Ruangan lenggang dengan cahaya temaram dari lampu petromax, Sesosok wanita tergeletak di lantai tanpa busana, tubuhnya lemah terdapat lebam di beberapa bagian.
Alingga menelisik sekitar mencari cari keberadaan sahabatnya, ia tak melihatnya Dimana pun. Alingga masih mencari menelusuri setiap sudut ruangan berharap segera menemukan keberadaan zainal, namun hasilnya tetap sama ruangan itu masih kosong dari wujud yang dicarinya.
"Laras,"
Alingga menatap sosok yang tergeletak di lantai, Ia mengambil sebuah kain dan menyelimutinya pada wanita tersebut.
"Seberapa besar luka yang kalian terima" Alingga berujar lirih.
Alingga cukup yakin sahabatnya ada didekat sana, namun kenapa ia tak dapat melihatnya?
Memang benar Zainal ada di dekat sana, ia tergantung di langit-langit ruangan dengan kondisi tubuh yang terbalik. Namun Alingga tidak akan bisa melihat Zainal selagi bolo laru tidak mengizinkan, mahkluk hitam itu berdiri di sudut ruangan menatap Alingga bengis, sorot nya tajam dari balik tubuh hitam nya yang berlendir
Mahkluk hitam itu mulai mendekat, menyeret bagian tubuhnya yang tak wajar. Meskipun Alingga menyadari keberadaan mahkluk ini namun fokus utamanya bukan lah dia, Alingga harus segera menemukan Zainal karena mau bagaimanapun Alingga bukanlah lawan iblis ini.
"Mas.."
Alingga tersentak, ia menatap laras yang kini tengah terduduk dalam balutan kain, wajah ayu laras penuh dengan peluh, ia melirik ke sudut ruangan menatap bolo laru yang siap menerkam.
Laras berbicara lirih sembari menunjuk ke langit langit kamar. "Mas zainal ndk nduwur!" ( Mas zainal ada diatas!)
Alingga mengangguk mengerti, ia mengeluarkan sebotol kecil air dari dalam sakunya. Air itu ia percikan sedikit demi sedikit ke arah yang sebelumnya telah ditunjukkan laras, benar sesaat kemudian tubuh zainal mulai menampakkan wujudnya.
Alingga tak menunda waktu lebih lama, ia segera menurunkan zainal. Kondisi zainal cukup lemah, ia kehilangan banyak energi akibat penyatuannya.
"Nal!!"
"Mas zainal gak iso tangi mas, Sukmo ne wes ke pepet metu seko rogo ne!" ( Mas zainal gak bisa bangun mas, Sukma nya sudah hampir terlepas dari raga nya!)
"Kulo mboten saget meneh mas!" ( Saya nggak bisa lagi mas!)
Alingga sedikit bingung dengan ucapan Laras "Kenapa mbak?"
"Tolong ambilkan pisau di sana!" Laras menunjukkan kearah bawah ranjang. Alingga menurut, ia mengambil sebuah pisau perak yang tergeletak tak jauh darinya, ia segera memberikan pisau tersebut kepada laras.
"Arep di ngge opo mbak?" ( Mau dipake buat apa mbak?)
"Nggo ngekek i mangan ingon ku!" ( Buat ngasih makan peliharaan ku!) Ucap laras singkat
Alingga bergidik ngeri mendengar ucapan laras, bukan perihal yang mudah memberi makan ingon nya, iblis hanya menerima nyawa untuk bayaran atas jasa nya.
"Bukan sampean tumbal nya!" Laras melanjutkan ucapannya setelah melihat ekspresi tegang Alingga.
Alingga terdiam wajah nya memerah menahan malu, ia sedikit melepaskan kewaspadaan nya terhadap laras, meskipun laras tak jauh berbeda dengan wijaya namun laras hanyalah korban dari keserakahan keluarga nya, dan yang paling penting laras masihlah manusia.
Laras mengambil pisau yang diberikan Alingga, ia menekan kuat kuat pisau tersebut di telapak tangan, dengan satu tarikan tangan mungil nya tersayat dengan luka yang cukup lebar.
Darah kental menetes perlahan di lantai marmer, Alingga cukup syok dengan pemandangan di depannya, apa maksud laras menyayat telapak tangan nya sendiri, jika orang waras tidak akan mungkin melakukan hal semacam itu.
Laras sedikit meringis menahan sakit, Alingga buru buru memeriksa luka di tangan laras, luka sedalam 2cm itu tak henti-hentinya meneteskan darah, namun laras tidak membiarkan Alingga membantu nya.
"Biarkan mas, jangan di bantu. Bolo pathi seneng mbk getih ku."
Suara gesekan terdengar dari atas atap, gesekan dari langkah kaki dengan genteng tanah liat.
"Bolo laru Lawan mu wes teko" Laras tersenyum licik penuh kemenangan, Ia berusaha bangkit menyeimbangkan kakinya lalu melangkah menghampiri zainal.
Mereka segera pergi meninggalkan ruangan tanpa perlu menyaksikan apa yang akan terjadi di dalam sana. Sekilas sebelum keluar Alingga membalikkan tubuhnya penasaran, saat itu mahkluk itu ada disana, bolo pathi ingon keluarga Darmoloyo tengah menjilat-jilat darah dari bekas luka laras, sebelum akhirnya mereka saling bertarung mendominasi satu sama lain.
Tidak ada yang tau siapa yang akan menang, bahkan laras sendiri pun tidak tau.
" Njenengan ndak harus melakukan itu, wes apik jauh dari alas Ruwah, ngopo di pakani meneh iblis kui!" ( Kamu gak harus melakukan itu, sudah bagus jauh dari alas ruwah, kenapa kamu kasih makan lagi iblis itu!)
"Sampean weroh mas opo seng bendino mlebu neng njero kene?" ( Kamu tau mas apa yang setiap hari masuk kedalam sini?) ucap laras sembari memegangi perutnya. Alingga menggelengkan kepala mengisyaratkan tidak tau.
"Getih tumbal e bolo pathi, Wijaya wes ket mbiyen ndadek ne aku wadah e iblis kui!" ( Darah tumbal nya bolo pathi, Wijaya sudah dari dulu menjadikan aku wadah nya iblis itu!)
"Tapi enek seng wijaya gak ngerti, Bolo pathi mung nurutin getih e Darmoloyo." ( Tapi ada yang tidak diketahui wijaya, bolo pathi hanya menuruti darah nya Darmoloyo.)
"Dia yang serakah dan tak pernah puas akan selamanya tersesat, sia sia saja usaha wijaya selama ini, karena pada akhirnya bolo pathi akan kembali pada tuan nya." Laras menghentikan langkahnya menatap pasti ke arah Alingga.
Alingga mendengarkan dengan seksama ucapan laras, sesekali ia mencuri pandang menatap wanita itu.
"Njenengan bisa jaga zainal sebentar, saya mau mengambil barang barang zainal di kamar ." pinta Alingga sembari menurunkan zainal dari punggung nya.
"Nggih mas." ( Iya mas.)
Alingga segera berbalik kembali, ia berlari menuju ke arah tempat sebelumnya mereka tinggal. Selain mengambil barang barang tentunya Alingga kembali untuk membawa syarif dan yang lainya keluar dari tanah ini, mungkin saja anak itu masih belum sadarkan diri.
Dikejauhan bangunan itu telah tampak, Alingga sedikit mengurangi kecepatan nya sembari mengatur nafas nya yang tersengal sengal. Ia masuk ke dalam bangunan dan segera mencari kamar tempat mereka tinggal, disana mas Yanto dan doni nampak bersandar di dinding ruangan , sedangkan syarif masih dalam kondisi pingsan tergeletak di atas dipan.
Alingga segera mengajak mereka untuk pergi, dan tentunya mas yanto lagi lah yang akan menggendong Syarif. Mereka pergi melewati jalan setapak menghindari kerumunan yang tengah berpesta, mereka mengendap endap sebisa mungkin tidak mengusik mahkluk mahkluk itu.
Sampai lah mereka di gerbang masuk, disana laras menunggu dengan zainal yang ia sandarkan pada sebatang pohon di belakang nya, mereka segera kabur dengan berjalan kaki karena lokasi tempat ini benar benar ada di tengah hutan, tidak ada satupun kendaraan yang berlalu lalang, bahkan hewan sekalipun enggan melintasi tanah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
anggita
ok mbak thor., smoga sukses novelnya...
2022-08-30
1
🤗🤗
Retno mampir
2022-08-10
1