Lamia bergidik. Terbayang dalam kepalanya kejutan yang akan mereka hadapi setelah ini. Tapi sebelum itu ia harus mendarat. Sayangnya meski sudah mengitar selama beberapa saat, Lamia tidak melihat potensi tempat pendaratan yang cukup nyaman. Ia mulai bertanya-tanya bagaimana Balder bisa mendarat di area ini tanpa memancing gerombolan gaian.
“Mia…” kata Aeron menunjuk sebuah lokasi di antara dua gedung metalik berkubah rendah.
Lamia mengedarkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Aeron. Kepulan asap samar tampak mengudara. Lamia mengarahkan pesawatnya mendekat dan tampaklah kendaraan yang dikenalinya sebagai Horizon XT. Moncong pesawat itu ringsek di tanah keras abu-abu dan huruf “M” merah besar di badan pesawat mengkonfirmasi bahwa kendaraan tersebut memang berasal dari Martian.
“Kita tidak bisa mendarat disana, Aeron. Begitu keluar dari pesawat, kita akan memancing semua gaian keluar,” kata Lamia cemas.
“Lakukan saja, Komandan,” kata Aeron bersikeras.
Lamia menghela napas tak sabar. “Sadarlah Aeron, dengan kondisi seperti itu, apa kau yakin Balder masih hidup?”
“Raylen akan mengkonfirmasi dengan ethernya. Selama alat transmisi masih tertanam di tubuh Pangeran, dia pasti bisa ditemukan,” jawab Aeron.
Ketegasan Aeron memaksa Lamia untuk patuh. Ia pun segera mendaratkan Horizon di tempat yang diinginkan Aeron, dekat dengan bangkai pesawat milik Balder. Suasana tegang menyelimuti seisi pesawat dan tak satupun dari mereka yang bicara saat turun dari pesawat. Perut Lamia terasa seperti diaduk-aduk. Kegelisahannya mengakibatkan rasa mual hebat.
“Lapor Komandan, posisi pangeran Balder berada di arah itu,” kata Raylen yang tampaknya sudah menyisir lokasi dengan ethernya.
Rombongan itu pun segera mengikuti arah yang ditunjuk Raylen, jalan sempit yang gelap diantara dua bangunan tinggi kurang lebih seratus meter dari lokasi mereka mendarat. Menit-menit awal begitu tenang hingga Lamia merasa semakin gelisah – seperti kedamaian sebelum badai besar –.
Tiba-tiba suara berderit terdengar dari mulut gang dan memancing kewaspadaan Lamia. Aeron mengangkat tangannya dan rombongan mereka pun berhenti. Seperti serangga yang keluar dari sarangnya, para gaian akhirnya benar-benar muncul. Bukan satu atau dua, tapi puluhan, mungkin ratusan. Dari mulut gang, dari pintu-pintu bangunan berlapis kaca. Tak butuh waktu lama sampai akhirnya mereka terkepung oleh makhluk berekspresi seragam – tatapan kosong dan kulit pucat –.
“Aku akan membuka jalan menuju ke gang,” kata Aeron sambil mengibaskan tangan kanannya sambil lalu, seperti mengusir serangga yang terbang di depannya. Kegiatan itu untungnya tidak menghasilkan efek yang sederhana. Sebuah bola cahaya putih sebesar kabinet susun lima menghempas dari lambaian tangan Aeron dan sukses menghanguskan kumpulan gaian di muka gang.
“Raylen, pimpin jalan!” perintah Aeron yang segera dilaksanakan oleh anak buahnya. Mereka pun berlari dengan Raylen memimpin di depan.
Para gaian yang terpicu oleh ledakan cahaya Aeron pun mulai berlari mengerumun dari segala arah. Lamia menyongsong mereka bersama deru sub-machine gunnya, Stheno, yang menembakkan peluru ether dengan kecepatan super. Akibatnya beberapa gaian yang terkena tembakan terlempar tiga meter ke belakang dan mendorong mundur arus serangan mereka. Prajurit yang lain pun berjuang dengan senjata masing-masing untuk mempertahankan jarak aman.
Perjalanan yang terasa seperti selamanya itupun akhirnya sukses mengantarkan mereka ke sebuah gang buntu gelap yang kosong. Lamia tidak melihat ada tanda-tanda manusia bernama Balder ada di sana. Hanya sebuah kotak hijau besar bergambar tiga anak panah putih membentuk pola segitiga teronggok di ujung gang. Rombongan itu pun tersudut.
“Dimana Balder?!” seru Lamia sambil masih memberondongkan peluru ether yang seakan tidak ada habisnya. Gaian-gaian itu juga tidak ada habisnya.
Beruntung Aeron berinisiatif untuk membuka kotak hijau besar itu. Benar saja di dalam sana duduk meringkuk seorang anak muda berambut coklat acak-acakan. Seragam polyster hitam khas pasukan Martian mengkonfirmasi bahwa anak itu memang satu kawanan dengan mereka.
“Pangeran Balder, anda baik-baik saja?” tanya Aeron.
Lamia menahan diri untuk menanyakan status kewarasan sang pangeran. Siapa tahu beliau sudah berubah menjadi gaian. Sungguh itu adalah masalah yang cukup serius. Beruntung kesibukannya dengan Stheno membuat Lamia memilih mengurungkan pertanyaannya.
“Komandan Aeron! Ya… ya… aku baik-baik saja…” terdengar suara Balder yang mencicit ketakutan.
“Mari kita kembali,” kata Aeron mengangkat sang Pangeran keluar dari kotak. “Etherku baru akan terisi kembali setelah lima belas menit. Sampai saat itu, Komandan Lamia, tolong buka jalan menuju pesawat.”
Mudah saja Aeron menyuruhnya. Kumpulan gaian ini sudah berjubel mendekat sementara Stheno hanya bisa melemparkan mereka menjauh tanpa membuat mereka hangus. Meski begitu, berkat kerjasama sepuluh orang lainnya, mereka bisa bergerak pelan. Perjalanan terasa sangat jauh dan sulit dilewati hiingga akhirnya saat keluar dari mulut gang, kekacauan terjadi.
Beberapa gaian melompat ke arah mereka dan sukses memecah formasi pasukan Aeron. Tiga orang tergigit dan mulai menampakkan tanda-tanda akan berubah. Sigap Lamia mencabut Othus dengan dari pinggangnya lalu menembak pelipis rekan-rekannyanya itu. Para prajurit terinfeksi itu mati seketika sebelum sempurna menjadi gaian.
Kembali Lamia mulai dirambati kepanikan. Baik Stheno dan Orthus dia tembakkan ke segala arah sambil berlari mengawal Aeron dan Balder. Lamia tidak lagi bisa memperhatikan rekan timnya yang lain karena desakan gaian yang membuat mereka terpisah. Pesawat mereka sudah ada di depan mata ketika tiba-tiba seorang gaian menyerang ke Aeron. Alih-alih menembak, Lamia justru melemparkan tubuhnya untuk melindungi Aeron. Alhasil lengannya sukses tergigit oleh gaian berbaju kotak-kotak merah yang beringas. Dengan sisa kesadarannya, Lamia menembak pelipis gaian itu hingga terlepas dari lengannya.
Menyadari dirinya sudah terinfeksi, Lamia pun memilih berhenti mengikuti Aeron dan Balder. Gadis itu kemudian menembakkan peluru-peluruether ke segala arah berharap bisa menghalangi para gaian menyerang rekannya. Tiba-tiba lengan Aeron menyambar pinggang Lamia dan membawa gadis itu menjauh dari para gaian. Detik berikutnya sebuah bolaether putih besar menyapu pandangan Lamia. Dengan segala hiruk pikuk itu akhirnya Lamia, Aeron, Balder dan dua prajurit Martian lainnya berhasil mencapai pesawat.
Sayang keadaan Lamia tidak semenyenangkan kesuksesan mereka membawa kembali Pangeran Balder. Begitu memasuki pesawat, Lamia merasakan kesakitan luar biasa. Tubuhnya seperti terbakar dan pandangannya mulai kabur. Telinganyaberdengung tanpa henti dan semakin menyamarkan suara Aeron yang berlutut di atasnya. Lengannya yang tergigit terasa sangat nyeri hingga ke tulang-tulang. Di detik-detik terakhir kesadarannya, Lamia teringat ramuan yang diberikan oleh Mick dan mulai menyambar-nyambar saku bajunya secara serampangan. Untunglah tak lama kemudian ia mendapatkan ramuan itu dan langsung dibukanya dengan susah payah.
Ramuan itu terasa sangat dingin ketika memasuki tenggorokan Lamia. Seperti menelan es beku. Segera setelah itu tubuhnya kembali bereaksi. Sensasi dingin menyeruak dari dalam dan membuat seluruh tulang-tulang Lamiangilu tak tertahankan. Tangannya gemetar hebat dan seluruh tubuh gadis itu terasa mati rasa. Hampir selama satu menit Lamia mengalami sensasitersebut hingga akhirnya perlahan-lahan, gemetarannya mulai berhenti dan rasa nyerinya menghilang. Pandangan Lamia kembali jelas dan telinganya tak lagi berdengung.
“… aku sudah mengikatnya dengan gelembung ether. Kita harus membawanya kembali,” suara Aeron samar-samar mulai terdengar.
Lamia mengerjap lalu menyadari bahwa ia tengah disambut oleh moncong pistol yang terarah ke kepalanya. Aeron berlutut memunggunginya dan tengah berdebat dengan dua prajurit selamat lainnya yang sepertinya bersikeras untuk menghabisi Lamia. Tentu saja Lamia tidak sakit hati. Ia juga akan melakukan hal yang sama bila rekannya tergigit gaian. Kebetulan saat ini dirinyalah yang tergigit gaian. Sungguh pencapaian luar biasa.
Tapi tunggu dulu. Kenapa kesadarannya masih ada? Apakah dia seorang gaian? Lamia seratus persen yakin menyaksikan dan merasakan sendiri bagaimana seorang gaian ******* dagingnya. Sekedar memastikan, Lamia melirik lengannya. Namun tak ada bekas luka sama sekali yang tersisa. Hanya seragam polysternya yang robek dan bekas darah basah yang masih menetes.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
IG: _anipri
apakah itu artinya ramuan yang Mick berikan memang berguna?
2022-08-04
0
ilfindazaka ochtafarela
nice story
2022-05-25
0
mojacko
bagus sih ceritanya sejauh ini
2022-05-08
0