mungkin.

Lamia mencoba berbicara, tapi suaranya sama sekali tidak keluar. Ia kemudian kembali duduk terkulai dengan kedua tangan menutupi wajahnya. Setelah beberapa detik berpikir, ia pun berhasil mencerna dengan tepat informasi dari Aeron.

“Kenapa kebodohan semacam itu...” kata Lamia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan marah bercampur heran. “... bisa terjadi?” hanya kata itu yang bisa ia temukan untuk menyelesaikan kalimatnya.

Aeron menatap Lamia memohon pengertian.

“Aku tidak habis pikir,” kata Lamia. “Pangeran bisa sebodoh itu untuk jalan-jalan malam sendirian. Ke BUMI! Dipikirnya itu piknik?” kata Lamia gusar.

“Aku tidak menyalahkan kalian bila menolak misi ini,” kata Aeron kalem.

“Kita harus mengorbankan duabelas prajurit terbaik Martian hanya untuk menyelamatkan pangeran yang sudah jelas bodoh dan tidak pantas disebut pangeran?!” seru Lamia lagi, yang segera disetujui para prajurit.

“Kita tidak mungkin pergi ke Bumi hanya dengan satu regu pasukan dan berharap bisa kembali dengan utuh,” kata salah seorang prajurit.

“Benar. Dan kenapa kita hanya pergi dengan tim sekecil ini?” tanya yang lainnya.

“Karena ini misi penyelundupan. Sebisa mungkin kedatangan kita tidak terdeteksi. Tapi aku tidak memaksa kalian untuk ikut. Aku hanya berpikir apakah kalian bersedia, karena seperti yang dikatakan Lamia, kalianlah prajurit terbaik Martian,” jawab Aeron. “Misi ini bukan keharusan, mengingat konsekuensinya memang besar. Dan kalau kalian semua memilih mundur, aku akan pergi sendiri,” lanjut Aeron tanpa ekspresi.

“Gila! Kau benar-benar gila, Aeron! Ini misi bunuh diri! Meski kita semua ikut, kemungkinan satu dari kita kembali itu NOL! Dan kau akan pergi sendirian? Kau sama idiotnya dengan Pangeran!” seru Lamia tajam.

“Tak ada pilihan lain. Yang Mulia benar-benar sedih kehilangan adiknya,” jawab Aeron mengabaikan seruan protes Lamia.

“Bella? Dia lebih mempedulikan keselamatan adiknya yang bodoh itudibandingkan keselamatan kita, sahabatnya sediri, komandan dan ahli strategi kerajaan terbaik, serta sepuluh orang prajurit yang juga paling baik?” tanya Lamia tak percaya. Mata merahnya menjadi semakin merah karena kemarahan.

“Lamia, mengertilah. Pangeran adalah adik satu-satunya. Hanya Pangeran yang tersisa dari keluarganya. Aku cuma berharap kau memahami keadaan ini,” kata Aeron setengah memohon.

“Aku bahkan tidak punya satu orang pun yang bisa kusebut keluarga,” jawab Lamia ketus.

Terpopuler

Comments

Kerta Wijaya

Kerta Wijaya

🤟🤟

2022-07-31

0

IG: _anipri

IG: _anipri

Sebenarnya kata-kata Lamia ada benarnya juga. Tapi kata-kata Aeron juga seidikit benar. Ini benar-benar membingungkan .

2022-07-27

1

mojacko

mojacko

ceritanya bagus

2022-05-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!