Chapter 11 : Academy Rank

Zielle mengambil napas panjang berusaha tenang dengan sosok ular besar di depannya. Menggenggam erat-erat pedang berusaha melepas rasa takut kemudian menatap tajam anaconda itu.

Itu masih anaconda, tidak tahu monster besar apa lagi yang akan dihadapi, seharusnya ini bukan apa-apa. Di buku tertulis anaconda hanya makhluk dunia manusia tertinggi, tapi bukan apa-apa dibandingkan ular seperti hydra atau sebagainya.

Zielle melompat ketika anaconda mulai menyerang. Ekor anacona sangat besar sehingga ketika melompat, dia terkena sambitan ekor hingga tubuhnya terlempar membentur pembatas.

Anaconda mulai menyerang lagi tanpa memberi Zielle napas. Zielle dapat melihat mulutnya yang membesar serta taring yang panjang seakan ingin melahapnya utuh-utuh. Ia spontan berguling menghindari serangan kemudian bangkit berdiri sedikit menjauh.

Anaconda itu mengejar dengan amarah bergebu-gebu sepanjang arena dan Zielle hanya menghindari berbagai serangannya. Tubuhnya sangat panjang sehingga pergerakan Zielle terbatas, berbeda ketika melawan orc.

Ketika anaconda mempercepat pengejaran, Zielle melompat ke atas kepalanya. Anaconda memberontak sehingga Zielle nyaris mabuk. Bahkan anaconda itu berguling seakan Zielle itu adalah hama yang mengganggunya.

Zielle tidak bisa melakukan apa pun selain berpegangan. Ketika anaconda menggunakan ekornya untuk menyerang, Zielle melepas pegangan dan mencoba membuat sayatan di kulitnya. Sialnya kulit anaconda lebih tebal dari perkiraan!

Karena tidak berhasil melukainya, Zielle mencoba menarget bagian paling tipis sehingga mudah dilukai.

Dia melompat, mencoba menyerang tapi anaconda menggunakan ekornya untuk melilit. Mau tidak mau, Zielle harus mundur melalui sela-sela tubuh anaconda. Dia tidak boleh terlilit atau dia akan mati dilahap saat itu juga. Siapa yang bisa menyelamatkan kalau begitu?

Zielle menggunakan tubuh anaconda yang melingkar sejak tadi untuk menjadi tumpuan menuju wajahnya. Anaconda melebarkan mulutnya sehingga kerongkongannya terlihat dengan jelas. Zielle menendang giginya kemudian menusuk salah satu matanya sebelum menjauh.

Anaconda memberontak antara marah dan sakit. Mata sebelahnya sudah tidak berfungsi membuatnya tambah liar dan mengelilingi arena dengan tubuh panjangnya. Arena penuh dengan tubuh anaconda yang seperti tali dan kapan saja akan melilit mangsanya jika lengah.

Zielle menghindari ekornya yang berusaha menghempas lagi. Namun ketika Zielle menghindar, taring panjang itu sudah tepat di depannya. Zielle menahannya dengan pedang hingga lagi-lagi terpojok di dinding pembatas. Ini terlalu berbahaya! Zielle tidak bisa menahannya lagi!

Pedang yang menahan anaconda mulai retak. Zielle tidak kuat menahannya lagi. Kapan saja pedang akan patah dan anaconda itu sudah melahap Zielle yang malang. Tanpa bayangan, Zielle tidak bisa mengalahkan anaconda seorang diri. Zielle masih pemula untuk menghadapi hal seperti ini.

Pedang patah dan jatuh. Dengan cepat ia menahan dua gigi besar anaconda dengan kedua tangannya. Dia tidak bisa bertahan lagi. Rasa nyeri terus menjalar dari tangan ke seluruh tubuh. Tangannya meneteskan cairan merah yang dalam yang menetes ke lantai.

Ia yakin ia akan kalah. Kakinya melemas dan tangannya kebas. Seluruh tubuhnya sakit karena tekanan hingga ia nyaris tidak memiliki tenaga menahan tekanan ular satu itu.

McGraw sudah bersiap melakukan penyelamatan terhadap Zielle yang sepertinya akan kalah saat itu juga. Namun ketika mengangkat bokongnya untuk pergi ke arah Zielle, dia menemukan sesuatu yang janggal yang membuatnya harus berhenti.

Dia memicingkan matanya. Melihat dengan jelas ke arah Zielle yang sudah memucat. Namun hal yang membuatnya terkejut adalah mata Zielle yang berubah menjadi hitam legam seperti Iblis. Terkejut? Tentu saja! Siapa yang tidak akan terkejut melihat pemandangan aneh seperti itu?

Dalam pandangan Zielle, segalanya menjadi gelap seperti ada gerhana dan bergerak sangat lambat seakan waktu diperlambat. Pandangannya dipenuhi aliran bayangan hitam di tiap sisi yang membuatnya merasa kalau itu bukan dirinya yang sesungguhnya.

Zielle mematahkan salah satu gigi ular seakan mematahkan ranting kemudian menusuk mata satunya yang masih berfungsi. Ia tampak tak berperasaan sekarang.

Anaconda itu menarik tubuhnya ke atas hingga tampak tinggi. Zielle hanya memperhatikan dengan bingung. Bagaimana dia bisa sekuat itu mematahkan taring sebesar itu?

Tidak tahu dorongan dari mana, Zielle mengeluarkan pedang panjang yang diberikan Raja Filemon sebelumnya. Pedang itu terbentuk dari bayangan yang keluar dari tangan seakan pedang ini terbuat dari bayangan, bahkan warnanya hitam legam dari atas sampai bawah juga sangat ringan dan nyaman ketika digenggam.

Itu adalah pedang leluhur yang dikhususkan untuk pengguna kekuatan bayangan. Leluhur Kerajaan Alonios, Raja Aldric adalah pengguna bayangan terkuat. Beliau membuat pedang ini menjadi khusus yang menyatu dengan bayangan. Selama ada bayangan, dia bisa mengeluarkan senjata keras ini tanpa diketahui orang lain dari mana datangnya.

Zielle melompat tinggi seakan tubuhnya tidak memiliki beban. Menebaskan pedang ke kepala monster itu sehingga mengalirkan darah merah segar. Sayang sekali, Zielle tidak suka darah ular.

Zielle menendang kepala anaconda dengan keras tanpa menunggu aba-aba karena di pandangannya semua melambat. Anaconda jatuh ke lantai yang bersimbah darah antara darah hijau dan merah. Ular tersebut menggeliat dan mengeluarkan suara keras namun Zielle tidak terpengaruh oleh suara keras itu.

Kembali menyerang anaconda itu, Zielle mebaskan pedang berkali-kali seakan telah kehilangan akal sehat. Zielle sendiri tidak tahu kenapa dia bisa tidak memiliki perasaan yang berbeda ketika melakukannya. Pandangannya gelap sehingga tidak terpengaruh oleh warna darah yang membuatnya mundur jika melihat secara normal.

Anaconda ingin menyerang balik, namun sudah terlambat. Zielle sudah menebaskan pedangnya untuk terakhir kali sehingga dua bagian anaconda terpisah menjadi dua. Itu semudah memotong kepala orc!

Darah anaconda keluar seperti air mancur ke pakaian dan wajah. Zielle benar-benar sudah mirip seperti monster. Di tambah dengan mata yang seperti iblis membuat semua orang bergidik ngeri melihatnya.

Perlahan demi perlahan, pandangan gelap berangsur membaik seperti semula. Waktu seakan kembali normal, pedangnya kembali menjadi bayangan dan lenyap. Zielle merasa sangat kelelahan sehingga tidak bisa berdiri. Dia berlutut sambil berusaha mengambil napas banyak-banyak dan menormalkan jantungnya. Pengalaman ini terlalu buruk!

Prok

Prok

Prok

Zielle mendongak, mendapati McGraw sudah membuka pembatas dan berdiri di hadapannya. Terlihat seperti melakukan teleportasi.

"Selamat, kamu lulus ujian dengan sempurna. Rata-rata, para murid menyerah melawan seekor anaconda sendirian sehingga mereka berakhir di klinik. Kamu yang kedua."

"Kedua?" Zielle sedikit terkejut karena selama ini tidak ada yang bisa lolos. Tapi ia tidak memikirkannya lagi, meskipun yang ketiga atau puluhan, dia tetap bersyukur pada kenyataan nyawanya masih ada serta anggota tubuhnya masih utuh.

Zielle berusaha berdiri tegak walau sulit selama proses regenerasi. McGraw sama sekali tidak membantu berdiri sehingga dia harus berdiri sendiri dengan susah payah.

"Aku sudah menentukan kelas mana yang akan kamu tempati. Setelah membersihkan diri dan menempati asrama, aku akan mengirimkan segala kebutuhan padamu."

"Aku ada di asrama mana?" Zielle bertanya setelah berhasil berdiri.

"Asrama 205. Di sana sudah ada dua murid yang menempati, kamu menjadi yang terakhir. Setelah membersihkan diri, ambil kuncinya di ruangan tata usaha."

"Baik."

McGraw pergi dari ruangan penuh darah ini. Zielle akhirnya dapat bernapas lega, dia sudah terlalu lelah untuk bertarung lagi. Ujian ini benar-benar bagaikan ujian hidup dan mati. Dia bersyukur tidak terbaring di rumah sakit seperti para murid yang dikatakan McGraw sebelumnya.

Selepas mengambil kunci asrama dari ruang tata usaha dan bersih-bersih, Zielle pergi ke lantai 15 untuk menuju kamar asrama barunya.

Gedung Akademi memiliki 20 lantai seperti Istana Alonios. Terdapat total ribuan ruangan yang digunakan untuk berbagai hal. Dari yang ramai sampai tidak pernah dikunjungi.

Vampir di tata usaha mengatakan bahwa, lokasi kamar 205 termasuk sepi karena merupakan wilayah para pangeran dan putri. Mereka sangat menjaga privasi sehingga tidak diperbolehkan berkeliaran sembarangan. Padahal tiap asrama kedap suara.

Setelah menaiki tingginya tangga menuju lantai 15, akhirnya sampai di depan dinding yang ditandai seperti ukiran bertuliskan '15th floor'. Zielle menghela napas lega, berpikir bisa istirahat apalagi sudah mau subuh. Vampir tata usaha bilang besok dia sudah bisa mulai belajar, jadi harus istirahat penuh untuk mengembalikan energi yang terkuras.

"ZIELLE!"

Zielle tersentak kaget mendengar teriakan dari lorong hingga seseorang memeluknya begitu saja. Bahkan beberapa murid sampai memandanginya dengan aneh sekaligus terkejut.

Seharusnya dapat dengan mudah tertebak siapa yang berani bertindak terang-terangan seperti itu di akademi ini. Bahkan gadis itu berani berteriak histeris di depan Raja dan Ratu Alonios.

"Kau kenapa?" Zielle heran.

"Akhirnya kamu datang ke akademi. Tiga bulan, Zielle! Aku pikir kau akan melupakanku." Dia bertindak histeris lagi seakan menemukan harta karun berharga. Heran saja kenapa gadis seperti Cynthia ditakuti. Padahal sifatnya seperti anak TK.

Melihat Zielle hanya diam saja seolah memikirkan sesuatu, Cynthia menjadi penasaran. "Kenapa kau melamun?"

"Aku hanya, masih tidak percaya kau ditakuti. Lihatlah pipi tembammu, seperti ini masih ditakuti?" Zielle menarik pipinya yang memang sedikit lebih tembam dari sebelumnya.

"Kau semakin kurus seperti tidak pernah makan," balasnya. Itu membuat Zielle bersedih mengingat Cloe yang melarangnya makan makanan manis dan terlalu banyak. Padahal dia sedang diet darah.

Zielle menghela napas kasar. "Seharusnya kau mengerti kehidupan istana."

"Benar. Sudahlah, kau sudah di sini harus makan yang banyak. Oh satu lagi, di kantin tersedia berbagai macam darah baik darah hewan maupun manusia. Kita hanya perlu memesan karena biayanya sudah ditanggung kerajaan."

"Aku tahu." Zielle melanjutkan perjalanan menuju asrama sedangkan Chyntia mengintilinya.

"Kau sedang mencari kamar asrama? Kamar asrama mana yang kau dapat?" tanya Cynthia.

"205, aku harap tidak terlalu jauh."

Cynthia tiba-tiba cerah, lebih cerah dari sebelumnya. "Kita satu asrama! Ayo, ikut aku!"

Dia menarik Zielle begitu saja secara tidak manusiawi. Pantas saja Calixto dan Darren tidak pernah akur dengannya walau mereka adalah teman, tapi teman rasa musuh.

Para murid yang melihat interaksi mereka cukup tercegang. Ini untuk pertama kalinya melihat Cynthia menampilkan sikap seperti itu selain dengan tiga temannya yang populer. Melihat senyum Cynthia saja membuat mereka bergidik ngeri mengingat kasus yang dibuat Cynthia dulu.

Mereka sampai di asrama, melihat pintu besar yang berukirkan 205 di salah satu pintu ganda. Cynthia membuka kedua pintu tersebut dan berdiri di depannya sambil merentangkan tangan. "Selamat datang, di Asrama ...."

Jadi ini gayanya. Dia tampak lebih kekanakan sekarang. Tapi Zielle senang bocah itu menyambutnya walau dengan keributan.

"Ayo masuk! Akan kutunjukan hal spesial di dalam." Dia menarik Zielle lagi dan pintu tertutup dengan sendirinya setelah mereka masuk.

Asrama ini begitu besar seperti ruang tengah istana. Bahkan Zielle sampai meragukan apa ini asrama atau bukan. Masalahnya, terlalu bagus untuk disebut sebagai asrama. Lampu gantung yang terang, rak buku, tv, perapian, dan lainnya yang tampak mewah. Padahal di buku tidak dikatakan bahwa asrama putri akan seperti ini.

"Zielle, ke sini!"

Zielle menghampirinya ke depan sebuah pintu. Cynthia membuka pintu, tampaklah sebuah perpustakaan kecil yang nyaman. Terdapat meja bangku yang terlihat nyaman seperti di istana. Jika dipikir, ini terlalu berlebihan.

"Bukankah ada perpustakaan akademi?" Zielle heran.

"Jangankan perpustakaan akademi, itu bukan apa-apa karena perpustakaan terlalu disaring. Kebanyakan beberapa hal yang terlalu sering diceritakan. Di sini berisi buku-buku langka, sejauh ini tidak ada yang berani memasukinya atau akan terkena hipnotisku. Kau adalah orang pertama yang memasukinya."

Zielle mengerutkan kening merasa sesuatu mengganjal. "Aku yang pertama? McGraw bilang ada dua murid di sini."

"Artemis? Haha, aku tidak seakrab itu dengannya. Sejujurnya, hanya kau dan tiga pria sialan itu yang berhasil membuatku bertingkah aneh seperti ini." Cynthia mengatakannya sambil cekikikan. Itu sebabnya para murid menatap mereka dengan pandangan aneh sebelumnya. Ia sangat menyukai ekspresi mereka.

"Tapi, kenapa aku yang pertama? Bukankah tiga temanmu itu juga seharusnya bisa masuk?" Zielle masih belum paham.

"Maksudku, kau adalah perempuan pertama yang masuk selain aku. Jangan tanyakan tiga orang itu lagi, aku sedang kesal pada mereka. Bisa-bisanya mereka meninggalkanku yang lemah ini di tengah hutan!" Cynthia mulai cemberut.

"Jadi kau baru pulang."

"Tentu. Aku merasa hari ini hari baik karena diberi kejutan setelah marah sepanjang jalan!" Gadis mengubah ekspresi lebih cepat menjadi gembira.

Tapi tidak dengan Zielle. Dia merasa sial sejak masuk ke akademi. Hari pertama yang penuh darah, dia bahkan masih mencium bau darah yang tidak enak dari tubuhnya.

"Btw, kau habis minum darah apa?"

Zielle tersenyum kecut. Baru saja ia memikirkan hal itu. "Sebelumnya aku melewati ujian penuh tantangan hidup dan mati sehingga masih melekat sampai sekarang. Aku akan mandi."

"Pantas saja. Apa itu ular? Terakhir aku terbaring di rumah sakit karena ular itu. Untung saja aku tetap lulus. Kau terlihat baik-baik saja, apa kau membunuh ular itu?"

Zielle tersenyum kecut. "Aku tidak ingin mengingatnya lagi."

Cynthia menghela napas namun tetap melanjutkan. "Aku tahu itu sangat buruk. Lilitan itu membuatku trauma. Sejauh ini, hanya Lewellyn yang bisa lulus dengan sempurna."

"Kenapa hanya dia?" Zielle penasaran.

"Jelas saja, sejauh ini dia selalu berada di rank tertinggi. Walau kami berada di lima besar, tapi selalu naik turun kecuali Vince. Aku iri padanya. Bahkan dia bisa melubangi kepala ular besar itu dengan pedangnya sendiri."

Sepertinya Zielle memiliki rival sempurna. Tapi dia di sini hanya untuk belajar, bukan meraih rank atau kepopuleran. Dia datang demi permintaan Raja Filemon. Setidaknya dia bisa lulus sudah merupakan penghargaan terbesar dalam hidup meski harus peringkat terakhir. Lulus dari akademi ini terlalu sulit untuk dilakukan oleh Vampir biasa.

Meski begitu, Zielle tetap penasaran soal rank. "Siapa saja yang berada di lima besar? Apa keistimewaannya?"

"Keistimewaannya, bisa memasuki tempat terlarang di akademi ini. Juga memiliki hak istimewa atas akademi seperti pelayanan tambahan, persenjataan, bebas keluar-masuk, dan lain lain. Untuk pesertanya, pertama ditempat Lewellyn, Artfael, Townley, aku, dan Holandcia. Carling Holandcia adalah pangeran dari kerajaan Rockwell. Di peringkat keenam adalah adiknya yang bernama Violetta Holandcia, seharusnya kau sudah mendengar gosip 'baik' tentangnya. Tapi sebenarnya dia itu berwajah dua yang mengejar-ngejar Lewellyn untuk posisi Putri Mahkota Nychterida." Cynthia menjelaskannya dengan penuh emosi ketika mengatakan tentang bangsawan dari Kerajaan Rockwell.

"Menurutku, itu hal yang biasa." Zielke tidak memiliki pendapat lain tentang mereka.

Ucapan Zielle membuat Cynthia membulatkan mata. "Di depan Vince dan para Vampir di atas kita, dia selalu bersikap elegan dan anggun. Tapi di hadapan para adik kelas selalu saja menjadi Tuan Putri yang ingin dilayani. Aku tahu, dia tidak bisa melakukan apa pun padaku karena aku teman Vince ..." katanya lalu tersenyum kecut. "Tapi dia menusukku dari belakang."

"Itu baru buruk." Zielle mengangguk-angguk paham. Tapi menurutnya, itu hal biasa untuk seorang Tuan Putri. Ia lagi-lagi tidak ingin ikut campur atau sekadar berargumen.

"Hanya tiga kata?" Cyntia tidak puas.

"Apa lagi?" Zielle tidak bisa berkomentar apa pun karena tidak melihatnya sendiri. Dia juga tidak bisa mengkritik seseorang seenaknya jika orang itu tidak berbuat masalah padanya.

Cynthia mengerang kesal. "Kau sama saja seperti Lewellyn."

"Jangan samakan aku dengannya. Kami berbeda seperti langit dan bumi." Zielle memperingati.

"Ya, kau benar. Kau perempuan sedangkan dia laki-laki."

"Bukan itu maksudku." Zielle berdecak sebal. Kenapa Cynthia begitu sulit dimengerti?

"Intinya kalian sama-sama irit bicara."

"Aku hanya tidak tahu ingin bicara apa." Zielle jujur.

"Baiklah Tuan Putri, sekarang kembali ke depan untuk menerima barang-barangmu yang telah datang." Cynthia bicara dengan tegas menyadari kedatangan seseorang di depan pintu. Dia sudah menebak kalau itu sudah pasti adalah kurir.

"Aku tahu."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!