Throne Of Vampland

Throne Of Vampland

Chapter 1 : I Don't Believe in Vampires

"Berita terkini, sekelompok makhluk diduga vampir menyebar ke segala penjuru kota. Dilaporkan terdapat puluhan korban meningkat setiap harinya. Pemerintah sudah mengantisipasi rakyat untuk tidak keluar rumah di malam hari terutama di atas pukul sembilan malam selagi bencana ini terus berlanjut ...."

Tv mati seketika.

Zielle meregangkan otot-otot yang kaku karena sejak tadi duduk bersama remot yang terus ditekan berkali-kali.

Semua siaran berisi tentang Vampir membuatnya malas. Mengapa mereka percaya makhluk mitos seperti itu?

Jika Vampir benar-benar ada, maka menurut ilmuan yang pernah meneliti tentang Vampir, seluruh manusia di bumi akan berubah menjadi vampir dalam kurun beberapa tahun. 

Sampai sekarang manusia masih berdiri kokoh menguasai bumi. Itulah yang dipikirkan Zielle sejak setahun lalu di mana rumor mengenai Vampir mulai meledak. Kini rumor itu berubah menjadi berita utama di tv.

Zielle bukan pecinta fantasi. Dia hanya suka sesuatu yang logis dan dapat dijelaskan secara ilmiah. Itu sebabnya dia menyangkal segala keberadaan hal-hal berbau mistis.

"Zielle, kamu belum berangkat sekolah?" Suara Vega terdengar nyaring dari dapur. Zielle sudah terbiasa akan hal ini seakan menjadi hobi: mendengarkan teriakan ibunya tiap pagi.

Gadis itu langsung beranjak dari sofa menuju kamar di lantai dua. Kamarnya terdapat di paling pojok dan termasuk tempat yang paling sunyi.

Zielle suka kesunyian dibanding kericuhan jadi dia membuat kamarnya begitu kedap suara dengan berbagai peredam suara di dinding seperti studio. Itu dilakukan karena di luar sana terlalu berisik akan kendaraan berlalu lalang.

Membenahi diri dan mengenakan seragam sekolah seperti biasa: seragam putih dengan rok merah kotak-kotak sebatas lutut beserta blazer merah yang pas dengan tubuh rampingnya. Jangan lupa kaus kaki selutut dan sepatu putih.

Setelah selesai bersiap-siap, Zielle turun ke bawah, lebih tepatnya ruang makan. Melihat roti sandwich dan susu yang sudah disiapkan, dia langsung duduk dan memakannya cepat-cepat.

"Makanlah perlahan, nanti tersedak." Vega mengingatkan.

"Aku sedikit terburu-buru," kata Zielle sambil mengunyah kemudian menenggak susu agar dapat menelan semua sandwich di mulut dengan cepat. "Hari ini ada ujian matematika, aku harus mempelajarinya kembali."

"Masih ada satu jam tersisa, kau begitu terburu-buru." Jack—Ayah Zielle—yang masih melihat surat kabar mengomentari.

Zielle tersenyum kecut. Memang ini pertama kali ia berangkat terburu-buru hanya karena masalah ujian matematika. Ada alasan lain mengapa Zielle terburu-buru selain nilai matematika yang pas-pasan. Semacam 'gangguan pendengaran' di saat ramai(?)

"Dah, Ayah, Ibu!" Zielle melambaikan tangan sambil menenteng tas ke luar rumah.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sampai di sekolah dan mempelajari ulang pelajaran yang akan diuji, kelas matematika sudah ramai akan murid-murid sejak beberapa menit yang lalu. Ada yang bercengkrama, baca buku, tidur, bermain, dan lain-lain. Zielle? Dia termasuk golongan pembaca buku. Bisa dibilang, ia adalah nerd cantik yang membosankan.

Seumur hidup, Zielle tidak mengenal yang namanya berteman. Dia tidak pandai bergaul seperti membuka percakapan, berkenalan, dan lainnya. Intinya dia hanyalah seorang gadis pendiam yang duduk di kursi pojok kelas.

Seperti saat ini.

ɢᴜʀᴜ ᴅᴀᴛᴀɴɢ

Zielle tersentak kaget mendengar suara itu. Terdengar seperti bisikan, namun tidak bernada atau pun berperasaan, bahkan tidak tahu bergender apa suara itu. Ia menghela napas seraya mengusap wajah. Ini kesekian kalinya dia mengalami hal serupa. Tiba-tiba mendengar bisikan tiap kali berada di kerumunan. Bisikan itu juga merupakan realitas yang belum terjadi seperti saat ini.

Tepat setelah bisikan datang, seorang guru datang membawa beberapa buku di tangan. Bisikan tadi benar, guru akan datang. Tetapi tidak mengatakan akan datang seorang pria tampan yang tampak pucat di sebelahnya.

Beberapa murid perempuan terkagum-kagum melihat wajah itu, terkecuali Zielle seakan sudah bosan melihat pria tampan. Tidak tahu kenapa, Zielle merasa tidak memiliki selera seperti gadis lain.

"Di sebelah saya ada murid baru. Perkenalkan dirimu." Mr. Cullen mempersilahkannya memperkenalkan diri.

"Antonio Hawking, dipanggil Antonio." Dia memperkenalkan diri dengan dingin. Walau dingin, sukses membuat para perempuan di sini terkesima dengan suara serak serta paras tampan.

"Baiklah Hawking, duduklah di kursi yang tersedia." Mr. Cullen menunjuk ke arah kursi kosong di sebelah Zielle. Memang, hanya kursi itu yang kosong. Lagipula siapa yang mau duduk di sebelah gadis yang selalu diam dan membosankan?

Sepanjang Antonio melangkah, Zielle merasakan telinganya berisik akan hal lain yang tidak jelas sehingga ingin menulikan telinganya sendiri. Bisikan tidak jelas dan ramai seperti pasar itu terus berlanjut hingga akhirnya Antonio sampai di kursi sebelah.

Zielle berusaha menenangkan diri. Menutup mata dan menetralkan emosi yang campur aduk karena bisikan tidak jelas yang memenuhi telinga. Zielle tidak mengerti mengapa ia mendadak menderita gangguan pendengaran sejak dua bulan lalu.

ᴠᴀᴍᴘɪʀ

Kali ini bisikan itu terasa jelas, namun Zielle dibuat nyaris tertawa dengan suara tersebut. Sepertinya bukan mengenai realitas saja, melainkan hal aneh berbau supranatural yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Baiklah anak-anak, kita akan adakan ujian hari ini sesuai yang dijadwalkan. Untuk Hawking, kamu ingin ikut sekarang atau menyusul?"

"Sekarang," singkat Antonio.

Mr. Cullen tetap berwajah datar. "Kalau begitu, berusahalah yang terbaik."

Kelas berlanjut kian tegang dan sunyi. Semua mengerjakan soal dari Mr. Cullen yang kesulitannya sudah seperti ujian masuk perguruan tinggi.

Setelah beberapa lama ketegangan dilalui, akhirnya kelas selesai dan semua murid bisa bernapas lega. Penderitaan mereka berakhir dengan suara bel pergantian pelajaran.

Zielle mengambil tas kemudian pergi dari kelas tanpa banyak bicara. Baru saja keluar dari kelas, dia dihadapkan dengan pria pucat barusan. Mereka memang tidak sempat berkenalan sebelumnya, bahkan tidak sempat saling sapa.

"Kau Zielle?"

"Ya?" Dia tahu namanya? Zielle pikir dirinya tidak dipedulikan dan dianggap bayangan termasuk oleh teman semejanya.

"Aku dengar dari murid lain yang membicarakanmu."

"Ada sesuatu?" Zielle tidak banyak basa-basi. Waktunya hanya 15 menit sebelum kelas selanjutnya dimulai.

"Hanya saja, kita tidak sempat berkenalan tadi. Kelasnya terlalu sibuk."

Gadis itu hanya mengangguk-angguk mengiyakan. Keadaan mulai canggung hingga akhirnya suara bisikan terdengar lagi.

ᴠᴀᴍᴘɪʀ.

Zielle mengambil earpods kemudian menyumpalnya ke telinga. Ini lebih baik, walau tampak tidak sopan jika bicara menggunakan earpods. Sayangnya ia tidak memiliki pilihan lain.

"Rambutmu bagus," katanya.

Zielle melirik ke arah rambut dan melihat ujungnya memiliki beberapa helai warna perak yang merupakan warna rambut aslinya. Zielle menghela napas kasar, kemudian tersenyum kecut sebelum berkata, "Justru terlihat aneh, terima kasih sudah mengingatkan. Aku pergi dahulu."

Zielle pergi sambil merutuki cat rambut yang luntur di saat yang tidak tepat. Selalu saja begini, belum lagi bisikan tidak jelas yang mengganggunya membuat emosinya tidak stabil meski sudah mengenakan earpods.

Sekolah dilalui dengan baik. Zielle menutup rambut perak dengan cara digulung agar bagian peraknya tertutupi. Cokelat gelap dan perak sama sekali tidak cocok disandingkan, itu sebabnya tampak aneh sehingga terlihat seperti uban.

Sekolah dilalui begitu cepat. Tak terasa hari sudah siang—meski sedikit mendung—kala sekolah selesai. Zielle baru saja sampai di gerbang sekolah dan akan pulang berjalan kaki, lagi-lagi suara aneh terdengar.

ᴅɪᴀ ᴅᴀᴛᴀɴɢ

"Kau pulang sendiri?"

Sontak Zielle menoleh ke belakang melihat Antonio tiba-tiba di belakangnya. Itu berhasil membuat jantungnya ingin melompat karena terkejut. Padahal bisikan itu sudah memberitahu.

"Aku mengejutkanmu?"

Zielle mengangguk jujur sambil mengusap dada pelan-pelan.

"Kebetulan aku membawa mobil sendiri, ingin pulang bersama?"

Dia menawarkan layanan antar-**jempu**t?Zielle tertegun tidak percaya dengan ucapannya. Bagaimana bisa ada yang menawarkannya begitu saja? Apa dia harus menerima?

ᴊᴀɴɢᴀɴ ɪᴋᴜᴛ

ᴅɪᴀ ᴠᴀᴍᴘɪʀ

Zielle mulai menggeram dalam hati, kesal dengan bisikan-bisikan provokasi itu. Dia tetap pada pendiriannya dan tidak percaya bahwa Antonio bukan Manusia alias Vampir atau semacamnya.

Mengabaikan bisikan, Zielle menjawab Antonio dengan anggukan karena tidak tahu harus bicara apa lagi. Sejujurnya Zielle senang karena tidak perlu kepanasan di dalam bus.

Sampailah di depan mobil hitam yang tampak mulus dan mengkilap. Mobilnya jauh berbeda dari milik Jack yang hanya sekadar mobil sedan lama. Jelas sekali pria tampan ini adalah orang kaya.

Sudah tidak ada siapa pun di sekitar parkiran apalagi wilayah parkirnya tergolong sepi. Antonio memarkir mobilnya terlalu jauh, mungkin di bagian depan sudah penuh. Zielle tidak pernah jalan melewati parkiran belakang selama ini.

"Masuklah," katanya ketika membuka pintu mobil bagian setir untuk dirinya sendiri.

Zielle mengangguk pelan. Baru saja ingin meraih pintu mobil, suara telepon mengganggu momen sehingga dia harus mundur untuk melihat ponsel. Sebuah nomor tidak dikenal terpapar di layar entah siapa dan dari mana orang ini mendapatkannya.

ᴀɴɢᴋᴀᴛ ᴛᴇʟᴇᴘᴏɴ

"Tidak keberatan sedikit menunggu?" Zielle menatap Antonio di seberang yang hanya mengangguk sebagai jawaban.

Zielle sedikit menjauh dari mobil, membelakanginya untuk mengangkat telepon. Tidak tahu siapa yang menelpon padahal selama ini tidak pernah memberi nomornya pada siapa pun selain keluarganya.

"Hallo?"

"Eugenie?" Suara itu terdengar berat seperti pria sehingga pendengarnya mengerutkan kening kala marganya disebut.

"Ya?"

"Besok malam pukul 9, kami akan menemuimu." Suara berat itu lagi-lagi membuat Zielle bingung.

"Siapa kau?"

"Kau akan tahu kebenarannya."

Sambungan dimatikan begitu saja secara sepihak. Zielle merasa banyak sekali orang aneh di dunia ini. Siapa yang ingin menemuinya malam-malam sedangkan warga sudah tidak boleh keluar malam karena rumor 'Vampir' yang beredar. Paling tidak hanya orang iseng saja.

ᴊᴀɴɢᴀɴ ᴍᴇɴᴏʟᴇʜ

Zielle tertegun sekali lagi. Mengapa kali ini bisikan itu seolah memperingati? Ada apa di belakang, membuat Zielle penasaran.

ᴅɪᴀ ᴀᴋᴀɴ ᴍᴇɴɢɢɪɢɪᴛᴍᴜ!

...------------------------------------...

...Hai semuanya!...

...Terima kasih yang sudah menyempatkan diri ke ceritaku 🤠...

...Jangan lupa tekan like dan semangati aku untuk terus menulis cerita....

...Kalau ada pertanyaan mengenai apa pun itu, silahkan di tulis di komentar. Aku akan meluangkan waktu menjawab baik di balasan komentar mau pun di bab selanjutnya....

...Sampai jumpa di bab selanjutnya!...

Terpopuler

Comments

Nurwana

Nurwana

keren.....

2023-01-28

0

Nova

Nova

Aku mampir kak😊
Penasaran sama cerita vampir.

2022-05-10

2

R⃟•Dinaa

R⃟•Dinaa

mampir ya kak di karyaku suamiku bukan jodohku🙏🤗

2022-04-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!