Phobos dan Deimos

“Kita menembus… batu?” tanya Lamia bingung.

Mick tertawa kecil, yang sebenarnya lebih menyerupai seringai. Kelelahan membuat Mick sulit mengontrol ekspresi. “Pintu masuknya akan terbuka saat Phobos dan Deimos muncul Mia. Sudah kubilang tadi.”

“Ah begitu…” jawab Lamia sekenanya, tidak berminat menanyakan lebih lanjut meski sebenarnya Lamia tidak sepenuhnya memahami maksud Mick. Gadis itu memilih duduk di batu sebelah Mick. Shira tidak berkata apa-apa sedari tadi. Ia juga tampak kepayahan. Sepertinya tekanan ether ini mempengaruhi semua orang tanpa pandang bulu – termasuk penduduk Cydonia itu sendiri –. Lamia tidak bisa membayangkan kondisi pemukiman di balik Tartarus Monthes. Bagaimana orang bisa hidup dan tinggal dengan tekanan ether sekuat ini?

Waktu terasa lama sekali. Ketiganya tidak banyak beraktifitas hingga malam menjelang. Lamia mengamat-amati langit Mars yang mulai menggelap bertabur bintang. Ia melihat Deimos – satelit yang lebih kecil – mulai muncul perlahan. Saat matahari sudah tenggelam, datanglah Phobos – satelit lainnya, mengorbit di atas mereka mendeka mendekati Deimos. Tiba-tiba suara gemuruh terdengar dari perut pegunungan diikuti goncangan dahsyat seperti gempa. Batu-batu kecil berjatuhan bersama debu tebal. Lamia yang sigap bermaksud menghinbdari bencana dengan menjauhi kaki pegunungan yang sepertinya akan runtuh. Namun alih-alih perg Mick justru menarik Lamia memasuki gua berdinding pualam diikuti Shira yang juga berlari masuk. Di dalam celah gua yang tidak terlalu luas, bunyi gemuruh terdengar semakin keras dan goncangan terasa lebih kuat.  

“Waktunya sempit! Mia, aku butuh beberapa tetes darahmu!” seru Mick di tengah suara gemuruh.

“Untuk apa?!” tanya Lamia tak kalah keras berteriak.

“Untuk membuka pintu ini!” sahut Mick yang suaranya mulai teredam gemuruh.

Tanpa menunggu jawaban Lamia, Mick segera meraih tangan sahabatnya itu lalu mengambil alat tembak pengambil darahnya. Dengan satu kali tusukan, Mick mengambil setetes darah Lamia dari ujung jari telunjuknya, lantas mengoleskan darah itu di satu titik di batu pualam. Sekonyong-konyong setitik darah Lamia itu menyulur di dinding pualam putih, membentuk sebuah lingkaran transmutasi yang menyala kemerahan. Saat berikutnya, dinding batu di dalam gua itu terbelah di tengahnya dan bergeser pelan ke samping, menampakkan setapak batu.

Begitu setapak batu muncul, suara gemuruh mereda dan goncangan di tanah pun mulai tenang. Lamia berdiri takzim menyaksikan perubahan gua berdinding batu menjadi setapak pualam indah yang bermandikan cahaya Phobos dan Deimos. Setapak itu tidak terlalu luas dan hanya muat untuk satu orang. Alih-alih gelap, sepanjang jalan setapak itu cukup terang disinari cahaya lembut dari kedua satelit Mars yang bertemu di atas langit. Kanan kiri setapak itu adalah batu pualam putih yang berkilau indah.

“Wow…” Lamia kehilangan kata-kata.

“Phlegra Linkheart yang membuat jalan setapak ini. Karena itu jalan ini dinamai Phlegra Dorsa atau Jembatan Phlegra. DNA keturuannya yang dapat membuka pintu masuk menuju Cydonia. Selain kami, keluarga Bakumin, tidak ada yang bisa membuka pintu batu ini,” Shira yang tidak banyak bicara tiba-tiba menjelaskan keterkejutan Lamia.

“Ayahku?” tanya Lamia pelan.

“Ini adalah bukti bahwa kau adalah keturunan Cydonia, Lamia,” lanjut Shira yang kemudian berjalan memasuki setapak, diikuti Lamia dan Mick.

Lamia cukup terpukau melihat pemandangan di sekitarnya. Secara logika mereka seharusnya ada di kaki pegunungan, namun jalan setapak itu terbuka lebar beratapkan langit. Jelas bukan sistem AI yang digunakan di tempat ini. Lamia menimbang-nimbang kemampuan orang-orang Cydonia ini dalam mengontrol ether sepertinya memang di atas rata-rata. Dengan membangun pintu sihir semacam itu, yang dapat bertahan selama puluhan tahun, dibutuhkan energi ether yang besar serta teknik yang rumit. Terutama di tengah tekanan energi ether yang berat.

Tunggu. Lamia menyadari, sejak pintu batu terbuka, tekanan energi ether menghilang. Hingga saat ini udara terasa ringan kembali dan vitalitasnya membaik. Apakah ini bagian dari efek pengaktifan lingkaran transmutasi tadi? Shira bilang ayahnya yang merancang ini semua. Apakah dengan satu goresan darahnya tadi dapat membuktikan kalau Phlegra Linkheart memang yang membuat jembatan sihir ini?

Lingkaran transmutasi memang tidak mungkin keliru. Mereka membutuhkan bahan-bahan tertentu untuk dapat diaktifkan. Dan Lamia melihat sendiri bahwa darahnya merupakan salah satu komplementernya. Itu saja sudah cukup menjadi bukti bahwa dirinya memang dipilih untuk dapat mengakses Cydonia. Hak istimewa itu jelas tidak mungkin diberikan pada seorang Komandan Pasukan Antariksa yang berpotensi menghancurkan tempat ini. Satu-satunya jawaban memang hanyalah bahwa Lamia merupakan bagian dari Cydonia.

...***...

Setapak batu itu diakhiri oleh sebuah gerbang pualam gigantis setinggi dua belas meter yang menjulang megah. Pada puncak gerbang itu 12 kristal energi ditatahkan. Lamia mengenali beberapa di antaranya. Amethyst ungu cemerlang berada di tengah formasi, lalu ada Amber, hingga Quartz. Di setiap sisi gerbang pualam dipahat tulisan kuno yang tidak dimengerti Lamia. Menariknya, pintu gerbang itu sepenuhnya berupa spektrum cahaya aneka warna yang berpusar pelan dan bergerak mengombak. Teknologi pembuatan gerbang semacam ini membutuhkan kemampuan sihir tingkat tinggi.

“Gerbang ini dibuat oleh ayahku, Firsoff Bakumin. Gerbang Kebenaran. Hanya orang-orang yang memiliki niat yang murni yang dapat melewati gerbang ini,” terang Shira setelah sampai di depan gerbang. “Daerah ini tidak bisa ditembus sembarangan karena anomali ether yang kuat. Dan ayah kitalah yang mengorbankan nyawanya untuk membuat sistem gerbang dan jembatan masuk. Tanpa keturunan keluarga Linkheart atau Bakumin, Cydonia tidak akan pernah bisa dimasuki siapapun.”

Shira dan Lamia berpandangan sejenak. Ada kekuatan aneh dalam kata-kata Shira yang membuat Lamia masygul. Perasaan menggelitik yang merayapi dadanya membuatnya bergidik.

“Ayo kita masuk,” ajak Mick kemudian.

Shira tersenyum samar pada Lamia, lalu mendahului masuk. Lamia mengekor di belakangny disusul Mick. Sensasi dingin menyergap tubuh Lamia begitu memasuki gerbang. Rasanya seperti melewati udara yang lembab dan sejuk, namun tidak membuat basah. Seperti terjebak dalam kabut. Cahaya menyilaukan melingkupi Lamia membuatnya menutup mata selama beberapa saat. Dalam keterkejutan, Lamia merasakan kehangatan di jemarinya yang menuntunnya masuk. Rupanya itu Mick yang meggandengnya keluar dari gerbang.

Betapa terkejutnya Lamia melihat pemandangan di depannya. Ternyata apa yang disebut Cydonia sama sekali berbeda dengan bayangannya selama ini. Tempat ini adalah sebuah kota yang cukup besar. Lamia, Mick dan Shira kini tengah berdiri di atas benteng besar yang melingkari kota. Pemukiman Cydonia ini berbentuk seperti mangkuk raksasa yang dikeliligi benteng batu besar. Di luar benteng, barisan Tartarus Montes berjajar melingkar. Di ujung utara terdapat Elysium Mons yang menjulang tinggi hingga puncaknya tertutup awan.

Meskipun saat itu sudah malam, namun gemerlap cahaya rumah-rumah begitu benderang. Lamia tidak melihat adanya Kristal energi sepanjang mata memandang. Lantas dari mana sumber energi mereka?

Rumah-rumah  juga memiliki bentuk yang aneh, sangat berbeda dengan bangunan di seantero Martian. Lamia hanya pernah melihat rumah-rumah semacam itu melalui gambar di buku panduan Peradaban Bumi Kuno yang diajarkan saat di Akademi. Bangunan-bangunan di sana menapak permukaan tanah, berdinding batu atau kayu, berbentuk persegi atau persegi panjang dengan sudut-sudut tajam. Bangunan di sana tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Sepertinya hanya berlantai satu.

Shira memimpin di depan, diikuti Lamia dan Mick. Ketiganya menuruni tangga batu menuju pemukiman yang ada di bawah benteng. Suasana terlihat lengang dan sepi. Tidak banyak orang berlalu lalang. Perjalanan mereka pun hening karena ketiganya sudah terlalu lelah bahkan untuk sekedar berbicara.

Setelah lima belas menit berjalan menyusuri pemukiman, melalui setapak batu andesit yang tampak kuno, Shira berhenti di sebuah kastel dengan halaman rumput luas menghampar di sekelilingnya. Kastel antik itu berdeiri kokoh di tengah rerumputan, tampak sangar karena siluet gelap yang membayanginya. Kesan mistis semakin diperkuat dengan adanya menara-menara runcing dan sulur-sulur yang merambati sebagian besar dinding kastel.

Ini kali pertama Lamia melihat bangunan semacam ini. Keseluruhan bangunan terbuat dari batu. Aneka ragam tanaman dan halaman rumput yang membentang menjadi pemandangan baru bagi Lamia. bagaimana bisa areal ini ditumbuhi tanaman dengan sesubur ini?

“Kita sudah sampai. Ayo masuk,” ajak Shira.

Lamia dan Mick mengikuti Shira berjalan membelah halaman rumput. Tak berapa lama kemudian, sebuah pintu kayu besar menyambut mereka. Ukiran sulur-sulur dan aksara kuno menjadi ornamen di setiap daun pintu tinggi itu. Shira mendorong gagang pintu yang berkliau keemasan. Lamia menduga gagang itu terbuat dari emas betulan.

Walau tampak antik dari luar, namun suasana di dalam kastil rupanya cukup familier. Begitu membuka pintu, sebuah koridor hangat menyambut mereka. Karpet merah menutupi keseluruhan lantai dan lampu-lampu Kristal menggantung di langit-langit tinggi bersinar terang kekuningan. Kecuali dinding batu yang tampak melompong, keseluruhan isi dalam kastil kurang lebih sama dengan bentuk dalam istana Martian, terutama lantai karpet dan lampu Kristal gantung yang mewah.

Lamia, Shira dan Mick menyusuri lorong dalam diam. Mereka melewati beberapa pintu kayu tinggi berukiran sulur dan aksara kuno, serupa dengan pintu masuk tadi. Akhirnya setelah beberapa kelokan, mereka sampai di pintu teakhir di ujung lorong. Shira tampak mengetuk beberapa kali. Suara pria menyahut dari dalam, menyuruh mereka masuk.

“Kakak, aku sudah sampai,” sapa Shira begitu membuka pintu.

“Ah, kau sudah datang, Shira,” sambut seorang lelaki jakung yang tampak masih muda, mungkin hanya berbeda dua atau tiga tahun dari Shira. Kacamata persegi menggantung di wajahnya. Senyumannya merekah menyambut adiknya yang baru datang, dilanjutkan dengan pelukan hangat kakak beradik itu.

“Mick, lama tak bertemu,” lanjut lelaki tadi setelah melepas pelukannya dari Shira. Rambut lelaki itu sama hijaunya dengan Shira, namun dipangkas pendek dan rapi. Jemarinya di penuhi cincin batu Kristal aneka warna. Lamia tak sengaja melihatnya saat ia menyalami Mick.

“Bagaimana kabarmu, Kofv?” tanya Mick tersenyum, lantas membalas uluran tangan Kofv.

“Yah… begini-begini saja. Apa yang kau harapkan terjadi di Cydonia?” jawab Kofv sambil menghela napas. “Dan ini…?”

“Lamia Linkheart,” jawab Lamia sembari menyambut uluran tangan Kofv.

“Linkheart… yang itu? Astaga betapa terhormatya, akhirnya saya bisa bertemu dengan anda. Kisah tentang keluarga Linkheart banyak dikenang oleh penduduk kami. Dan asal anda tahu saja, anda sangat disambut di sini. Phlegra adalah pahlawan Cydonia. Orang-orang akan sangat tertarik pada anda, saya jamin,” sambutan Kofv membuat Lamia salah tingkah. Ia mungkin terbiasa dihormati di pangkalan, tapi di Cydonia? Rasanya sedikit ganjil.

“Terimakasih,” jawab Lamia kemudian.

“Aku ingin mengajak kalian berbincang di sini, di ruang kerjaku. Tapi kalian pasti lelah. Sabaiknya kalian makan malam dulu. Becca pasti menyediakan banyak makanan lezat. Kita bisa berbincang sambil makan.”

Kofv lantas membimbing tamu-tamunya kembali berjalan menyusuri lorong menuju ruangan lain. Tak lama mereka pun sampai di sebuah ruangan besar dengan sebuah meja bulat di tengahnya. Sepuluh kursi kayu mengelilingi meja itu. Kofv menjentikkan jarinya dan beberapa saat kemudian seorang perempuan paruh baya datang mengenakan celemek. Beberapa saat bicara, perempuan paruh baya itu pergi lantas Kofv mempersilakan semuanya duduk di mana saja di kursi meja bulat.

“Aku tidak melihat yang lainnya, Kofv?” tanya Mick membuka percakapan.

“Lao Fen ada di menara utara, mungkin sedang menuju kemari. Salem dan kakaknya juga akan menyusul. Mereka pasti cukup antusias untuk bertemu dengan Linkheart,” jawab Kofv tampak ceria.

“Kastel ini adalah pusat pemerintahan Cydonia. Kofv, seperti yang sudah kau ketahui, adalah pimpinan Cydonia. Dia tinggal di kastel ini bersama 7 dewan penasehatnya, yang bertugas mengatur bidang-bidang tertentu di sini,” jelas Mick pada Lamia.

Lamia mengangguk-angguk mendengar penjelasan Mick.

...***...

Terpopuler

Comments

IG: _anipri

IG: _anipri

pasti indah banget

2023-01-01

1

Kerta Wijaya

Kerta Wijaya

🤟🤟

2022-08-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!