Chapter 16 : Bite

ɢʀᴇʏꜰᴇɴᴅ.

ᴍᴀɴᴜꜱɪᴀ ꜱᴇᴛᴇɴɢᴀʜ ᴠᴀᴍᴘɪʀ ʏᴀɴɢ ᴛᴇʟᴀʜ ᴍᴇᴍɪɴᴜᴍ ᴅᴀʀᴀʜ ᴠᴀᴍᴘɪʀ ᴍᴜʀɴɪ ꜱᴇʜɪɴɢɢᴀ ᴍᴇᴍʙᴜᴀᴛɴʏᴀ ᴍᴇᴍɪʟɪᴋɪ ᴋᴇᴍᴀᴍᴘᴜᴀɴ ꜱᴇʀᴛᴀ ᴄɪʀɪ ꜰɪꜱɪᴋ ᴠᴀᴍᴘɪʀ ᴍᴜʀɴɪ.

ʙʟᴏᴏᴅ ᴄᴏɴᴛʀᴏʟ ᴅᴀɴ ᴘᴇᴍʙᴀᴄᴀ ᴇᴍᴏꜱɪ.

ᴍᴇᴍɪʟɪᴋɪ ꜱᴀᴜᴅᴀʀᴀ ʙᴇʀɴᴀᴍᴀ ɢʀᴇᴛᴛᴀ.

"Bagaimana dengan mata birunya? Bagaimana vampir memiliki mata biru seperti itu apalagi dia dilahirkan sebagai vampir?" Zielle masih tidak mengerti. Pasalnya, Vince juga memiliki mata biru yang kerap kali berubah jika emosinya tidak stabil.

ᴍᴀᴛᴀ ʙɪʀᴜ ᴅɪᴋʜᴜꜱᴜꜱᴋᴀɴ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴀɴᴜꜱɪᴀ ꜱᴇᴛᴇɴɢᴀʜ ᴠᴀᴍᴘɪʀ.

Zielle dibuat semakin bingung. Dia percaya bahwa Greyfend adalah *hybrid tapi bagaimana dengan Vince? Vince adalah vampir murni, bagaimana bisa memiliki mata biru yang kadang berubah—seperti vampir umum yang menjadi merah karena rangsangan tertentu.

Kemungkinan itu hanya bisa terjadi, bahwa Vince juga merupakan makhluk hybrid.

(*Hybrid : berdarah campuran.)

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Brukk

"Darren, kau kalah lagi." Zielle tersenyum penuh kemenangan sambil menyodorkan pedang ke Darren yang terjatuh.

Sejauh ini, dia hanya perlu menggunakan pedang tanpa harus menggunakan bayangan untuk menjatuhkan Darren yang ada di rank ketiga. Kecuali jika Darren menggunakan kekuatan sesungguhnya, namun Zielle tidak pernah memberinya kesempatan.

Darren tersenyum kecut. "Aku memang tidak bisa menang dari Tuan Putri. Sejauh ini, hanya Vince yang bisa mengalahkanmu."

Zielle memutar bola mata dan menyimpan kembali pedangnya. "Tidak penting."

"Zielle, kau sangat angkuh. Kau memang tidak bisa mengimbangi kekuatan Pangeran Vince dengan baik. Kau itu hanya sebatas kucing liar yang sok di depan harimau!" Catherine tiba-tiba mengejek ketika Zielle kembali ke tempat duduk. Zielle memang duduk dibelakangnya, itu sebabnya harus melewatinya dan mendengar gosipannya.

"Memang kau ingin bertanding dengan Zielle? Melangkahiku saja sudah gemetar." Cynthia menyahuti dengan seringaian jijik.

"Kau pikir aku takut padamu!" Catherine menggertak ke arah Cynthia.

"Oh, kau ingin bertanding sekarang?" Cynthia bangun sambil menatapnya tajam. Seharusnya Catherine sudah kapok jika pernah bertarung dengan Cynthia. Sayangnya gadis rewel itu belum pernah.

"Cath, hentikan. Ingat statusmu, kau tidak bisa menentang Putri Cynthia." Violetta memperingati dengan tajam membuat Catherine menciut dan kembali duduk dengan wajah masam.

Catherine hanya anak bungsu seorang Baron di kerajaan Violetta. Statusnya jelas berbeda dengan Violetta yang merupakan Putri Kerajaan Rockwell sekaligus adik kandung Putra Mahkota Carling.

"Maafkan kelancangan Catherine." Violetta tersenyum pada Cynthia dan Zielle kemudian kembali ke tempat mereka.

Violetta tampak lembut jika dilihat dari sini. Tapi dia melakukan itu hanya demi kehormatan. Siapa yang tidak akan melakukan hal baik demi kehormatan dan reputasi? Zielle juga melakukan hal yang sama, namun dengan cara berbeda begitu juga bangsawan lainnya. Catherine saja yang rewel minta ditampol.

Kembali menikmati kelas bertarung, kelas mendadak ricuh dengan berita yang baru saja tersebar lewat internet Vampland.

"Hei lihat! Ada berita mayat vampir tergeletak di hutan perbatasan!"

"Benarkah?"

"Siapa yang membantai mereka?"

"Mereka seharusnya vampir pemburu, lihatlah tanda kelompok ini."

"Benar, beberapa dari mereka menjadi abu. Sangat pantas untuk seorang vampir pemburu."

"Pasti yang membunuh mereka sangat hebat."

"Ada banyak bekas pertarungan di sana. Katanya yang membunuh mereka hanya satu vampir."

"Wow, seberapa hebat dia? Aku ingin bertemu!"

"Tapi, apa dia tidak berbahaya bagi kita?"

"Aku dengar pemerintah menjulukinya 'Shadow Hunter'. Caranya membunuh sangat berkesan!"

Telinga Zielle mulai panas beserta seluruh tubuh yang menegang. Berita itu sangat cepat menyebar, tapi kenapa kehadiran vampir pemburu semalam tidak cepat diatasi? Selalu saja gosip yang cepat merebak, tidak di dunia manusia tidak di Vampland.

Zielle pergi dari kelas tanpa menghiraukan panggilan siapa pun. Dia hanya kesal akan gosip yang terus dibicarakan. Secara tidak langsung mereka menarget Zielle. Dia sudah jadi bahan topik hari ini.

Ketika sampai lorong, kehadiran seorang pria jakung membuat Zielle menghentikan langkah. Zielle heran, kenapa Vince selalu di mana-mana? Cepat sekali dia ada di depannya padahal sejak tadi hanya diam seperti tidak memiliki teman di kelas.

Mengingat kejadian tadi pagi membuat Zielle berpikir bahwa Vince mengetahui sesuatu. Itu seharusnya sudah pasti. Melihat Zielle penuh dengan darah apalagi kabar vampir pemburu yang dibantai. Itu membuat Zielle panik!

"Kenapa kau panik?" Dia bertanya seakan sedang menuntut.

Zielle menggeleng canggung. "Bukan urusanmu."

"Kau yang membunuh mereka?"

Zielle terdiam sejenak dan memantapkan diri untuk menjawab. "Jangan asal tebak. Tadi pagi aku hanya berkeliling di sekitar akademi. Darah itu bukan darahku." Zielle berbohong. Sangat jelas dia berbohong.

"Aku tidak bertanya tentang darah." Vince memicingkan matanya ke arah Zielle.

Zielle semakin panik. "Itu ... apa kau sedang mencurigaiku? Lagi pula, bagus jika vampir pemburu itu mati. Kenapa kau malah menuntutku? Dasar aneh." Zielle menabrak bahunya dan pergi dengan kesal.

Vince tidak tersentuh akan ucapan ataupun sikap gadis itu. Dia tetap berwajah datar dan bicara, "Siapa yang kau temui?"

Langkah Zielle terhenti dan menegaskan dengan keyakinan penuh. "Tidak ada."

"Lalu kau bertarung dengan siapa? Bukankah selama ini tidak ada yang bisa mengalahkanmu?"

Mendengar pengakuan itu terasa seperti sindiran jika Vince yang mengatakannya. Apa dia sedang mengatakan bahwa semua murid akademi lemah atau sedang mengejek?

"Sudah kubilang bukan urusanmu." Zielle tetap membelakanginya. Dia tidak berani menatap matanya takut jika mata Vince berubah menjadi biru.

"Kau tahu apa yang terjadi jika ketahuan? Cepat atau lambat, semua orang akan tahu." Vince tetap pada pendirian.

"Sudah kubilang!" Zielle menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam. Dia tidak suka ditekan seperti itu.

"Dugaanku benar, 'kan?" Vince tetap tak tersentuh dengan gertakan itu. Pertahanannya lebih kuat.

"Aku tidak mengatakan kalau itu benar." Zielle menyahuti dengan sinis.

Vince melangkahkan kakinya ke arah Zielle, makin dekat sehingga Zielle teringat akan kejadian semalam di mana Greyfend nyaris saja menggigitnya. Spontan Zielle mundur beberapa langkah tetap menjaga jarak dari pria itu sampai punggungnya menempel dinding.

"Tadi pagi baunya lebih menyengat. Tidak mungkin kau menggunakan satu botol parfum di pagi hari." Ucapan Vince membuat Zielle semakin panik. Yang Vince cium adalah darahnya, bukan parfum. Seharusnya Vince sudah tahu itu dan ingin memancing Zielle.

"Kau sedang apa?" Zielle bicara dengan hati-hati karena jarak yang terbilang dekat. Bahkan Zielle nyaris menahan napas karena kehadiran pria itu ditambah jantungnya tidak karuan. Pasti Vince sudah mendengar detak jantungnya dan menertawainya.

"Apa yang dia lakukan?" Vince bertanya seakan menuntut. Tatapannya sangat tajam membuat Zielle takut. Zielle sudah tidak bisa mengelak lagi. Vince sudah tahu semuanya.

"Bertarung," jawabnya jujur kemudian menatap Vince tajam. "Kau puas?"

Vince mendengus. "Kau menjadikannya bahan pelatihan?"

Zielle tahu dia telah memilih lawan yang salah. Namun saat itu Zielle tidak memiliki peluang kabur. Dia terluka karena kecerobohan sendiri, Zielle sangat mengakuinya. Saat itu pikiran Zielle kacau karena sikap kurang ajar Greyfend.

"Aku hanya marah ...." Nyaris saja dia mengatakan tentang tindakan tak senonoh Greyfend. Bagaimana reaksi Vince kalau tahu bahwa darah Zielle telah 'dicicipi' hybrid itu?

"Apa yang dia lakukan sehingga membuatmu marah?" Vince menuntut lagi. Dia suka sekali membuat orang bingung dan terpojok seperti Zielle.

"Kenapa kau sangat ingin tahu? Tidak ada hubungannya denganmu." Zielle menyangkal.

"Aku juga bertemu dengannya."

Zielle terdiam beribu bahasa. Tentu saja dia terkejut karena berarti Vince telah mengetahui segalanya dari Greyfend. Apa hubungan mereka?

"Kau—"

"Oleh karena itu aku bertanya, apa yang dia lakukan?" Vince menekankan kata-katanya. Tatapannya sulit diartikan.

"Itu ... ak ... aku ...." Lidah Zielle terasa kelu. Dia tidak bisa bicara dengan benar karena takut padanya. Tubuhnya bahkan sudah bergetar karena tatapan maut Vince.

"Kau takut?"

Zielle menggeleng cepat. "Aku hanya tidak tahu cara memberitahu."

Wajah datarnya tetap sama seakan tidak memiliki ekspresi lain. "Kalau begitu, biar aku yang beritahu." Setelah mengatakannya, wajahnya semakin dekat seakan ingin melakukan sesuatu. Taringnya muncul dan mendarat di leher Zielle hingga darah keluar membasahi lidahnya.

Seakan kejadian semalam terulang kembali dengan jelas oleh vampir yang berbeda, Zielle membulatkan mata dengan tubuh kaku di pojokan. Jantungnya semakin ingin meledak lebih buruk dibandingkan semalam. Zielle tidak tahu apa yang pria ini lakukan, dia tidak merasakan taring namun merasakan perih darah yang keluar dan geli karena napas Vince menyentuh lehernya.

Kejadian itu berlangsung dengan cepat tapi melekat terlalu lama di benak. Vince sudah menatap gadis patung itu dengan mata yang kini menjadi biru sempurna.

"K-kau," lirih Zielle telah kehabisan kata. Tubuhnya bergetar dan lemas, ini membuatnya benar-benar gila!

"Darahmu berbahaya," bisiknya di telinga kemudian pergi begitu saja.

Butuh waktu untuk Zielle tersadar dari keterkejutannya. Kemudian dia berlari ke arah Vince yang hanya menampakkan punggung seakan punggungnya berkata untuk tidak mengikutinya.

"Blue! Apa maksudnya? Dasar vampir gila, aku tidak akan memaafkanmu!" Zielle berteriak ke arahnya. Tidak tahu pria itu mendengarkan atau tidak itu membuat Zielle mengerang kesal. Dia menjadi gila dalam sekejap.

Zielle menyentuh leher kanannya dan merasakan sedikit cairan merah keluar dari sana. Darahnya sudah mengenai jarinya sehingga terpaksa Zielle menutup seluruh pusat darah dengan tangan. Vince benar-benar menggigitnya!

Perasaan Zielle bercampur aduk. Dia takut Vince menjadi ketergantungan akan darahnya dan menyiksa Zielle sampai mati. Zielle tidak ingin menjadi korban sesama vampir, sangat.

"Zielle Eugenie."

Suara itu membuatnya menoleh. Rupanya Violetta yang berdiri di belakangnya dengan wajah datar. Violetta tampak berbeda, kenapa dia berwajah datar? Sebelumnya dia belum pernah menampilkan wajah itu.

Dia bicara dengan datar. "Jauhi Vince, ini pertama dan terakhir aku memperingati."

Zielle mengerutkan kening. Bukankah Vince yang mendekatinya? Kenapa Zielle yang disalahkan?

"Bukan aku yang mendekatinya." Zielle menyangkal.

"Aku tahu, tapi seharusnya kau bisa menghindar. Aku tahu kau tidak menyukainya ataupun menginginkan Nychterida, tapi itu sangat penting bagiku." Dia menegaskan dengan serius. Sangat serius namun Zielle sama sekali tidak peduli apa alasannya. Toh, bukan urusannya.

"Kau tahu Vince sama sekali tidak melirikmu, kau masih saja bertahan. Apa tidak lelah?" Zielle kasihan pada gadis itu.

Violetta tersenyum lebar. "Aku Putri yang memiliki ambisi. Aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan, meski tidak mendapat hatinya."

Violetta pergi begitu saja dengan langkah anggun. Zielle hanya menatap kepergiannya dengan kasihan. Dia kasihan karena cinta Violetta bertepuk sebelah tangan.

Sangat disayangkan Violetta menyukai seorang tirani yang baru saja menyesap darah Zielle. Entah bagaimana nasibnya nanti. Memikirkannya saja membuat bulu kuduk meremang.

Tapi tetap saja Zielle senang memberinya julukan 'Calon Putri Makhota Tersasar' dan tidak menyesal memberinya julukan itu. Baginya hanya itu julukan yang cocok.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Putri, ada surat dari Kerajaan Alonios."

Suara tukang pos membuat semangat Zielle meningkat sampai melompat begitu saja dari sofa. Cynthia yang melihatnya hanya menggelengkan kepala melihat sikap antusias teman seasramanya itu, dia lebih menyukai buruan yang baru saja ia bawa.

Sudah beberapa hari ini Zielle tidak mendengar kabar dari Alonios. Dia sudah merindukan orangtuanya berharap mereka juga merindukannya sampai mengirim surat. Zielle harap dapat kembali ke Alonios dalam waktu dekat agar tidak bertemu lagi dengan tirani gila beberapa hari lalu.

Setelah menerima surat dari tukang pos, Zielle kembali ke sofa seraya membukanya dengan semangat. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya.

"Kau sangat senang." Cynthia memperhatikan dengan tatapan aneh. Baru kali ini dia melihat Zielle yang semangat seperti anak kecil yang dibelikan permen.

"Setelah sekian lama aku mendapat surat dari Ayah dan Ibu. Aku merindukan mereka."

"Perasaanku tidak enak." Cynthia tampak menyipitkan mata.

"Kenapa?"

"Entahlah," katanya menggedikkan bahu. "Raja dan Ratu tidak memberi surat hanya untuk sekadar menyapa, itu yang kutahu. Pasti ada sesuatu."

"Itu sebabnya aku semangat. Aku berharap bisa pulang!" Zielle tidak mempedulikan prasangka negatif. Dia hanya ingin pulang dari neraka ini.

"Kau sangat membenci anak itu."

"Tentu saja. Kau tahu? Dia meminum darahku! Walau sedikit, tapi tetap saja aku sebal." Pada akhirnya Zielle keceplosan.

Awalnya Cynthia kosong sejenak, namun detik setelahnya tiba-tiba terdengar teriakan histeris seperti bom meledak.

"YAAMPUN! APA YANG ICE ITU LAKUKAN!"

Zielle menutup telinga mendengar petasan itu. Sangat tidak baik untuk kesehatan telinga dan jantung. Zielle menyesal telah memberitahu dan merutuki mulutnya yang terlalu tidak bisa diam.

"Dasar ice sialan, berani sekali dia merasakan darahmu. Kalian sesama vampir! Vampir itu minta dihajar!" Cynthia meraung marah. Dia mulai mencaci dengan berbagai kalimat.

"Aku tahu, maka dari itu hajarlah dia sampai babak belur." Zielle mulai semangat. Cynthia seharusnya bisa menghipnotis Vince dan menghajarnya habis-habisan.

Mendengar itu, Cynthia kembali anteng dengan wajah polos seakan nyalinya telah menciut. "Andai bisa melakukannya."

Terkejut? Tentu! Rasanya Zielle ingin berteriak saja. "Kenapa?"

"Jika aku bisa menghajarnya, seharusnya aku berada di rank pertama akademi. Bahkan kau sendiri tidak bisa menghajarnya. Terakhir aku bertarung dengannya, hipnotisku langsung dipatahkan."

Yang dikatakan Cynthia benar adanya. Bahkan Zielle tidak bisa melawan dengan mudah. Walau begitu, Zielle tidak percaya Vince tidak bisa dikalahkan. Di atas langit masih ada langit, Vince bukan satu-satunya yang tidak bisa Zielle kalahkan. Contohnya seperti Greyfend, mungkin akan seru jika kedua vampir aneh itu bertarung.

Zielle menghela napas memikirkannya. Tidak ingin memikirkan hal tidak perlu lagi, dia membuka isi surat lalu membacanya. Zielle tahu, tulisan sambung disana bukan tulisan Raja ataupun Ratu melainkan juru tulis istana.

..."Dikarenakan ada hal yang harus dibicarakan, Tuan Putri diminta kembali ke Kerajaan. Kereta kuda akan berangkat besok pagi untuk menjemput tuan putri, dimohon mempersiapkan diri."...

Zielle memutar bola mata. Rupanya itu adalah surat resmi kerajaan, bukan surat pribadi yang selama ini diharapkan.

"Kau benar," katanya menatap Cynthia kemudian meletakkan suratnya dengan malas. "Kenapa mereka tidak memberi kabar? Apa aku tidak berhak tahu?"

Cynthia tersenyum kecut. Memang sulit untuk Zielle yang besar di Dunia Manusia. "Para Raja dan Ratu berpikir tidak baik memanjakan anak-anak mereka sampai harus mengirim surat tiap minggunya. Ingatlah, ini bukan Dunia Manusia di mana anak-anak mereka sering ditelpon orangtua untuk menanyakan kabar sesering mungkin jika berada di asrama. Asal bisa menjaga diri, mereka tidak akan khawatir."

Zielle terdiam. Sangat jelas dia belum mengerti tentang gaya hidup Otherworld. Namanya juga tumbuh di Dunia Manusia, wajar saja sikap dan cara berpikir masih seperti manusia.

"Sudahlah, aku ngantuk." Zielle berkata dengan malas sambil beranjak menuju kamar.

Cynthia menyengir. "Aku baru tahu kau bisa ngantuk."

Hari berikutnya tepatnya di malam hari, mobil kerajaan terparkir di halaman akademi menunggu Tuan Putri mereka datang. Banyak yang memperhatikan terutama yang baru menyadari bahwa Zielle adalah Putri Alonios ketika melihat bendera Kerajaan Alonios di kereta kuda.

Para penggosip mulai berulah. Banyak yang berbisik, terutama yang bolos dari kelas demi melihat Putri Alonios yang dikirim pulang untuk sementara karena urusan resmi. Zielle sama sekali tidak peduli pendapat mereka. Dia hanya ingin pulang dan bebas.

"Edd, apa kabar?" Zielle menyapa Edden yang menjemput.

"Baik, Tuan Putri. Banyak orang istana menunggumu, silahkan masuk."

"Ck, kau tidak bisa berbasa-basi sedikit. Aku sudah belajar basa-basi selama ini. Aku merindukanmu" Zielle jujur, Cynthia yang mengajari. Dia juga jujur tentang merindukan Edden, serta merindukan Vany, Cloe, dan Nathy.

"Tuan Putri, yang mulia mengatakan untuk secepatnya kembali. Jika ingin basa-basi, bisa dikatakan ketika dalam perjalanan." Edden tampak terburu-buru sekaligus bersemangat.

Perasaan Zielle tidak enak, tidak tahu kenapa. Tapi ia tidak lagi peduli dan menuruti perkataan kesatria itu. Rombongan kerajaan pun memulai perjalanan.

Untuk yang bertanya kenapa teman-temannya tidak mengucapkan selamat tinggal atau ikut mengantar sampai depan akademi, mereka sedang sibuk karena kelas pertama. Yang menonton tadi murid yang memilih terlambat kelas dibandingkan terlambat mendapat berita. Otherworld dan Dunia Manusia tidak ada bedanya selain berbeda makhluk.

"Kapan kita akan sampai?" Zielle bertanya pada Edden di bagian depan mobil

"Sekitar empat jam lagi kita akan sampai."

"Menurutmu, mengapa mereka memanggilku secara mendadak?" Zielle masih penasaran. Meski ia akan mendapat jawabannya, tidak salah bila bertanya sekarang.

"Itu ... hanya Yang Mulia Raja dan Ratu yang mengetahuinya." Edden menggaruk kepalanya yang tidak gatal, membuat rambut pirangnya cukup acak-acakan.

Zielle tidak bertanya lagi. Ia duduk dengan tenang kurang lebih empat jam lamanya di posisi yang sama tanpa berpindah. Sampai akhirnya keramaian menyelimuti area, barulah ia berpindah tempat ke pinggir dan melihat jendela.

Kerumunan rakyat berlalu-lalang, mengingatkannya akan manusia di kota dengan berbagai aktivitas. Tampang mereka tidak ada bedanya dengan manusia sehingga segalanya terlihat normal kecuali beberapa toko yang menjual darah hewan dan manusia yang dipenuhi pengunjung.

Seperti yang diketahui, ini adalah Vampland di mana hanya ada vampir berada. Penyihir bisa dihitung jari sedangkan manusia sudah seperti ayam yang dipelihara untuk dimakan di waktu yang tepat. Hanya saja, manusia tidak dijual sembarangan karena kelangkaannya. Mereka melelangnya dengan harga tinggi.

Jika Zielle tidak ingat bahwa dirinya adalah vampir dan tinggal di Dunia Vampir, dia akan menyingkirkan para penjual manusia di tempat lelang. Dia juga akan melaporkannya atas pelanggaran hak asasi manusia.

Sayangnya, di sini tidak ada hak asasi manusia, melainkan hak asasi vampir yang membutuhkan darah manusia untuk hidup.

Setelah melalui panjangnya jalan seperti jalan tol, mereka akhirnya sampai di gerbang Istana Raja dan Ratu. Zielle keluar dari mobil setelah dibukakan oleh Edden dan menerima banyak sambutan selamat datang dari para pelayan.

"Tuan Putri, selamat datang kembali." Pria jakung dan kurus menyambutnya di depan pintu. Ia adalah Kepala Pelayan, umurnya sudah ribuan tahun lebih tua dari Raja dan Ratu, tapi wajahnya masih seperti pria berumur 40 tahun.

Zielle mengangguk pelan sebagai jawaban. Ia tidak ingin banyak melakukan hal lain. Ketika perhatiannya mencari sosok mungil yang dirindukan, ia cemberut tidak dapat melihatnya.

"Anda mencari Vany? Dia akan datang sebentar lagi." Kepala Pelayan mengikuti Zielle berjalan ke dalam Istana.

"Jarak dari Istanaku dengan Istana Raja dan Ratu cukup jauh, seharusnya Vany tidak perlu datang." Zielle kasihan memikirkan Vany yang terburu-buru berjalan kaki dalam jarak 1km lebih.

"Itu sudah kewajibannya sebagai pelayan, tidak perlu dipikirkan. Sekarang, Anda hanya perlu menemui Yang Mulia kemudian mempersiapkan diri untuk perjalanan jauh."

"Aku akan ke mana?" tanta Zielle.

Pria itu tersenyum dangkal. "Putri akan tahu setelah bertemu Yang Mulia Raja."

"Kalian mulai bersikap misterius padaku," gumam Zielle seraya menghela napas. Apa susahnya mengatakan secara langsung tanpa repot-repot melakukan formalitas di depan Raja?

ꜱᴇʜᴀʀᴜꜱɴʏᴀ ᴘᴇʟᴀʏᴀɴ ɪᴛᴜ ᴛᴀʜᴜ ᴘᴏꜱɪꜱɪ

Zielle menghentikan langkah mendengar suara bayangan yang begitu jelas. Ia mengedarkan pandangan, mencoba mencari tahu bayangan mana yang bicara sehingga ia terlihat bingung di mata orang lain.

"Tuan Putri, apa ada masalah?" tanya Kepala Pelayan. Ia mengerutkan kening ketika melihat Zielle tampak bingung seakan mencari sesuatu.

Zielle menatapnya sekilas dan menggeleng. "Bukan apa-apa. Sekarang aku justru berharap, Vany cepat datang membantuku."

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan Tuan Putri." Kepala Pelayan itu membukakan pintu mempersilahkan Zielle masuk ke dalam ruangan.

Zielle melihat ke belakang seraya menghela napas. Ia pun masuk ke dalam ruangan dengan perasaan gelisah. Telah terjadi sesuatu pada Vany.

Terpopuler

Comments

『Minecraft』

『Minecraft』

wkwkkw Catherine minta ditampol :v

2022-05-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!