"Bocah, jangan mencari masalah jika masih ingin hidup!"
Cynthia berdecak sebal. "Oh ayolah, aku hanya sedang jalan-jalan. Bisakah kalian tidak menindas putri kecil ini? Kau Darren, akan aku adukan pada Artemis karena telah memanggilku bocah!"
"Apa urusannya dengan Lumut itu?" balasnya sarkas.
Perdebatan terjadi secara beruntun antara mereka, kecuali Zielle yang masih dalam keadaan shock. Perhatian Zielle teralih menyadari sisa pria yang hanya diam, tenang tanpa gangguan. Tatapannya tidak bersahabat dan tanpa ekspresi seakan dia hanyalah patung.
Zielle semakin penasaran. Vampir dingin itu tampak tidak memperhatikan apa pun. Bahkan bayangannya sama sekali tidak bicara. Bayangan dan pemilik sama-sama dingin sehingga membuat Zielle mendengus karena tidak bisa mengetahui tentangnya lebih lanjut.
Tiba-tiba pandangan Vampir itu terarah pada Zielle dengan sorot tajam dan dingin, mengerikan lebih tepatnya. Zielle bukanya menghindari kontak mata, malah menyipitkan matanya merasa pria itu sedang memusuhinya. Pandangan yang tidak mengenakan.
Ketika Zielle mengalihkan perhatian karena malas, Vampir itu masih menatap Zielle dengan sorot yang sama. Hanya saja, keningnya sedikit berkerut entah apa yang dia pikirkan. Tatapan tidak bersahabat itu membuat Zielle tidak nyaman.
"Eugenie, perkenalkan mereka Calixto dan Darren." Cynthia membuyarkan lamunan Zielle dengan mengenalkan teman-temannya. Debat mereka telah usai ketika merasakan aura tidak menyenangkan keluar dari teman mereka.
"Bagaimana kamu menemukannya secepat ini?" Calix bertanya pada Cynthia.
"Hei, kau meragukan penciumanku?" Cynthia menyahuti dengan ketus.
"Senang bertemu denganmu." Darren menjulurkan tangannya pada Zielle.
Zielle menyambut tangannya dan mengangguk pelan disertai senyuman canggung. Zielle tidak mengerti apa yang baru saja dibahas para Vampir ini. Satu lagi ... ia masih sulit mencerna bahwa dirinya bertemu dengan beberapa Vampir murni yang lebih bersahabat dari Vampir terakhir kali ia temui.
"Kau lihat di sana?" Calix menunjuk ke arah Vampir dingin tadi. "Dia adalah the wall prince, haha ...."
Sebuah batu melesat dengan cepat tanpa peringatan sehingga tepat mengenai tengkuk Calixto. Pemiliknya merintih dan menoleh pada pelaku yang tidak lain Vampir dingin yang memasang wajah tidak bersalah.
Zielle tidak tahu apa yang terjadi. Semua berlalu begitu cepat sehingga dia tidak menyadari apa yang terjadi pada Calixto.
"Vince, kau jahat sekali!" keluhnya sambil mengusap-usap tengkuknya yang sakit.
Pria yang ternyata dipanggil Vince itu hanya mengedikkan bahu acuh tak acuh. Pantas dibilang wall prince.
"Sudah tahu Lewellyn tidak suka diusik, kau malah mengusiknya." Cynthia mengejek sambil menjulurkan lidah. Sedangkan yang diejek menggerutu tidak jelas dengan wajah menjengkelkan.
"Eugenie, ada hal yang ingin kami sampaikan padamu." Akhirnya Cynthia bicara serius setelah sekian lama. Pandangan Zielle tentu teralih padanya dengan rasa penasaran. "Jadi, kami diutus McGraw, Kepala Akademi, untuk mencari keberadaanmu. Sebenarnya hanya aku dan Calix saja yang diperintahkan, tapi karena kami adalah empat serangkai maka kami pergi ke Dunia Manusia bersama. Bagaimana? Kamu ingin ikut kami ke tempat kelahiranmu?"
Zielle mengerutkan kening. "Tempat kelahiran?"
"Otherworld!"
"Otherworld?" Zielle semakin mengerutkan dahi.
"Lebih tepatnya, Vampland."
"Vampland?" Zielle semakin bingung dengan dua kata yang disebutkan Cynthia. Masalahnya dua kata itu tidak pernah dia dengar.
Cynthia menghela napas kasar. "Otherworld, dunia di mana makhluk immortal hidup dan berkembang. Sedangkan Vampland adalah salah satu wilayah di Otherworld di mana para Vampir berkuasa dan terdiri dari beberapa kerajaan. Vampir tidak bisa bersatu dengan makhluk lainnya seperti peri, elf, penyihir, dan lain-lain. Tapi tetap bisa bertransaksi dengan syarat tertentu. Itu terjadi karena Vampir merupakan penghisap darah dan tidak bisa hidup tanpa darah makhluk lain. Jika kamu ingin tahu lebih lanjut, kau bisa mempelajarinya di akademi."
Zielle mematung, lagi-lagi pikirannya berputar mencerna semuanya tetapi tidak berhasil. Ini terlalu mendadak. Gadis itu tidak menyangka akan berurusan dengan hal seperti ini.
Kemudian Zielle teringat telepon kemarin yang mengatakan seseorang akan datang di malam hari. Zielle mulai berpikir, mungkin salah satu dari mereka yang menelpon. Tetapi dari percakapan mereka tadi sedikit menyimpang dari penelepon kemarin. Zielle mulai ragu.
"Apa kalian yang meneleponku?" tanya Zielle memastikan keraguan.
Mereka saling tatap sejenak, kemudian Cynthia bicara, "Kami bahkan baru bertemu denganmu. Tidak ada informasi lain selain ditemukan Vampir murni di Dunia Manusia. Itu sebabnya kami datang, tapi ternyata Dunia Manusia sedang terjebak masalah Vampir."
Zielle menyerinyit. "Tunggu, kalian tidak tahu sebelumnya kalau sudah setahun lebih Vampir berkeliaran?"
Mereka—kecuali Vince—menggeleng bergantian. Zielle tidak habis pikir. Bagaimana kasus Vampir di Dunia Manusia tidak diselesaikan dengan kaumnya sendiri?
"Mungkin para petinggi mengetahuinya. Masalahnya, kami hanya murid dari sebuah akademi yang dipercaya memasuki Dunia Manusia." Calixto menjelaskan.
"Biasanya hanya kerajaan saja yang tahu. Aku sudah cukup lama tidak tinggal di kerajaan dan menghabiskan waktu di akademi. Akademi adalah tempat belajar, bukan mengurusi masalah kriminal apalagi hal bersangkutan dengan Dunia Manusia." Cynthia melanjutkan tak acuh.
"Kasusnya memang tidak disebarkan sampai akademi. Aku bahkan terkejut melihat ada gerombolan Vampir menyerang ketika baru keluar portal semalam. Untung saja Vince bisa menanganinya." Darren ikut melanjutkan sambil melirik Vince yang masih diam.
"Mungkin dia merasa terbebani bersama kita di sini. Kau tahu? Hanya dia yang melawan sedangkan yang lainnya menonton." Cynthia berbisik sangat pelan dan nyaris tertawa.
Dia ingat ketika menginjakkan kaki ke dunia manusia melalui portal yang dibuat penyihir. Saat itu juga mereka sampai di dekat gerombolan Vampir gila yang haus darah. Entah itu kebetulan atau memang sedang sial.
Awalnya keempatnya melawan. Namun lama-kelamaan ketiga dari mereka merasa Vince lebih baik dalam hal bertarung sehingga menyerahkan tugas tersebut pada Vince. Mau tidak mau, Vince sekuat tenaga menghabisi semuanya sedangkan teman-temannya menonton seperti menonton bioskop.
Ketika merasakan aura dingin dari punggung mereka, mereka langsung mengganti topik. "Anyway, kau bilang seseorang menelponmu? Kau tahu siapa itu?" Cynthia bertanya.
Zielle menggeleng lemah. "Dia mengatakan akan menemuiku pukul 9 malam."
"Kalau begitu, bagaimana jika kami mengunjungimu pukul 9 malam? Takutnya orang yang menelepon adalah Vampir Pemburu yang tinggal di sini. Kami adalah empat serangkai terbaik akademi. Sudah melawan banyak makhluk yang menyerang kota—"
"Katakan di mana rumahmu." Darren tiba-tiba menyambar kalimat yang ingin diucapkan Cynthia.
"Aku akan menuliskannya."
Zielle langsung mengambil kertas dan pena dari mobil kemudian menuliskan alamat rumahnya. Berharap Jack dan Vega tidak terkejut akan kedatangan empat Vampir berambut putih.
Setelah selesai menulis, Zielle langsung memberikannya pada mereka. Cynthia menerimanya dengan senang hati dan menyimpannya.
Cynthia tersenyum. "Terima kasih."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah pertemuan dengan empat Vampir Murni, Zielle pergi ke bank darah seperti yang sudah direncanakan.
Sebelumnya Calixto sempat mendinginkan darah beku yang baru saja dibeli menjadi lebih dingin agar tidak langsung mencair selama perjalanan. Calixto memiliki kekuatan es sebagai kekuatan utama.
Zielle memarkir mobil di tempat sepi sebelum akhirnya menutup kembali rambutnya dengan tudung jaket. Ini adalah kali pertama Zielle pergi ke suatu tempat dengan sembunyi-sembunyi lewat pintu belakang berdasarkan arahan bayangan seperti pencuri—dia memang ingin mencuri—dan beruntung CCTV sedang rusak.
ʟᴇᴡᴀᴛ ꜱɪɴɪ
Zielle memasuki lorong sepi. Itu adalah celah menuju tempat penyimpanan darah berada. Bayangan-bayangan membantu mencapai misi hingga akhirnya terlihat sebuah pintu besi yang terkunci. Mungkin itu tempatnya.
ᴀᴅᴀ ᴏʀᴀɴɢ
Spontan Zielle bersembunyi di balik dinding. Tampak seorang pria membawa troli yang di atasnya terdapat box yang biasa digunakan untuk menyimpan darah. Hari ini ada beberapa yang menyumbangkan darah. Berita itu sampai di telinga Zielle melalui bayangan.
Menunggu saat-saat tepat untuk menyergap staff itu, perlahan demi perlahan ia keluar dari persembunyian tanpa suara dan mendekati staff. Telapak tangannya menghantam leher kanan staff dengan keras sampai dibuat pingsan dan jatuh begitu saja ke lantai. Beruntung tidak ada yang lihat, jadi Zielle aman untuk saat ini. Sebenarnya Zielle kasihan, tapi dia tidak memiliki pilihan lain.
Staff tersebut diseret ke arah kursi yang digunakan untuk penjaga. Sekuat tenaga Zielle menariknya kemudian mendudukinya dengan susah payah ke atas kursi sehingga terlihat seperti orang ketiduran. Ini dilakukan agar tidak mengundang kepanikan massal.
Setelah selesai berurusan dengan staff, Zielle mendorong troli tersebut ke sudut ruangan kemudian mengambil box-nya pergi.
Aroma berbagai darah tercium ketika gadis itu membawa box sampai tiba di depan mobil. Zielle membuka kunci mobil kemudian masuk ke bagian setir dan meletakkan box di kursi sebelahnya. Dia merasa lelah sekarang.
Awalnya Zielle pikir akan ada banyak gangguan. Siapa sangka misi kali ini berjalan sangat mulus seakan sudah direncanakan dengan baik. Padahal Zielle merencanakannya secara dadakan.
Melirik box putih di kursi jok sebelah. Dia membukanya—entah dorongan dari mana—dan tampak beberapa kantung cairan merah yang masih tersegel rapi di dalam box.
Mengambil salah satunya yang bertuliskan AB+ dan memperhatikan dengan seksama. Ia mencoba membedakan tekstur darah manusia dengan darah hewan. Secara keseluruhan hampir sama, hanya saja aromanya yang membedakan. Jika dalam pelajaran sel darah di pelajaran biologi maka akan terlihat jelas perbedaannya.
Zielle tidak tahu bagaimana rasa darah manusia. Selama ini, dia hanya minum darah hewan, itu pun tidak menyadarinya dan tidak lagi minum darah. Zielle ragu-ragu akan mencobanya kali ini atau tidak. Menurutnya, darah AB tergolong langka dan memiliki rasa termanis di antara golongan lainnya. Semakin langka, semakin manis. Tanpa sengaja, Zielle meneguk saliva kasar.
Zielle menepis semua pikiran tentang darah manusia dan menggelengkan kepalanya cepat. Meletakkan kembali kantung darah tersebut dan menutupnya. Zielle tidak ingin minum darah untuk saat ini walau lehernya terasa kering seakan tidak pernah minum selama setahun. Efeknya mulai kambuh seperti ketika ia mengira dirinya takut darah.
Semakin lama menahan, semakin terasa kekeringannya. Taringnya memanjang layaknya Vampir tanpa disadari. Dia meremas setir dan menutup mata berusaha menahan rasa haus dan aroma yang terus keluar dari box. Rasanya terlalu sakit.
Zielle semakin tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Segala pandangannya merah dan napasnya tersengal. Selain pingsan, inilah efek yang terjadi ketika Zielle melihat darah apalagi darah tersebut tergolong manis yang berhasil menggodanya.
Tidak tahu dorongan dari mana, dia mengambil asal kantung darah kemudian membuka segelnya paksa dan meminumnya. Akal sehatnya telah hilang seketika menjadi Vampir yang tengah kehausan.
Kantung darah terus ditekan mengalirkan darah ke mulutnya hingga keluar dari sela-sela bibir mengalir ke leher. Dia benar-benar tampak seperti Vampir kehausan dengan segala nafsu akan darah yang membakar.
Dia menyedot habis cairan dalam kantung. Bibirnya penuh dengan darah seperti lipstick apalagi ketika melihat ke arah cermin. Dia langsung membersihkan sisa darah di wajah dan lehernya dengan tisu. Untung saja pakaiannya warna hitam, jadi noda darah tersamarkan walau tidak dengan baunya. Jika ada Vampir lain, mungkin akan ketahuan.
ᴀᴅᴀ ʏᴀɴɢ ᴅᴀᴛᴀɴɢ
Bayangan itu datang mengejutkan Zielle yang sedang membersihkan wajah. Dirinya mulai panik, takut akan ketahuan oleh pihak bank. Bisa repot jika tertangkap basah dan Zielle dituduh sebagai Vampir.
Zielle buru-buru menutup box darah dan menyalakan mobil bersiap kembali ke rumah. Baru saja menekan gas, dia dikejutkan oleh seseorang serba hitam didepan mobil membuatnya harus berhenti. Seseorang yang familiar dan pernah dicurigai bayangan sebagai Vampir. Atau dia memang Vampir, Antonio.
Zielle keluar dari mobil kemudian berjalan ke hadapannya. Tidak tahu apa yang ingin dia lakukan disini.
"Aku tidak tahu akan bertemu di sini, sangat kebetulan." Zielle bermaksud menyapanya dengan senyuman canggung.
"Sepertinya aku datang terlambat," katanya tenang.
"Terlambat?" Zielle bingung.
"Kau datang untuk mengambil persediaan, aku juga sama. Sayangnya kita tidak bisa mengambilnya bersama."
Zielle paham sekarang. Rupanya Antonio mengatakan tentang darah yang baru saja Zielle 'ambil'. Antonio memang Vampir, hanya saja Zielle terlambat mempercayainya.
"Benar, kau sedikit kurang cepat," kata Zielle mengangguk-angguk mengiyakan perkataannya. "Aku pergi dulu."
"Rambutmu lebih bagus dari sebelumnya. Juga matamu."
Zielle menghentikan langkah dan meliriknya. Pujian itu tidak menyentuhnya, apalagi mengingat bisikan bayangan kemarin tentang Antonio yang ingin mencelakainya. Dia harus waspada terhadap siapapun sekarang.
Sekilas mata Antonio menjadi merah lalu kembali cokelat. Perubahan itu membuat Zielle gelisah, dia tidak bisa bela diri dan harus dihadapkan bahaya. Tentu dia sudah tahu apa yang ingin dilakukan Antonio tanpa mengetahui alasannya.
Masalahnya, apa ada Vampir memburu sesama Vampir?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments