Chapter 15 : Vampire Hunter

Sebulan telah berlalu. Kendali Zielle terhadap bayangan semakin membaik sehingga tidak lagi kehilangan kendali. Dia juga menempati posisi rank kedua dan belum di adu dengan Vince lagi mengingat kerusakan sebelumnya.

Sebulan lalu, Zielle sudah bertanya pada Cynthia tentang kekuatan Vince. Kekuatannya adalah Blood Control yang merupakan kekuatan terkuat dan berbahaya di seluruh Otherworld. Itu sebabnya Zielle sulit mengalahkannya. Bukan berarti Zielle lemah, Vince lah yang terlalu kuat.

Blood Control adalah kekuatan pengendali darah yang bisa mengendalikan darah makhluk apa pun sesuai keinginannya secara sadar. Darah makhluk yang dikendalikan bisa berkurang begitu melakukan kontak fisik. Vince bisa saja membunuh musuhnya hanya dengan sedikit menyentuhnya sampai seluruh darah mengering menyisakan tulang dan kulit. Itu yang membuatnya sangat berbahaya.

Akan tetapi, waktu itu Vince tidak menggunakan Blood Control untuk melawan Zielle melainkan menggunakan telekinesis. Telekinesis adalah kemampuan menggerakkan atau mengendalikan benda. Itu terjadi ketika Zielle melempar pedang ke arahnya kemudian pedang Zielle menyerang balik, saat itu dia sedang mengendalikan pedang Zielle. Dia juga menggunakan telekinesis untuk mengendalikan sekumpulan pedang yang menghantam Zielle sebelumnya.

Kalau bertanya mengapa Vince memiliki dua kemampuan, itu karena beberapa Vampir tertentu memiliki lebih dari satu kemampuan. Biasanya mereka yang memiliki kemampuan ganda menutup salah satu kemampuannya agar tidak terjadi masalah lain. Vince terkecualian, karena sejak kecil kekuatannya telah terungkap.

Sedangkan Zielle memiliki kekuatan bayangan dan berkomunikasi dengan bayangan. Tidak semua pemilik kekuatan bayangan dapat berkomunikasi dengan bayangan. Yang satu itu, harus dirahasiakan karena lebih dari sekedar membaca pikiran. Jika banyak yang tahu, tidak ada yang mau dekat-dekat dengan Zielle.

Setelah kelas berakhir, mereka berlima pergi ke kafetaria untuk makan. Cynthia sebagai pemesan makanan tetap, mencatat semua pesanan mereka berempat secara sukarela. Ia malas menunggu dengan pada Vampir menyebalkan termasuk Zielle yang sudah seperti mayat hidup.

"Aku yakin hanya tubuh tanpa nyawa yang datang sejak tadi." Cynthia mencibir.

"Kenapa?" Zielle tersadar dari lamunan kemudian menatap Cynthia sambil mengerjap mata.

"Sejak tadi aku bertanya mau makan apa. Tapi kau malah melamun. Apa yang kau pikirkan?" Cynthia menuntut.

"Bukan apa-apa. Pesankan aku pancake original dan sirup strawberry." Zielle tidak memesan darah seperti yang lain.

"Kau tidak pesan darah? Hari ini tersedia darah manusia, kau hanya perlu memilih. Aku tidak pernah melihatmu minum darah sebelumnya."

"Aku puasa darah." Zielle jujur.

"Sebulan sekali? Ini sudah sebulan tapi kau tidak minum darah, kau vampir atau bukan, sih? Kau ingin kekuatanmu menyusut!"

Tentu tidak, Zielle hanya sedang malas saja. Dia terbiasa hidup sebagai manusia dan itu terbawa sampai sekarang. Tapi karena tuntutan Cynthia, Zielle terpaksa menyetujuinya. "Kalau begitu ada darah manusia, 'kan? Aku pesan AB."

Cynthia kosong sejenak dan melihat menu di tangannya dengan teliti. "Kau memiliki selera tinggi. Golongan darah itu sedang kosong, pesan saja yang lainnya."

"Ya sudah, kelinci saja. Jadikan itu sebagai saus pancake." Zielle bicara dengan malas.

"Tidak mau B?"

"Tidak."

Cynthia menyengir melihat wajah malas itu kemudian beralih ke Vince. "Kau pesan apa?"

"Samakan tanpa darah. Pakai saus cokelat saja."

Wajah Cynthia mengerut seperti kertas kusut. "Kalian sama saja. Aku tahu kau puasa, tapi ini sudah lewat sebulan dan kau menyiksa diri sendiri lagi!"

Vince malah sibuk dengan buku di tangannya mengabaikan Cynthia. Dia memang selalu seperti itu sampai semua orang hafal akan tindakannya.

"Darren? Calix?"

"Seperti biasa," kata mereka berdua nyaris bersamaan. Itu membuat wajah Cynthia tenang seketika karena yang biasa dipesan mereka berdua adalah steak darah, hanya itu seakan tidak pernah bosan.

Setelah mencatat, Cynthia pergi mengantre pesanan. Nantinya yang membawakan adalah pelayan seperti di restoran pada umumnya. Selang beberapa menit, makanan datang dan mereka makan dengan khikmat.

ᴠᴀᴍᴘɪʀ ᴘᴇᴍʙᴜʀᴜ ᴅɪ ᴘᴇʀʙᴀᴛᴀꜱᴀɴ

"Uhuk uhuk uhuk ...."

Zielle tersedak sirup hingga terbatuk-batuk. Suara bayangan itu benar-benar mengejutkannya hingga ingin menulikan telinga.

"Kau baik-baik saja?" Darren bertanya.

"Tak apa." Zielle tersenyum paksa. Dia kembali makan dengan tenang begitu juga yang lain.

ᴍᴇʀᴇᴋᴀ ʙᴇʀᴊᴜᴍʟᴀʜ ʙᴀɴʏᴀᴋ

"Uhuk uhuk uhuk ...."

"Kau sakit?" Calixto bertanya.

Memangnya Vampir bisa sakit? Jelas-jelas Zielle tersedak karena berita mengejutkan itu. Zielle heran kenapa tidak ada yang tahu kabar genting seperti itu. Bayangan selalu maju lebih awal.

ᴍᴇʀᴇᴋᴀ ᴍᴇɴʏᴀᴍᴀʀ

Zielle menghela napas pasrah. Sepertinya dia harus melakukan sesuatu untuk melakukan pelatihan langsung. Dia harus mencoba beberapa hal dengan kekuatannya agar dapat mengalahkan Vince di masa depan.

Zielle beranjak dari kursi. Saat itu juga mereka menatapnya bertanya-tanya—kecuali Vince. "Kau ingin ke mana?" Cynthia bertanya.

"Calixto benar, sepertinya aku sedikit merasa tidak enak badan." Zielle berbohong.

"Kau juga bisa sakit?" Darren heran.

"Sama seperti ketika punggungku yang akan patah." Zielle menyindir seseorang tapi orangnya asik makan.

"Kau bertarung lagi!" Cynthia mulai histeris.

"Banyak tanya. Aku lelah." Zielle pergi begitu saja menghindari berbagai pertanyaan. Entah apa yang akan mereka pikirkan, dia tidak peduli.

Cynthia melihat kepergian Zielle penuh selidik. Dia melirik Vince yang tampak biasa saja sedangkan dua lainnya bertanya-tanya. "Aneh."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di bawah sinar rembulan penuh. Seorang gadis serba hitam dengan jubah hitam yang menutupi kepala menatap hutan dari balkon kamar dengan penuh perhatian.

Dari informasi yang diberikan bayangan, terdapat belasan Vampir Pemburu di perbatasan yang sedang mencoba menerobos akademi. Jujur, Zielle memiliki dendam pada mereka karena telah membuat orang tua angkatnya menderita. Vampir Pemburu juga telah mengincarnya, Zielle tidak ingin menjadi penonton saja.

ᴀᴅᴀ ꜱᴀᴛᴜ ʟᴀɢɪ ʏᴀɴɢ ʙᴇʀʙᴇᴅᴀ. ꜱᴇᴘᴇʀᴛɪɴʏᴀ ᴅɪᴀ ᴘᴇᴍɪᴍᴘɪɴɴʏᴀ, ᴛᴀᴘɪ ᴛɪᴅᴀᴋ ᴀᴋᴀɴ ᴋᴇʟᴜᴀʀ ꜱᴇᴋᴀʀᴀɴɢ.

Zielle tidak peduli. Dia sudah kesal akan semua hama yang mengganggunya itu. Para Vampir Pemburu yang biasa dia temui seakan hanya kumpulan semut di mata Zielle. Bukan meremehkan, tapi itulah kenyataannya. Mungkin akan berbeda jika berhadapan dengan pemimpin mereka atau Vampir penting yang berhubungan dengan Vampir Pemburu.

Zielle melompat ke bawah dari ketinggian lantai 18. Jubah hitamnya berkibar hingga sampai tanah dan hanyut dalam bayangan seperti cairan tinta. Wujudnya hanya terlihat sebagai tinta yang bergerak di tanah. Tidak akan ada yang menyadari hal ini.

Zielle sebagai bayangan hitam mulai merambat seperti ular mengikuti arah yang ditunjukkan bayangan. Pandangannya memiliki aliran bayangan hitam yang membuatnya semakin tajam.

Sampai di luar akademi, Zielle kembali pada wujud asli dan menghirup udara segar seakan lama terkurung dalam ruangan tertutup. Ini kali pertamanya menggunakan teknik penyamaran seperti itu jadi rasanya sedikit tidak nyaman dan tidak bisa bertahan lama.

Zielle masuk ke dalam hutan, mengikuti arah yang ditunjukkan bayangan. Banyak pepohonan rimbun dan sangat lebat. Makin dalam memasuki hutan, makin mencengkam suasananya.

ᴍᴇʀᴇᴋᴀ ᴍᴇɴʏᴀᴅᴀʀɪᴍᴜ.

Zielle menghentikan langkah. Wajahnya tetap datar dan mengedarkan pandangan ke berbagai sisi. Seharusnya mereka ada di sekitar sini bersiap melakukan penyergapan.

"Jangan buang waktu." Zielle berucap dengan datar.

Suara gemerisik dedaunan bersahutan. Keluarlah sekelompok Vampir disertai taring tajam dan mata merah penuh aura membunuh. Mereka melingkari gadis berjubah tersebut, mengambil kuda-kuda untuk bersiap menyerang.

Benar kata bayangan, mereka hanya terdiri dari belasan. Zielle bisa dengan mudah membunuh mereka apalagi saat ini cahaya bulan mendukung untuk menunjukkan bayangan mereka.

"Vampir Murni, kau telah mengantar nyawamu sendiri, haha."

Zielle tidak menyahuti, dia hanya melemparkan tatapan tajam dari mata merahnya.

"Kau pikir kami takut? Kalian Vampir Murni tidak tahu cara menggunakan keuntungan dengan baik."

"Bukankah dia Putri Alonios? Dia pemilik darah langka yang akan memperkuat Vampir manapun. Darahnya sangat manis. Aku harus mendapatkan darahnya!"

"Tidak! Aku saja!"

"Darahnya sangat manis, aku tidak tahan lagi!"

Selagi mereka bicara, Zielle mengedarkan kekuatannya mencoba mengambil alih bayangan para Vampir. Zielle bukan orang yang akan membuang kesempatan seperti Vampir di sekitarnya, dia akan memanfaatkan hal tersebut dan membuat mereka menjadi abu tanpa serangan balik.

Setelah kegiatannya selesai, dia tersenyum dan bicara dengan mada rendah, "Pergilah ke neraka."

Mereka menyerang bersamaan seperti kumpulan zombie yang menerkam karena kelaparan. Mereka tidak tahu kalau sejak tadi Zielle sudah mengambil alih bayangan mereka untuk membuat mereka jatuh dalam sekali serangan.

Zielle tetap berwajah datar seakan para Vampir itu hanya angin lewat walau sudah berada dekat dengannya. Tepat ketika sebuah cakar hendak mendarat di tubuhnya, mereka semua ambruk bersamaan tanpa aba-aba seakan gravitasi telah meningkat.

"Tolong! Aaaaragh ...."

Bayangan hitam melilit tubuh mereka semua. Semakin lama semakin kuat sehingga mengerang kesakitan dan berusaha memberontak seperti ikan yang ingin dipotong. Rasa sakit terus menggerogoti seolah telah diperas oleh bayangan sampai seluruh tubuh mereka remuk tanpa adanya perlawanan. Kulit pucat mereka mengering sampai keriput, tubuh mereka mengeluarkan asap tanpa adanya kobaran api, sedangkan darah seolah telah mengering menyisakan tulang dan kulit.

Sebenarnya, Zielle bisa saja meledakkan tubuh mereka. Tapi dibutuhkan energi yang cukup besar dan tidak bisa membunuh semuanya sekaligu. Bagaimanapun, kekuatannya belum kuat sehingga masih banyak kekurangan.

Dalam waktu singkat, hanya ada pakaian koyak yang berhamparan sedangkan sisanya sudah menjadi abu hitam yang menyatu dengan tanah. Zielle hanya melihatnya tanpa berkedip.

"Selesai ...." Ia menghela napas setelah merasakan tubuhnya mulai lelah mengeluarkan banyak tenaga. Ia pun berbalik hendak kembali ke akademi.

Tapi sesuatu menghentikan langkahnya ketika sebuah boomerang dilemparkan di samping dan berbalik arah tepat ke depan wajahnya. Boomerang besi dan tajam seperti pisau siap membunuhnya. Dengan cepat Zielle menunduk ke belakang dan melihat kumpulan Vampir yang tersisa mulai menyerang di belakangnya.

Sepertinya ini kali pertama bayangan melakukan kesalahan fatal. Zielle harus bertarung sungguhan sekarang.

Zielle menghindari dan memukul mereka dengan tangan kosong. Sekitar kurang dari sepuluh vampir menyerang. Mereka tampak lebih beringas dibanding sebelumnya seakan ingin membunuhnya saat itu juga.

Zielle bertarung dengan tangan kosong dan mematahkan leher beberapa dari mereka serta membuat salah satunya menembus ranting pohon dengan tendangan kuat. Perasaan ini sama seperti ketika melawan orc.

Sisa tiga vampir. Mereka bergetar ketakutan seakan malaikat maut sudah di depan mata. Jika ini adalah Zielle yang dulu, dia sudah pasti melepaskan mereka. Tapi kali ini berbeda.

Mereka kabur seperti telah melihat monster yang akan memakan mereka. Itu membuat Zielle sangat ingin tertawa. Jadi begini rasanya menjadi pembunuh berantai yang tidak berperasaan. Tidak ingin membuang waktu dengan Vampir yang datang lagi karena aduan mereka, Zielle mengeluarkan bayangan hitam dari tangannya dan langsung menembus jantung mereka seperti tombak.

Dia menarik kembali bayangan sehingga darah semakin bercecer dari tubuh Vampir itu sebelum ambruk. Ini terlalu ganas untuk dibayangkan.

Zielle menghela napas panjang, dia harus kembali sekarang juga karena sudah ingin pagi. Baru saja ingin pergi, sebuah pedang muncul tepat di samping dilehernya. Pedang itu sudah menempel dan sangat tajam hingga cairan merah dari kulitnya keluar untuk pertama kali semenjak datang ke Vampland.

"Keahlianmu bagus, sayangnya reaksinu lambat." Suara itu masuk tepat di telinga. Sangat dekat hingga membuat Zielle merinding.

"Kau pikir seperti itu?" sahut Zielle.

Zielle menangkis pedangnya kemudian mengeluarkan pedang sambil memutar dan mengarahkan pedang padanya. Zielle lepas dari jeratan, tapi tidak keadaan.

"Cukup cepat." Dia mengevaluasi dengan seringaian.

Vampir itu adalah seorang pria. Pria dengan rambut setengah perak serta warna mata biru terang yang membuat Zielle terkejut. Bagaimana bisa? Zielle pikir tidak ada Vampir bermata biru dan pengelihatan tentang Vince hanya ilusi. Bagaimana benar-benar ada Vampir dengan ciri seperti itu? Siapa pria itu?

"Tidak perlu terkejut seperti itu. Sepertinya ilmu yang diajarkan akademi masih kurang sehingga kau tidak tahu apa pun." Dia mendengus.

Zielle masih bingung dengan keadaan ini. Bertemu dengan Vampir aneh yang diketahui apa jenisnya atau dari mana asalnya. Rambutnya perak menyebutkan bahwa dia Vampir Murni, namun matanya biru ... ia tidak bisa memikirkannya lagi.

"Aku tidak ingat pernah menyinggungmu." Zielle pikir seharusnya pria itu adalah Vampir Murni meski sedikit berbeda dan tidak ada hubungannya dengan Vampir Pemburu.

Lelaki aneh itu terkekeh kecil. "Kau pikir apa yang bisa membuatku tersinggung?"

"Lalu kenapa kau menyerangku?"

Dia tersenyum miring dan mendekatinya dengan iris biru yang meneliti. "Putri Alonios, aku sangat ingat dengan bau ini."

Zielle dibuat menegang. Tangannya terkepal erat apalagi ketika pria itu mengungkit aromanya. Sudah berapa banyak yang tahu mengenai identitasnya? Setahunya hanya segelintir, tapi bagaimana Vampir ini tahu? Apa mereka pernah bertemu sebelumnya?

"Sepertinya kau memang tidak tahu apa pun. Aku dapat merasakannya." Dia semakin mendekatkan wajahnya membuat Zielle waspada bersiap akan melawan. Firasatnya buruk tentang pria ini.

Zielle tidak tahu harus bagaimana saking tegangnya. Dia bahkan tidak bisa menggerakkan tubuhnya sendiri seakan telah lumpuh. Dia mengeratkan genggaman terhadap pedang berusaha menguatkan diri untuk terbebas dari jeratan. Sudah pasti pria aneh ini melakukan sesuatu padanya.

Vampir itu terus mendekatkan wajah beserta taringnya ke arah leher Zielle. Jantung Zielle semakin ingin meledak saking cepatnya berdetak. Jika pria ini meraskana darahnya, identitasnya akan benar-benar terungkap. Baik Vampir Pemburu maupun Penyihir Darah tidak akan melepaskannya.

Vampir itu menjulurkan lidahnya, menjilat leher Zielle yang berdarah untuk merasakan darahnya yang manis. Itu membuat Zielle semakin mengeratkan genggaman pedangnya berusaha memberontak, tapi tidak bisa. Bahkan napasnya tersendat.

"Senang melihatmu bergetar seperti ini. Mana sikapmu ketika melawan mereka?" bisiknya di telinga Zielle.

"Brengsek!" Zielle mendorongnya menjauh kemudian mengayunkan pedang ke arahnya. Akhirnya tubuhnya dapat digerakkan kembali. Zielle ingin menyerang kembali, namun Vampir itu memblokir tangannya kemudian memutarnya kepunggung sehingga tidak bisa bergerak.

"Aku lebih suka kamu yang ketakutan," bisiknya ditelinga.

Zielle sudah sangat geram. Dia memutar melepaskan diri dari kuncian kemudian menendang tubuhnya. Sialnya yang ditendang hanyalah udara sedangkan Vampir itu tiba-tiba sudah ada di belakangnya dan berbisik, "Darahmu terasa manis."

Zielle mengayunkan kembali ke arah belakang, tapi Vampir itu sudah pindah tempat lebih cepat. Zielle semakin bingung bagaimana cara mengimbanginya. Dia berbeda dengan Vampir yang biasa ditemui Zielle.

Zielle menebaskan kembali pedang ke belakang karena instingnya mengatakan dia ada di belakang.

Srangg!

Akhirnya kena, tapi bukan orangnya melainkan pedangnya. Pertahannya lebih kuat sehingga Zielle termundur.

Bayangan muncul di sekitar pedang Zielle kemudian menyebar ketika dia menebaskan pedang ke arah Vampir itu. Beberapa pohon runtuh, tapi Vampir itu justru berpindah tempat dan memukul dada Zielle ketika berbalik.

Zielle terlempar dan terbentur pohon. Lagi-lagi punggungnya jadi korban hingga terdengar suara retakkan tulang. Ini lebih buruk dibandingkan melawan Vince.

"Itulah akibat perempuan kasar. Aku sudah bersikap lembut padamu." Dia sama sekali tampak tidak merasa bersalah.

Zielle mengalirkan bayangan mencoba untuk mengendalikan bayangannya. Tapi, baru saja bayangan menyentuh bayangan Vampir itu, dia langsung sadar dan melancarkan serangan pedang sehingga pedang itu menggores perut Zielle. Zielle mengerang kesakitan merasakan perutnya terkoyak hingga darah merembes keluar membasahi pakaian hitamnya.

"Bayangan, ya. Menarik." Mata birunya menunjukkan pandangan meremehkan. Pedang di tangannya menghilang ketika menunduk ke arah Zielle. "Jangan berpikir untuk pergi dariku. Kau adalah mangsaku."

"Siapa kau sebenarnya?" Zielle masih menahan rasa sakit yang mendera. Regenerasinya terhambat akibat serangan berat meski lukanya terus berusaha membaik.

"Tebaklah."

Zielle berdecak sebal. "Aku harap tidak bertemu denganmu lagi."

Dia berjongkok menatap iris merah Zielle lekat. "Tapi aku mengharapkan yang sebaliknya."

Zielle memasang senyum paksa. " Kalau begitu, jangan harapkan kemenangan di pertemuan selanjutnya."

Tubuh Zielle melebur menjadi bayangan seperti cairan tinta dan bersembunyi di antara dedaunan. Ekspresi Vampir itu berubah menjadi tidak senang berpikir mangsanya telah pergi sebelum dia bisa mendapatkan yang diinginkan. Detik berikutnya, dia tersenyum miring entah apa yang dipikirkan.

Zielle tentu melihatnya. Dia hanya bisa diam dalam bayangan tanpa pergerakan. Sebelumnya Zielle telah memberi tanda pada Vampir itu untuk melacak informasinya. Zielle menyadari bahwa bayangan Vampir itu cukup memberitahu Zielle bahwa Vampir aneh yang menyerangnya adalah pemimpin Vampir Pemburu.

Sebuah kabut hitam muncul membentuk sosok Vampir lain yang berlutut. Itu adalah pria dengan jubah hitam yang menutupi wajah sehingga tidak dikenali. "Tuan, kita benar-benar akan kembali?"

"Sepertinya Gretta belum bertindak. Kita kembali sekarang." Dia tampak dingin ketika bicara. Justru semakin menyeramkan ketika berekspresi seperti itu. Berbeda dengan ekspresi sebelumnya.

Zielle semakin bertanya-tanya tentang perempuan yang disebut pria itu. Apa Gretta itu kekasihnya? Adiknya? Kenapa harus di akademi? Zielle semakin pusing memikirkannya. Semoga saja bayangan memberinya jawaban yang sesuai.

Setelah kepergian dua Vampir yang menghilang begitu saja dalam kabut, Zielle kembali ke bentuk semula karena tidak ingin menghabiskan energi lagi. Menggunakan kekuatan itu cukup menggunakan banyak energi karena belum terbiasa. Itu hanya akan membuat kondisinya tambah buruk.

Zielle berjalan menjauhi hutan dengan langkah gontai setelah melilitkan jubah ke bagian luka. Dia bahkan tidak menemukan hewan apa pun agar dapat mempercepat regenerasi. Zielle menjadi sangat lemah dengan darah yang terus keluar dari perutnya. Bahkan wajahnya telah pucat seperti mayat.

Sampai di akademi, ia sebisa mungkin bersikap biasa dengan wajah datar. Untungnya langit sudah terang, akademi sepi karena murid-murid sudah tidur. Zielle bisa bebas pergi ke asrama.

Zielle jalan terburu-buru menaiki tangga setinggi 18 lantai berusaha menahan rasa sakit berlebih. Dia tidak bisa lagi menjadi bayangan karena energi yang terkuras ditambah dalam keadaan terluka parah.

Berjalan dengan cepat sambil memikirkan apa yang harus dia lakukan nanti. Mengobati luka, minum darah, dan tidur agar besok tidak ada yang curiga.

Bukk

Zielle nyaris saja jatuh saking lemahnya karena menabrak sesuatu, tubuhnya juga tambah sakit dan kakinya semakin lemas. Ingin sekali Zielle berteriak kesakitan, tapi dia harus menahan itu semua.

"Ada apa denganmu?"

Suara itu membuat Zielle membeku ketika mengenalnya. Ia melihat ke atas yang merupakan sesuatu yang dia tabrak tadi. Itu adalah Vince dan telah berhasil membuat Zielle merasa ditusuk ribuan pisau. Ia merasa sial sekarang.

"Kau bertarung?" Vince menebak karena telah mencium bau darah yang menurutnya aneh. Dia tidak bisa mendeskripsikannya karena darah itu terlalu berbeda dari biasanya.

"Bukan urusanmu." Zielle bicara ketus dan pergi begitu saja mengabaikannya. Vince tidak menahan, dia hanya diam tenggelam dalam pikiran sendiri. Kemudian menoleh ke arah Zielle yang masih berjalan dengan langkah gontai. Matanya penuh pertanyaan.

Setelah sampai di asrama, Zielle langsung mengambil kotak P3K dan membuka setengah pakaiannya. Ia mendesis kesakitan ketika membuka pakaian dan melihat luka dalam di bagian perut. Lengannya juga memiliki luka goresan yang cukup dalam. Sedangkan lehernya sudah tidak berdarah karena goresan tidak terlalu dalam.

Cklek

Zielle tersentak kaget menyadari pintu depan terbuka. Tampak Artemis yang baru pulang dan melihat Zielle terluka dengan pandangan kosong.

Zielle mengabaikannya dan kembali fokus pada luka. Dia pikir Artemis sudah tahu apa yang harus dilakukan, merahasiakannya.

Tak di sangka, Artemis meletakkan segelas darah ke meja. Sesuatu yang baru, membuat Zielle agak heran ketika melihatnya.

"Ini—"

"Jangan banyak tanya. Besok ada kelas bertarung, kau tidak boleh terluka seperti itu." Dia bicara acuh tak acuh lalu masuk ke kamar begitu saja.

Lama terdiam memikirkannya, Zielle menoleh ke arah kamar Artemis dan berteriak, "Terima kasih!"

Zielle meraih gelas berisikan darah dan meneguknya. Selagi menghabiskan darah rusa di gelas, dia merasakan semua lukanya sedikit gatal tanda menyembuhan. Perut yang tadinya penuh darah sayatan dan mengelupas, menjadi pulih begitu juga tangan yang kembali normal tanpa bekas.

Zielle menghela napas lega. Akhirnya bekas pertarungannya hilang semua kecuali baju yang terkoyak dan darah yang tersisa. Zielle senang dirinya bisa diselamatkan.

Tentang Vampir tadi, dia akan tahu rahasianya nanti.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!