pov Alingga
Aku melihat sekelebat bayangan melintas di area belakang, disana nampak jalan setapak yang mengarah ke dalam rimbunnya hutan. Tidak ada yang melihat nya selain aku, bahkan zainal yang memiliki kemampuan khusus juga tidak melihat bayangan itu.
Saat mereka asyik mengobrol aku menyelinap pergi mengikuti jalan setapak, entah apa yang nanti akan kutemui, tak ada keraguan sedikitpun.
Sebuah bangunan?
Keseluruhan material nya adalah kayu dengan model khas rumah joglo. Kaki ini melangkah begitu saja menjelajahi bangunan di ujung jalan setapak, pintu terkunci Rapat, seharusnya ada satu jalan masuk, yang pasti bukan pintu utama.
Sial, bangunan ini benar benar disegel, tak ada satupun celah yang dapat ku lewati. kuputar otak untuk mencari jalan alternatif, tidak ada cara, hanya dengan menghancurkan gembok barulah pintu akan terbuka.
Aku menyerah.
Ada sesuatu yang tersembunyi di dalam, mungkin saja pusaka keluarga ini atau sebuah tempat persembahan. Aku tidak mengerti dan tak ingin mencari masalah.
Saat aku kembali , para abdi keluarga Wijaya sedang sibuk-sibuknya. Mereka berbincang tentang pengorbanan malam nanti, pengorbanan apa sebenarnya, semoga tidak seperti yang kufikirkan.
Aku bersembunyi di balik pepohonan, menguping apapun yang mereka bicarakan. Ku pertajam pendengaran ku untuk mencuri dengar perbincangan mereka karena mereka berbicara sangat lirih.
"Mbak mayang pesen kembang kanthil, wes di siap ne Tri?" (Non mayang pesan bunga kantil,sudah disiap kan tri?) ucap seorang abdi yang terlihat seperti mbak Rina.
"Mpun nyai " jawab seorang wanita di hadapan mbak Rina.
"Omah dongko kudu wes siap wengi iki!" ( Rumah dongko harus sudah siap malam ini!) ucap mbak rina.
Wanita itu menggangguk kemudian pergi meninggalkan mbak Rina sendirian, aku masih bersembunyi alih alih melarikan diri.
"Mas Ali udah puas nguping nya?" Ucap mbak Rina
Perempuan itu kemudian berbalik menghampiri ku di balik pohon. Dia tersenyum ramah menyapa, tapi bagaimana dia bisa tahu kalau yang menguping itu aku.
"Mas ali lucu ya, di tanya malah diem aja." ucap mbak Rina lagi.
"EHh.. mbak Rina. Alingga mbak bukan ali."
Aku tertawa sedikit untuk mengurangi rasa canggung setelah ketahuan menguping.
"Sama aja." ucap mbak Rina
"Lagi repot ya mbak? ini kenapa pada mondar mandir." tanya ku
Mbak rina tidak merespon,ia tersenyum lalu berpaling menatap bawahannya bekerja.
"Malam nanti bulan purnama mas, sampean weroh kan kenapa."
"Kekuatan hitam sedang ada di puncak nya," lanjut nya lagi.
"Lebur sukmo hanya lah langkah awal, Namun juga akan menjadi langkah akhir."
Mbak Rina berlalu setelah memberitahu perihal bulan purnama. Aku pernah mendengar di malam bulan purnama segala jenis mahkluk kegelapan mencapai puncak kekuatan maksimal.
"Mbak, Omah Dongko?" tanya ku kepada mbak Rina yang sudah menjauh.
Mbak Rina menoleh menunjuk ke arah jalan setapak yang tadi ku lewati, Kemudian ia melanjutkan kembali pekerjaan nya.
Sejenak aku berfikir, mungkin kah Omah Dongko yang dimaksud adalah bangunan di ujung jalan setapak? Itu artinya malam nanti akan ada pengorbanan di bangunan itu.
Pengorbanan apa yang mereka maksud? Mungkinkah berhubungan dengan alas Ruwah? Mahkluk mahkluk di alas Ruwah sangat lah kuat, ini adalah saat yang tepat bagi mereka untuk mencari Gundik baru.
...***...
Hari telah senja aku masih enggan kembali menemui zainal, dia mungkin masih marah karena aku tak pernah mendukung keinginan nya. Itulah peran ku disini, bukan hanya sekedar sahabat aku juga harus mampu melindungi orang terdekat apapun kondisinya.
Masih belum ada jalan keluar, dari semua hal yang kuketahui ini adalah persoalan yang rumit, Menyangkut banyak nyawa.
Beberapa waktu yang lalu saat pertama kali menginjakkan kaki di tanah ini, aura hitam begitu kuat menyelimuti setiap inci tempat ini. Aura kelam dari jeritan nyawa yang di tumbal kan, penuh dendam.
Berapa banyak nyawa yang sudah melayang hanya karena keserakahan satu orang, tentang keluarga ini para penyembah setan, mereka lupa siapa yang telah menciptakan nya.
Para abdi mulai terlihat berseliweran, membawa mangkuk mangkuk tembaga yang di tutupi kain merah. Mereka beriring-iringan berjalan melewati jalan setapak, barisan paling depan membawa obor sebagai penerang karena hari memang telah gelap, sedangkan di barisan paling belakang para wanita itu mengangkut kotak kotak yang entah apa isinya.
Menjelang tengah malam, Aku masih mengawasi dari kejauhan. Selang berapa lama seorang lelaki berjalan penuh wibawa melewati jalan setapak menuju bangunan yang disebut omah dongko, Ia berjalan penuh arti membawa harapan akan keberhasilan nya pengorbanan malam ini.
Jika hati sudah di selimuti keserakahan, tidak peduli apa yang dilakukan nya benar atau salah, selagi menguntungkan mereka akan menghalalkan segala cara dan tak segan segan membunuh untuk kepuasan nya semata.
Begitu lah yang sekarang nampak di depan mata. Aku pergi mengikuti mereka menyaksikan apa yang tengah mereka lakukan, Disana rumah yang semula terkunci telah di buka dengan cahaya obor menerangi setiap sudut nya.
Mereka tengah melakukan ritual, Wijaya berdiri di tengah tengah wanita yang duduk melingkar dengan pakaian yang telah di lucuti. Benar ritual sinting, mereka memuja iblis Alas Ruwah Bolo laru .
Adegan selanjutnya ia menghujamkan besi panjang ke dada seorang wanita diatas dipan, Wanita itu mengejang berusaha lepas dari tikaman benda yang telah menembus tulang punggung nya. Wijaya menarik paksa besi silinder kemudian menghujamkan nya kembali berkali-kali sampai wanita itu berhenti menggelepar.
Bagaimana bisa seorang manusia melakukan hal sekejam itu, tidak.. mereka yang telah bersekutu dengan iblis bukan lah manusia, Jiwa mereka telah di gadaikan, tidak ada lagi rasa kemanusiaan pada diri para pengabdi setan.
Aku berusaha menahan diri agar tidak mengacau, jika sampai ketahuan mengintip, mungkin aku akan bernasib sama dengan wanita itu.
Ritual masih berlanjut, Wijaya menampung darah yang menetes dengan mangkuk tembaga, hal gila apalagi yang akan dilakukan nya.
Mereka menyingkirkan mayat si wanita ke dalam rumah, tubuh tak bernyawa itu diseret begitu saja tanpa adanya perlakuan yang layak. Jika setiap bulan purnama mereka melakukan ritual,maka sudah seberapa banyak korban kebiadaban mereka.
Aku mundur tak ingin menyaksikan lebih banyak lagi, saat aku pergi mereka mulai bergumul, entah lah rasanya aku sangat jijik melihat perilaku mereka yang melebihi binatang.
Bahkan binatang masih lebih mulia di bandingkan mereka, Setidaknya binatang tidak akan membunuh sesamanya.
Aku pergi kembali ke dalam kamar, jika mereka mengetahui apa yang dilakukan keluarga ini aku yakin mereka tak mungkin tidur nyenyak lagi. Semoga saja belum terlambat, aku tidak ingin lebih lama tinggal disini. tinggal disini seperti berada di kandang Singa, was was bila tiba giliran ku yang menjadi santapan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
praptiningsih
Br download novltoon lngsung cari genre horor dan nemu krya kk senang rasanya 🥰
2024-12-24
0
Jennitra
ayo kak..up lagi
2022-06-24
0
Kak Ya
lanjuuuutt thoor 😁😁👍
2022-06-21
0