Chapter 8 : Debutante Ball

"Yang Mulia bangun!"

"Yang Mulia, cepatlah. Matahari sudah tenggelam."

"Yang Mulia ...."

Para pelayan berkerumun mengelilingi Tuan Putri mereka yang tengah asyik tidur. Apalagi ini malam yang sejuk, tentu Sang Putri tidur begitu pulas sampai melupakan hal penting.

Zielle berdeham sebagai jawaban. Matanya masih tertutup sedangkan telinganya disumpal bantal. Seharusnya malam ini adalah hari terpenting yang selalu ditunggu-tunggu setiap orang, tapi ia malah bersenang-senang dalam dunia mimpi.

"Yang Mulia, debutante akan dilakukan sekarang."

Iris merah Zielle terbuka lebar seperti tersentak akan sesuatu. Melihat banyak pelayan mengerumuni ranjangnya, pikirannya kosong sejenak sebelum menyadari apa yang harus ia lakukan.

"Eh, Yang Mulia sudah bangun. Cepatlah bersiap, kami akan meriasmu dengan cantik."

"Apa?" Zielle semakin mematung. Apa dia sedang bermimpi? Kenapa banyak sekali yang ingin meriasnya hanya karena masalah debutante?

"Putri? Para tamu akan segera datang, Yang Mulia bilang Putri jangan sampai telat." Vany tiba-tiba hadir diantara para pelayan memberi kabar.

Zielle tidak peduli pada pesta atau semacamnya. Dia sudah pusing sekarang. Bayangkan saja rambut dan wajahnya pasti akan menjadi sasaran empuk mereka untuk dijadikan bahan percobaan.

"Biar Vany saja yang meriasku." Zielle bicara dengan malas.

"Vany masih anak-anak dan tidak bisa merias Putri. Kami adalah ahlinya."

"Sudahlah, aku lelah dengan semua ini," gumam Zielle pasrah. Dia beranjak dari ranjang menuju kamar mandi dan diikuti para pelayan itu. Kenapa mereka sangat antusias? Apa bayarannya mahal?

Zielle masuk ke pemandian, tapi mereka masih saja mengintili. Masih mending hanya satu, ini semuanya! Mereka seakan sedang menonton Tuan mereka yang sedang mandi.

"Kenapa kalian semua ikut?" Zielle bicara sedikit ketus karena kesal. Pagi ini begitu buruk dibandingkan kemarin.

"Yang Mulia, kami akan membantumu. Pemandian kali ini, berbeda dari sebelumnya."

"Berbeda bagaimana?" Zielle bertanya untuk menguji pengetahuan. Dia harap bukan berbeda seperti pemandian darah. Itu mengerikan mengingat dirinya saat ini ada di lingkungan Vampir.

"Kali ini, pemandian akan menggunakan bunga dari dunia peri agar terlihat lebih segar," kata salah satu pelayan membawakan keranjang bunga yang akan dipersembahkan untuk mandi.

Zielle tidak tahu ingin menangis atau tertawa. Apa ini sebuah ritual? Apa dia akan dipersembahkan, begitu? Apa ini acara pengusiran setan?

Dua jam setelah berada dalam bak mandi, dia langsung menuju meja rias. Jika dia Manusia, sudah pasti kulitnya mengkerut habis. Belum selesai dengan keributan kamar mandi, di depan meja rias juga sama ributnya seolah mereka yang akan berpesta.

Zielle hanya diam seperti patung pucat di depan cermin sedangkan para pelayan mondar-mandir mencari pakaian. Dua lainnya mengotak atik riasan wajah. Sayangnya Zielle hanya bisa pasrah. Bahkan rambutnya seperti ditarik-tarik.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Istana ramai akan tamu pesta berdatangan. Di mulai dari bangsawan tingkat Baron sampai tingkat Duke. Kerajaan Alonios hanya mengundang bangsawan kerajaan mereka saja, tidak mengundang orang luar karena beberapa alasan.

Berbagai macam mobil terparkir di parkiran istana dan berlalu-lalang mengantar para bangsawan. Salah satu mobil hitam yang terpapar simbol kerajaan berhenti di depan pintu istana, seketika banyak kesatria tunduk ketika pintu mobil terbuka.

Sosok gadis cantik muncul bersama gadis manis berpakaian pelayan di belakangnya. Gadis itu tampak elegan dengan gaun navy tanpa lengan dan menjuntai ke bawah serta riasan rambut gelombang yang dibuat sederhana.

Empat jam lamanya Zielle menjadi patung hidup di depan cermin. Akhirnya, perjuangannya tak sia-sia. Banyak sorot mata yang memujinya bahkan sejak tadi Vany dan Edden—Ksatria Pendamping Putri—terus memuji hingga membuat Zielle memerah sepanjang jalan. Saking seringnya pujian itu terlontar, Zielle sampai bosan dan hafal kalimat yang dilontarkan.

"Yang mulia, Raja dan Ratu sudah menunggu." Edden membungkuk mempersilahkan Zielle masuk ke dalam.

Zielle mengangguk pelan tidak tahu harus bicara apa. Dia gugup seperti akan masuk ke persidangan. Masalahnya, Zielle tidak suka keramaian. Keramaian hanya akan menambah kegugupannya ditambah gangguan bayangan.

Memasuki aula di mana pusat pesta diadakan, banyak para Bangsawan Kerajaan Alonios hadir memenuhi aula menoleh ke arahnya. Seketika Zielle menjadi pusat perhatian semua orang atas penampilan sekaligus identitasnya sebagai tokoh utama.

Zielle semakin gugup ketika pandangan mereka terarah padanya dengan berbagai macam iris. Seumur hidup, dia tidak pernah menjadi pusat perhatian.

Terlihat Raja dan Ratu berdiri dengan senyuman yang terukir melihat kehadiran putri mereka. Mereka tampak sangat elegan, sama seperti Zielle. Bahkan banyak yang menyadari kemiripan antara Zielle dan Raja Filemon.

Zielle berjalan mengabaikan berbagai macam pandangan dan bisikan para bangsawan. Bahkan para bayangan mulai berbisik di telinga Zielle hingga ia harus memaksimalkan fokus. Zielle tersiksa di sini hingga akhirnya sampai di depan Raja dan Ratu. Meski begitu, bayangan terus berceloteh.

"Terima hormatku, Yang Mulia Raja dan Ratu." Zielle membungkuk layaknya putri kerajaan.

"Kamu datang tepat waktu. Sudah siap dengan segala yang akan terjadi sebagai Putri?"

Zielle terdiam menatap mereka bergantian. Tanggung jawab seorang Putri memang tidak seberat Pangeran. Tapi tetap saja Zielle sebagai gadis yang tumbuh sebagai Manusia biasa merasa terbebani.

Raja Filemon mengumumkan bahwa Zielle adalah Putri Tunggal Kerajaan Alonios. Sebuah pernyataan itu tentu membuat para bangsawan terkejut, lagi-lagi Zielle menjadi perhatian utama serta perbincangan hangat di kalangan kelas atas.

Beberapa bangsawan juga mulai kehilangan kesempatan untuk menjadikan anak perempuan mereka seorang Putri Kerajaan. Hanya saja, beberapa mulai bangkit kembali demi ambisi tahta menggunakan anak-anak mereka untuk mendekati Putri Tunggal Kerajaan Alonios.

Tidak ada yang tahu tentang kelahiran Zielle selain Istana Kerajaan Alonios. Berita kelahirannya tidak pernah keluar dari istana dan hanya kurang dari tiga menteri tertinggi saja yang tahu. Itu dilakukan agar dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti penghianatan karena keberadaan Zielle sangat dilindungi.

Selain orang penting yang mengetahui bahwa Raja dan Ratu memiliki putri, tidak ada lagi yang mengetahuinya. Semua pelayan dipaksa tutup mulut atau dibunuh jika melanggar aturan.

Intinya, mereka hanya tahu tentang penyerangan 17 tahun yang lalu yang mengakibatkan banyak korban dan hilangnya Putri Kerajaan Alonios—yang kini hadir di depan mereka.

Pesta sesungguhnya sudah di mulai semenjak diperkenalkannya Sang Putri. Beberapa dari mereka melakukan dansa dengan pasangan. Hanya keluarga yang baru bersatu itu yang tidak melakukan apapun.

"Putri, kamu tidak ingin berdansa seperti mereka?" tegur Ratu Guinevere.

Zielle tersenyum kecut karena malu. "Yang Mulia, aku tidak pernah dansa."

"Ini adalah pestamu, seharusnya kamu menampilkan sesuatu di depan mereka," ujar Raja Filemon.

"Bagaimana jika aku menginjak kaki pasangan dansaku? Akan lebih memalukan." Zielle jujur. Jika percakapan ini terjadi pada seseorang selain orang tuanya, dia sudah lama melontarkan ribuan alasan.

"Edden akan membantumu. Tenang saja." Ratu Guinevere memikirkan solusinya, namun tidak membuat Zielle puas.

"Apa itu harus?" Zielle mencoba bernegosiasi.

"Itu sudah tradisi."

Zielle ingin menangis saja. Dia akan sangat malu dan sangat minta maaf pada Edden jika terjadi kecelakaan. Daripada bersama Edden, bukankah lebih baik pada ahlinya agar tidak terlihat kesalahan Zielle?

"Yang Mulia, aku ingin dansa denganmu saja." Zielle sedikit memohon pada Raja Filemon. Bukannya tidak percaya Edden, melainkan mengasihani Edden. Jika dia bersama ayahnya, bukankah akan lebih baik?

"Filemon, kau sudah lama tidak ikut berdansa. Sesekali berdansa dengan putrimu, ini debutante-nya." Ratu Guinevere membujuk.

"Benar." Zielle menampilkan senyum lebar.

Raja Filemon tampak menimbang-nimbang kemudian mengangguk setuju. Zielle bersorak ria dalam hati, setidaknya masalah pertama sudah selesai. Ia hanya perlu memikirkan masalah lainnya nanti.

Keduanya berjalan ke arah pusat lantai dansa. Membungkuk secara formal, menyatukan tangan kanan dan mulai berdansa.

Langkah tiap langkah, dilalui dengan hati-hati sesuai dengan iringan nada. Mereka menjadi pusat perhatian, semua mata tertuju pada Ayah dan Anak yang tampak mirip tersebut.

Zielle mempertahankan ekspresinya berusaha untuk tidak gugup. Dia gugup karena takut langkahnya salah dan sesekali melirik kakinya yang nyaris salah langkah. Bahkan dia nyaris menginjak gaun sendiri.

Langkah berikutnya, Zielle berhasil menginjak kaki Raja Filemon sehingga membuat jantungnya ingin meledak. Untung saja tidak jatuh, dia langsung menarik kembali kakinya. Namun, tampaknya Raja tidak terganggu sama sekali.

Ketika kaki Zielle salah langkah kembali dan nyaris terjebak diantara kaki Raja, Raja langsung mengangkatnya hingga gaun Zielle berkibar seperti dalam film kerajaan, dia menutupi kesalahan putrinya agar tidak malu di hadapan para bangsawan. Padahal Zielle sudah malu duluan.

Di mata para bangsawan, pemandangan itu menjadi pemandangan yang wajib diabadikan. Biasanya Sang Raja tidak ikut dansa selama ratusan tahun. Terakhir hanya dengan Ratu Guinevere saat baru menikah. Itu yang terakhir karena Raja tidak menghadiri pesta apalagi semenjak 17 tahun yang lalu.

Dua menit sudah dilalui, saat itu juga penderitaan Zielle berakhir. Zielle seakan habis uji nyali dan merelakan kakinya yang kaku. Sialnya dia mengenakan high heels sehingga membuat kakinya lecet—meski sembuh lagi. Itu menyakitkan.

Tepuk tangan bersahutan dengan meriah. Keduanya langsung kembali ke tempat semula. Zielle duduk begitu saja mengabaikan sorakan bangsawan yang memujinya demi memeriksa kaki yang telah lecet.

"Sakit?" Ratu Guinevere sadar telapak kaki Zielle memerah. Meski tidak terluka karena kemampuan Vampir untuk beregenerasi dengan cepat, tetap saja menyakitkan bila terus menerus terluka.

"Sedikit, tapi masih bisa jalan," sahut Zielle. Dia melepas kedua sepatunya hingga akhirnya berdiri tanpa alas kaki. Yang penting kakinya tertutupi gaun serba panjang ini.

Zielle mengedarkan pandangan mencari keberadaan ayahnya, tapi tidak ditemukan. "Di mana Raja?"

"Ibu baru saja ingin mengatakannya. Raja Nychterida datang membahas sesuatu tentang Penyihir Darah dan Vampir Pemburu. Ibu juga harus ke sana, kau tak apa sendiri?"

Zielle kosong sejenak, memikirkan apa akibatnya jika dia sendiri di kerumunan ini. Apalagi melihat banyak Vampir yang menatapnya seolah ia adalah harta langka. Zielle tidak bisa membayangkan nasibnya.

"Yang Mulia, boleh aku ikut?"

"Akan lebih baik tidak. Ini adalah pestamu, kamu bisa mencoba berkenalan dengan bangsawan lain."

Justru itu yang Zielle hindari. Ia tidak pandai bergaul dan tidak akan pernah seperti itu. Paling tidak, dia hanya bisa mengatakan beberapa kata. Atau jika ada sesuatu yang menarik perhatiannya, sudah pasti akan mendekat. Tapi di sini, tidak ada yang menarik perhatiannya.

"Ibu pergi dulu." Ratu Guinevere pergi setelah mengusap kepala putrinya dengan lembut. Zielle sendiri lagi. Entah di mana Vany dan Edden.

Dia memutuskan memakai sepatunya dan pergi ke kedalaman istana daripada meladeni para penjilat yang cari muka. Walau tidak semuanya, tapi rata-rata seperti itu melalui bayangan yang bicara.

"Yang Mulia ingin ke mana?" Edden menegur. Dia datang bersama Vany yang kebetulan sedang mencari Zielle.

"Aku ingin jalan-jalan sebentar."

"Yang Mulia, Vany ikut!" Vany tampak antusias.

"Baiklah," balas Zielle kemudian melirik Edden. "Kamu, terserah ingin ikut atau tidak." Setelah itu dia pergi tanpa banyak bicara.

Merasa memiliki tanggung jawab melindungi Putri, Edden mengikuti Zielle jalan-jalan di sekitar istana. Di Istana ini, Edden yang paling kenal dibanding Vany. Jadi dia harus hadir jika tidak ingin Sang Putri tersesat.

Melewati pintu di mana desakkan aula berakhir, Zielle dapat bernapas lega. Dia tidak lagi mendengar ocehan bayangan yang membuat kepalanya pusing. Dia masih belum bisa mengontrol bayangan sepenuhnya hingga harus bertahan sebisa mungkin.

Zielle lelah, dia ingin melanjutkan tidur yang tertunda. Kemarin dia tidak bisa tidur karena langit yang terang memasuki sela gorden. Zielle tidak terbiasa dengan gaya hidup yang seperti itu. Sebenarnya jendela bisa ditutup sepenuhnya seperti koridor hingga tidak ada celah untuk cahaya masuk, tapi Zielle malas melakukannya.

Kakinya kembali terasa sakit apalagi ketika melewati anak tangga menuju ke bawah. Ingin sekali dia melepas sepatunya sekarang juga. Namun, lagi-lagi dirinya terkena sial yang tak kunjung habis.

Ketika ingin berhenti melepas sepatu, kakinya salah pijak anak tangga hingga terpeleset dan tubuhnya tidak seimbang.

Tubuhnya melayang ke belakang. Berpikir dirinya akan jatuh, ia menutup mata bersiap akan benturan. Namun ia merasakan tubuhnya melayang kala sebuah tangan melingkari pinggang rampingnya, menahannya agar tidak jatuh dari tangga.

Zielle tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Ketika membuka mata, tubuhnya masih melayang dan melihat sepasang iris merah di depannya. Sosok pria dengan paras tampan yang tidak ada duanya. Zielle seakan dipertemukan dengan Pangeran yang menyelamatkannya seperti dalam dongeng.

"Bodoh."

Zielle tersadar dari lamunan setelah mendengar ucapan sarkas seperti itu. Bagaimana bisa ada orang yang mengatainya bodoh di kerajaannya sendiri? Tidak mungkin Edden karena sejak tadi Edden dan Vany hanya melongo.

Setelah beberapa lama mencerna, Zielle baru sadar. Vampir yang menyelamatkannya kali ini adalah Vampir yang belakangan ini dia temui. Iris merah yang tampak dingin, rambut perak, rahang tegas, bahkan pakaian seorang pangeran berwarna hitam disertai corak perak. Zielle tahu siapa dia walau pakaiannya beda.

"Sepertinya kau sangat suka posisi ini."

Zielle membulatkan mata. Dia mendorong pria di depannya begitu saja dan mencoba menyeimbangkan diri sendiri, sialnya pria itu tidak terdorong melainkan Zielle yang termundur. Zielle makin kesal mengingat penyerangan itu.

"Tuan Putri, kau baik-baik saja?" Vany memutar-mutar tubuh Zielle seperti gangsing. Dia bahkan memeriksa tiap inci memastikan Zielle tidak terluka.

"Pangeran, terima kasih atas pertolonganmu." Edden membungkuk padanya.

"Anggap saja sebagai permintaan maaf atas waktu itu," katanya dengan nada datar tanpa menatap mereka bertiga. Sikapnya itu membuat Zielle ingin menendangnya sekarang juga.

Tanpa bicara apapun atau mendengar sahutan Zielle, dia pergi begitu saja ke arah lain. Zielle mendengus kesal. Walau Vince menyelamatkannya sebagai penebusan kesalahan, tetap saja Zielle tidak ingin memaafkan.

"Kenapa bocah itu di sini? Dia tersasar ke negeri orang?" Zielle bertanya dengan kesal.

"Pangeran Nychterida mungkin datang bersama Raja Nychterida. Kedua kerajaan memang memiliki hubungan baik dan saling berpengaruh terhadap Vampland. Raja dan Ratu kedua Kerajaan sudah berteman sejak sekolah di akademi." Edden menjelaskan.

"Tapi pesta ini hanya dilakukan untuk kerajaan Alonios, bukan orang luar. Tidak ada yang tahu tentang keberadaanku."

"Mungkin mereka datang untuk urusan penting," jawab Edden.

Zielle ingat perkataan Ratu Guinevere tadi. Dia menghela napas panjang berusaha menormalkan kondisi walau dia tetap kesal atas sikap Pangeran tadi. Awas saja kalau bertemu lagi.

Terpopuler

Comments

Nurwana

Nurwana

jodohmu mungkin zielle.....

2023-01-28

0

『Minecraft』

『Minecraft』

gak update?;-:

2022-05-13

0

『Minecraft』

『Minecraft』

Penasaran sama akademi nya nanti. komentar nya sepi amat

2022-05-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!