Chapter 18 : Vampire's Party

"Kau mau berdansa denganku?"

Zielle terdiam seribu kata. Dia tidak percaya ini sungguhan. Bagaimana Vince bisa menawarkannya untuk berdansa begitu saja pada musuhnya?

"Jangan kegeeran, kau tidak melihat vampir di belakangku?"

Zielle melirik ke arah pintu kaca tersebut dimana terdapat dua raja yang memperhatikan. Zielle mengerutkan dahi, dua raja itu terlalu berharap lebih. Pantas saja Vince tidak berdaya.

"Kau hanya punya dua pilihan, terima dan terima," katanya.

"Itu satu, kau salah makan apa?" Zielle menyahut tak kalah sinis. Namun, tidak ada sahutan dari Vince seakan ucapannya hanya angin lalu. Itu tidak masalah karena Zielle hanya berkata omong kosong untuk melawan. Anggap saja Vince mengalah.

Melihat tangannya yang masih dijulurkan, Zielle tersenyum lebar dan menatapnya dengan tatapan nakal. Otaknya mulai berputar untuk melakukan balas dendam atas apa yang dia lakukan tadi sehingga membuat Zielle seperti anak hilang.

Zielle menyambut tangannya disertai senyuman jahil. Zielle baru tahu kalau lengan Vince cukup besar dan ... hangat. Zielle mempertahankan ekspresinya. "Jangan salahkan aku jika mempermalukanmu."

"Aku tahu."

Zielle semakin memperlebar senyuman, berbeda dengan Vince yang tetap datar seperti triplek.

Mereka berjalan bersamaan ke lantai dansa, bergandengan tangan dengan formal sampai tiba di tengah lantai dansa sebagai pusat. Itu yang harus dilakukan sebagai tuan rumah yang akan berdansa.

Musik klasik beralun dari pemain musik andal yang disewa khusus Kerajaan. Mereka berdansa Waltz, menyatukan salah satu tangan sedangkan tangan lainnya di bagian lain seperti bahu untuk wanita dan pinggang untuk pria. Musiknya membuat suasana menjadi rileks.

Saat ini hanya Vince dan Zielle yang berdansa. Mereka menjadi pusat perhatian hingga menyebabkan kegugupan menghantui Zielle, padahal dia berniat balas dendam pada pasangan dansanya. Irisnya tetap tenang, begitu juga Vince yang tidak lagi tajam demi menampilkan performance 'terbaik' di depan umum.

Zielle akan memulainya sekarang ....

Dengan senyum yang terulas sempurna, Zielle dengan sengaja menginjak kaki Vince. Zielle tersenyum mengejek ketika melihat Vince merubah raut wajahnya. Seharusnya dia sudah menduga itu.

Dua kali Zielle menginjak kaki Vince, pria itu tetap tidak melakukan apapun dan tetap berdansa dengan normal.

Untuk ketiga kalinya, Zielle menginjaknya lagi, namun tiba-tiba Vince mengangkat tubuhnya menyebabkan roknya berkibar dan kakinya terangkat.

Semua orang terpana melihatnya bagai melihat pasangan serasi yang romantis.

Sedangkan Zielle tersentak kaget tanpa bisa melakukan apapun dan melihat Vince menatapnya dengan cara mengejek. Emosinya penuh saat ini.

"Kau melakukan kesalahan," bisik Vince.

Zielle tidak menanggapinya. Dia tetap ingin balas dendam dan mempermalukannya. Dengan langkah kesal Zielle ingin menginjak kaki Vince lagi, namun kaki Vince bergerak ke arah lain sehingga Zielle nyaris terjungkal jika tidak ditahan Vince. Zielle melayang di udara dengan tangan Vince yang melingkari pinggangnya.

"Kau ingin balas dendam? Tidak semudah itu." Vince tersenyum miring dan menarik kembali Zielle kemudian melanjutkan dansa.

Baiklah, sepertinya Zielle yang terkena karma disini. Dia berniat balas dendam, tapi dia juga yang terkena senjata makan tuan. Sudah dua kali, dia tidak boleh salah lagi.

Baru saja ingin menjebak kaki Vince agar Vince jatuh, tubuh Zielle terasa terdorong dan berputar hingga kepalanya pusing kemudian Vince menariknya lagi. Vince benar-benar telah mengerjainya! Zielle merasa seperti boneka!

"Kau menjadikanku boneka?" Zielle sedikit menekankan kata-katanya.

"Kau menjadikanku pijakanmu." Vince tidak mau kalah kemudian mengangkat Zielle sekali lagi. Zielle ingin teriak sekarang!

Di samping itu, dua Raja dan Ratu sudah tersenyum melihat betapa 'romantis' anak mereka. Mereka tersenyum puas menikmati pertunjukan langka ini.

"Bukankah mereka sangat cocok?" Ratu Guinevere tersenyum bahagia.

"Andai Ratu Sirena melihatnya, dia akan sangat bahagia." Raja Xanthus berandai-andai mengingat mendiang istrinya.

"Aku tahu. Ratu Sirena selalu ingin yang terbaik untuk Vince." Ratu Guinevere tersenyum memikirkannya. Dia dan Ratu Sirena memang merupakan teman sejak di akademi.

"Kau sudah menemukan penyebab kematian Ratu Sirena?" Raja Filemon bertanya.

"Sampai saat ini belum. Mereka menggunakan manusia sebagai alat untuk membunuh Ratu. Sayangnya Vince tidak tahu dan membenci manusia karena hal itu. Aku harap, Zielle dapat membuat kebencian Vince berakhir."

"Aku harap begitu." Raja Filemon menyetujuinya dan kembali melihat penampilan putri tunggalnya yang tampak sangat jahil. Tentu dia tahu Zielle tidak bisa dansa karena kakinya pernah jadi korban. Namun kali ini, Zielle tampak sengaja membuat kesalahan.

Setelah musik selesai, dansa berakhir. Semua orang bertepuk tangan dengan meriah. Tentu kecuali para perempuan yang cinta mati dengan Vince sampai menunjukkan wajah cemberutnya yang nyata. Itu sangat terlihat di mata Zielle sampai ingin tertawa.

"Blue, sepertinya akan ada yang menyerangku selain Violet." Zielle bicara dengan nada mengejek.

"Bukan urusanku."

Zielle meninju lengan Vince dengan kesal. "Kau seharusnya mengurus fans yang tidak bisa diatur itu. Dasar tidak bertanggung jawab!"

Zielle membuang muka karena kesal sedangkan Vince sebagai pria hanya bisa menjadi serba salah. Tidak di akademi, tidak di rumah semua sama saja. Sekarang ditambah kehadiran Zielle akan membuat hidupnya tambah rumit.

Pesta masih berlangsung. Zielle sibuk memakan cemilan dengan tenang sendirian. Entah kemana Vany dan Edden, padahal Zielle sudah menunggu lama sejak Vince meninggalkannya sendiri di kerumunan tadi. Orang tuanya juga sibuk dengan Ayah Vince.

"Selalu saja seperti ini!" Zielle berkata dengan kesal sambil membuang-buang kertas yang disobek menjadi kecil sejak tadi. Selain makan, dia juga menyobek kertas kecil-kecil saking bosannya.

Zielle beranjak dari kursi kemudian hendak pergi mencari Vany dan Edden. Emosinya tidak stabil hingga mudah marah, sudah gagal balas dendam sendirian pula. Harinya sial.

Di tengah jalan, Zielle dipertemukan oleh seseorang yang tidak penting. Itu adalah Putri dari Marquis yang tidak Zielle kenal. Sepertinya gadis ini sangat terkenal tapi Zielle tidak mengingatnya. Zielle hanya ingat bahwa gadis ini telah memasang wajah cemberut di akhir dansa tadi. Dia hanya ingat itu, kembaran Violet mungkin.

"Tuan Putri, saya belum sempat menyapa tadi," katanya dengan sopan sambil menunduk disertai senyum. "Saya adalah Thalia Robinson. Putri dari Marquis Robinson. Senang bisa berkenalan dengan Putri Zielle."

"Enn ...." sahut Zielle tersenyum canggung. Dia malas bertemu dengan seseorang yang berwajah dua. "Aku sedang mencari seseorang, nikmatilah pestanya."

"Kalau boleh tahu, siapa yang Putri cari? Di sini ada banyak gadis bangsawan, Putri bisa berkenalan. Aku bisa membantu."

Zielle menggeleng lemah. "Tidak perlu repot-repot. Aku hanya mencari pelayanku saja, kamu nikmatilah pesta dengan teman-temanmu. Aku permisi."

Zielle melaluinya begitu saja, namun tiba-tiba Thalia jatuh begitu saja seakan telah terdorong oleh Zielle.

Padahal Zielle tidak merasa mendorongnya.

"Aww, Putri apa salahku?"

Zielle termenung menatapnya. Dia melihat orang-orang menatapnya dan merasa emosinya mulai naik. Jadi begini, kenapa gadis ini menggunakan cara rendahan untuk menjatuhkan harga dirinya? Dia pikir Zielle bodoh karena terlihat tidak bisa dansa?

Zielle memasang senyum lebar yang mengerikan. Dia berjongkok di sebelah Thalia yang mengaduh kesakitan memegangi kakinya. "Sakit, ya? Apa perlu bantuan? Kalau lagi sakit, jangan ikut ke pesta. Aku dengar kamu habis jatuh tadi, seharusnya istirahat saja di rumah."

Thalia menatap Zielle tajam. "Kau—"

"Aku benar, 'kan? Lebih baik kamu istirahat di rumah dengan tenang agar hal ini tidak terjadi," sela Zielle disertai senyuman manis. "Aku bisa memerintahkan pengawal untuk mengirimmu kembali ke kediaman dengan selamat dan membawakan dokter untukmu. Kamu pasti belum minum darah sehingga regenerasi melambat. Jika dibiarkan, akan berakibat fatal."

Thalia sangat ingin menyangkalnya dan mengatakan hal yang tidak-tidak tapi Zielle langsung menyerobot tidak membiarkannya bicara omong kosong.

"Pengawal, Nona Robinson mengalami cedera sejak datang ke pesta. Bisakah kalian membawanya kembali ke kediaman dan memanggil dokter? Ini perintah dariku."

"Baik, Putri Mahkota." Mereka langsung berkumpul hendak membawa Thalia.

"Tidak! Ini ...." Thalia menatap Zielle dengan tatapan kesal sedangkan Zielle hanya melambaikan tangan dengan senyuman manis. Siapa suruh menyinggung Zielle yang sedang kesal?

Thalia sama sekali tidak bisa melawan. Tubuhnya diangkat begitu saja seperti orang sakit apalagi dia tidak bisa berhenti berpura-pura sekarang. Dia ingin teriak, tapi tidak bisa mengingat reputasinya yang akan hancur. Dia hanya bisa menurut dan pergi dari pesta. Zielle telah mengusirnya secara tidak langsung.

Zielle menghela napas. Banyak yang terbinar melihatnya namun Zielle tidak peduli. Untung saja bayangan memberitahunya bahwa Thalia mengalami cedera sebelum datang ke pesta. Zielle bisa memanfaatkannya. Toh, Zielle tidak sepenuhnya berbohong.

Zielle merasa telah melakukan sesuatu yang besar. Dia akhirnya bisa lega menyingkirkan hama yang menghalangi pandangannya. Dia bisa tenang mencari Vany dan Edden.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Malam berikutnya setelah Pesta Pertunangan, Zielle mendapat undangan pesta kelas atas para Vampir bangsawan wanita di Nycterida. Mereka mengundangnya secara khusus sebagai Putri Mahkota yang akan menjadi Ratu Nycterida secara resmi.

Sejujurnya Zielle malas, tapi ketika ia berunding dengan Ratu Guinevere, Sang Ratu justru menganjurkannya untuk ikut dalam pesta antara para wanita. Tentu, Ratu tidak membiarkannya tanpa alasan jelas. Karena Zielle akan tinggal di Kerajaan Nycterida dan akan menjadi Ratu di masa depan, ia harus bisa menarik para bangsawan ke sisinya untuk memberi dukungan.

Namun, Ratu juga mengingatkan Zielle untuk memperkuat mentalnya sendiri karena Ratu tidak bisa ikut. Entah bagaimana maksudnya, Zielle pikir itu hanya pertemuan antar bangsawan biasa seperti dalam film.

Zielle pergi bersama Vany dan Kepala Pelayan ke pesta yang diadakan di Great Hall. Aula itu biasa digunakan untuk berpesta bagi kalangan bangsawan, entah pesta apa yang dimaksud mengingat semua makhluk di sini adalah 'Vampir'. Meskipun Zielle terbiasa, ia tetap tidak nyaman sekarang.

Pintu ganda aula terbuka lebar. Zielle dengan penampilannya yang elegan dengan gaun hitam selutut yang pas di tubuhnya memasuki ruangan. Pada saat itu, aroma berbagai macam darah masuk ke hidungnya sehingga ia terpaksa menahan napas dan menghentikan langkah.

"Tuan Putri, apa terjadi sesuatu?" Kepala Pelayan di sisinya bertanya-tanya mengapa Zielle tiba-tiba berhenti. Sedangkan Vany menjadi resah setelah mengetahui ketidaknyamanan Zielle.

Zielle menggeleng pelan dan melanjutkan jalan. Aroma darah manusia tercium begitu pekat membuatnya merinding. Masalahnya, darah manusia kali ini berbeda dari darah manusia yang disediakan akademi dalam bentuk kantung darah. Itulah yang membuat Zielle benar-benar gelisah memikirkan apa yang akan terjadi bila apa yang ia pikirkan menjadi kenyataan.

Dan tepat ketika ia sampai di ruangan berikutnya, apa yang ia pikirkan benar-benar menjadi kenyataan. Beberapa manusia dihipnotis dan dijadikan 'wadah' secara langsung. Manusia itu tidak menunjukkan ketakutan, justru secara sukarela memberi makan para wanita vampir melalui nadi tangan.

Cara Vampir menunjukkan kekayaan mereka adalah dengan meminum darah manusia langsung dari nadi, karena manusia adalah hal yang cukup jarang di Otherworld sehingga hanya kalangan atas yang dapat menikmatinya.

"Putri Mahkota telah tiba!"

Penjaga mengumumkan membuat Zielle kembali dari lamunan dan melihat banyak pasang mata melihatnya. Ia sempat menghentikan langkah di depan pintu, apalagi ketika melihat para manusia dengan lengan berdarah juga melihatnya. Zielle tidak tahu harus mengekspresikannya bagaimana.

"Salam untuk Putri Mahkota." Mereka memberi salam masing-masing termasuk para manusia. Zielle tersadar dari keterkejutannya dan mengangguk pelan menerima salam mereka.

Zielle masuk ke dalam diikuti oleh Vany yang membuntuti sedangkan Kepala Pelayan berdiri di depan pintu seolah tidak melihat apa pun. Zielle tertekan saat ini, ia berjalan melihat para bangsawan itu melihatnya.

"Tuan Putri, Anda terlihat cantik. Terima kasih sudah datang di pesta kecil ini," kata salah satu bangsawan menyadari betapa gugup Zielle.

"Mari kita lihat," seru salah satu dari mereka yang mengenakan gaun merah menghampiri Zielle dan memutar tubuh Zielle melihat gaun polosnya dengan teliti. Ia pun tersenyum menatap Zielle membuat gadis itu tegang setengah mati. "Apa kamu yang memilih gaunnya?"

Zielle merasa canggung seraya mengangguk pelan. Ia tidak perlu berbohong. Selain Vany, tidak ada yang bisa dipercaya sehingga ia hanya bisa memilih pakaian sendiri.

Wanita itu tersenyum semakin lebar. "Selera yang bagus. Dengan postur dan bentuk tubuhmu, pakaian polos adalah pilhan tepat. Tidak terlalu mewah, tidak mencolok, namun elegan dan dewasa. Andai aku pria, aku akan jatuh cinta padamu. Pangeran sangat beruntung."

Beruntung? Zielle pikir itu bencana bagi kedua belah pihak. Ia pikir benar-benar tidak akan cocok berada di sini sehingga hanya bisa tersenyum canggung dan mengiyakan setengah hati.

Mereka menggiring Zielle duduk. Mereka pikir Zielle pintar dalam hal busana sehingga membuat mereka tertarik. Ayolah, pakaian yang ia pakai selalu asal pilih. Meskipun Zielle telah mengatakan kejujuran, mereka sudah pasti hanya menganggap bahwa Zielle sedang merendah.

Wanita bergaun merah yang membawa sekaligus mengundang Zielle sebelumnya bernama Ainsley Rodriguez, merupakan Duchess Rodriguez yang disegani dan memiliki penilaian tinggi. Jika ia menilai Zielle begitu tinggi seperti sebelumnya, semua orang tentu percaya dan langsung mengikutinya.

Para wanita ini begitu bersemangat bicara bergantian sehingga Zielle merasa sedang berhadapan dengan ribuan Cynthia. Ada yang promosi, ceramah, menilai, bergosip, dan lainnya sehingga Zielle merasa telinganya berdengung. Apalagi bisikan para bayangan yang lagi-lagi mengganggunya.

"Putri, apa kamu tidak haus? Ada banyak darah di sini, kamu bisa memilihnya," kata salah satu dari mereka yang memiliki rambut pirang.

Zielle diam beberapa saat melihat beberapa gelas berisi cairan merah dengan aroma menggiurkan di meja. Ia sudah tidak nyaman sejak tadi serta aroma yang terus tercium, tapi wanita itu malah mendekatkan gelas berisikan cairan merah itu ke hadapan Zielle seolah memancingnya.

Zielle memang telah terbiasa akan darah, tapi ia tidak terbiasa jika ada darah manusia sebanyak itu dalam keadaan terbuka. Apalagi ada beberapa manusia yang lengannya berdarah hingga aroma darah itu semakin terasa membuat tenggorokkannya mengering. Lagi-lagi Zielle merasakan hal yang sama seperti ketika melihat Jack dan Vega meminum darah manusia saat itu.

Kemudian pandangan Zielle terarah pada para Manusia yang berbaris. Ia mengepalkan tangan, mengalihkan pandangan berusaha menahan insting Vampirnya.

Melihat Zielle yang malu-malu di mata para Vampir itu, Ainsley berdiri dan memanggil seseorang. Ia membawa seorang pria manusia yang terlihat masih cukup muda. Ia terlihat sudah terbiasa akan para Vampir yang menjadikan kaumnya makanan sehingga hanya diam ketika dibawa tanpa hipnotis.

"Putri Zielle, aku membawakan hadiah untukmu. Tidak mungkin kamu meminum darah dari 'wadah' yang sudah kami ambil, jadi aku membawakannya khusus untukmu. Usianya 15 tahun, masih hangat dan manis."

Para Vampir melihat pemuda itu seolah ia adalah makanan enak. Selain golongan darah, Vampir juga mencari 'wadah' makanan berdasarkan usia. Usia anak-anak sampai remaja adalah yang terbaik dan manis, sedangkan dewasa lebih matang dan lebih banyak.

Seperti menggambarkan daging yang dimasak. Daging yang sudah tua akan memiliki rasa lebih matang sehingga agak keras dan lebih banyak.

Zielle paham akan hal itu, tapi ia sama sekali tidak pernah perduli apa yang ia makan. Ia bahkan tidak lagi minum darah manusia selama beberapa bulan terakhir. Sekarang dihadapkan dengan hal ini, ia lagi-lagi merasa tersiksa.

***

"Di mana Zielle?" tanya Vince ketika Kennedy—ajudannya—datang ke ruangan membawakan berkas. Meski Vince masih sekolah, ia tetap mengurusi masalah kerajaan.

"Saya baru saja melihatnya pergi ke Great Hall. Saya dengar para bangsawan wanita mengadakan pesta di sana."

"Pesta? Zielle ikut pesta?" Vince mengerutkan kening. Ia tahu persis pesta macam apa yang dibuat para bangsawan sehingga selalu menolak ajakan mereka.

Seharusnya ia memperingati hal ini pada Zielle sebelumnya. Berdasarkan sifat Zielle, apalagi ia telah hidup sebagai manusia dalam waktu lama, akan sulit menerima perlakuan para bangsawan yang menurutnya sangat gila.

Vince menutup perkamen di tangannya dan beranjak dari kursi. Firasatnya buruk dan merasa harus menyelesaikannya sekarang atau akan ada hal buruk nantinya. Kennedy mengikuti tanpa banyak tanya sedangkan Vince melesat pergi ke Great Hall lebih cepat.

Di samping itu, Zielle terdiam melihat pemuda di depannya yang terlihat sangat kurus. Ia tidak bisa melakukan ini. Ia takut, jika melakukannya, maka ia sama saja seperti para Vampir mengerikan yang pernah dilihatnya.

"Lebih baik aku minum dari gelas." Zielle mengambil gelas yang tersisa di meja.

"Putri Zielle, aku telah memilihkan 'wadah' terbaik untuk Putri."

"Kau menyebutnya 'wadah'?" Zielle mengerutkan kening.

"Apa Putri tidak pernah minum darah manusia secara langsung?" tanya Vampir lainnya.

"Aku minum darah hewan." Zielle terus terang.

"Sayang sekali, tapi tidak mungkin kamu tidak pernah merasakannya meski hanya sekali. Anggap, ini adalah tantangan. Putri harus menerima tantangan ini," seru Vampir lain di sisi Ainsley.

Zielle ingin menolak, namun mereka terus mendesaknya untuk mencoba hal baru. Sayangnya hal baru ini begitu mengerikan dan melanggar prinsip Zielle. Zielle ingin pergi, namun ia juga tidak bisa melakukannya karena instingnya mulai tidak terkendali.

Mereka terus mencoba membuat Zielle semangat seperti menyemangati seseorang yang akan melakukan tantangan berat. Bahkan diantara mereka mulai bersulang dan menggigit tangan manusia di sisi mereka.

Zielle tidak bisa menahan instingnya lagi. Ia menatap pemuda di depannya yang masih setia berdiri. Zielle tidak tahu harus bagaimana dan akan sangat merasa bersalah. Tapi semakin lama berada di sini, ia semakin gila sehingga emosinya tidak stabil.

"Maaf," lirihnya sambil mengepalkan tinju. Ia menarik lengan pemuda itu dan menembus kulitnya hingga aliran menyegarkan masuk menelusuri kerongkongannya.

Hanya dalam satu tetesan darah dari nadi manusia, iris Zielle yang awalnya merah menjadi hitam disertai wajah pucat sambil menghisap darah lebih banyak disertai emosi yang meningkat menyebabkan pemuda itu pucat seketika. Ia tahu akhirnya akan seperti ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!