"Aaaa, Mahesa tidak mau, aku ingin turun!"
Teriak Isvara, yang sudah jelas sangat-sangat ketakutan.
"Tidak apa-apa,aku selalu memegang tanganmu," ucap Mahesa sambil terus menuntun Isvara.
Mereka berdua kini berada di atas rooftop sebuah gedung. Ntah ide dari mana yang Mahesa dapatkan, hingga membawanya ke tempat ini.
"Kalau sore langitnya bagus, makanya aku bawa kamu kesini," ujar Mahesa seperti tahu apa yang ada pikirannya.
"T-tapi Mahesa,A-aku sangat takut."
Bukan apa, tapi Mahesa terus menuntunnya ke pinggir yang langsung menghadap ke bawah, Mahesa bilang duduk di tepian rooftop itu sangat menyenangkan.
Tapi tidak, Isvara sangat takut.
"Apa kamu takut ketinggian?" Tanya pria itu yang mulai khawatir.
Isvara mengangguk. "Sejak kecil aku tak pernah berada di tempat tinggi, ini sangat menyeramkan."
"Astaga!" Mahesa terpekik, ia benar-benar menyalahkan kelalaiannya.
"Baiklah jangan lihat ke bawah, santai saja aku akan membawamu sampai ke tengah."
Isvara menjawab dengan mengangguk takut-takut. Sesekali ia akan mencuri pandang memperhatikan bawah gedung ini.
Namun tetap saja ketakutannya terhadap ketinggian seakan tak pernah lepas.Isvara benci dengan tempat tinggi.
Perlahan dengan mata terpejam Isvara mengikuti langkah Mahesa dan kini mereka sudah berada di tempat yang lebih aman.
Isvara menghela nafas lega, Mahesa memperhatikannya,gadis itu bahkan sampai berkeringat dingin, seketika Mahesa merasa bersalah.
"Maafkan aku tidak menanyakannya dulu padamu."
Isvara menoleh. "Tidak masalah, aku tahu kamu hanya ingin berusaha untuk menghiburku," menatap sambil tersenyum.
"Waah benar katamu, langit sore di sini sangat cantik."
Isvara maju beberapa langkah, memperhatikan langit yang sudah berwarna oranye, sekumpulan burung tampak terbang menari-nari, menghiasi cakrawala.
"Kau suka?"
Isvara mengangguk. "Ini sangat indah."
Mahesa terus saja memerhatikan Isvara, menatap wajah cantik itu, yang kini sudah tersenyum lepas.
Bukan senyum paksaan yang selalu menyembunyikan luka.
"Sejak dahulu, tempat ini selalu menjadi favorit ku untuk berdiam diri."
"Menatap indahnya sore hari sambil melukis."
"Melukis?" Isvara mengerut dahi.
Mahesa mengangguk. "Sejak dahulu aku selalu suka menggambar hingga sekarang."
Mahesa lalu membuka resleting tas kecil yang selalu ia bawa, mengeluarkan isinya dari sana.
Isvara memperhatikan, ada sebuah buku kecil dan Pinsil atau semacam pulpen, Isvara tak terlalu tahu.
Mahesa lalu merentangkan tangannya, menyamakan tinggi badan Isvara dengan pulpen di tangannya.
"Apa boleh aku melukis dirimu?" Tanya pria itu. Mengedipkan sebelah matanya.
"Eh? Melukis diriku?"
"Benar, jika seseorang ingin mengambil foto orang lain harus ijin dulu kan?"
Isvara menganggukk, mengiyakan.
"Tapi aku jelek."
"Kata siapa?" Kini giliran Mahesa melebarkan pupil matanya.
"Kamu itu selalu cantik Isvara, di manapun dan kapanpun."
Isvara yang mendengar itu, merona seketika. "Baiklah,lalu bagaimana gayaku?"
"Tidak usah,kamu hanya perlu diam seperti ini dan tersenyum."
Isvara mengangguk. "Baiklah."
Lalu Mahesa mulai melukis dirinya. mencoret-coret pulpen di atas kertas putih dengan wajah serius.
Dalam hatinya, Isvara memuji pria itu.
Hingga mereka tak menyadari jika sejak tadi ada yang diam-diam sedang menatap ke arah mereka. Memperhatikan mereka dari radar yang tak terlalu jauh.
Siapa lagi kalau bukan Gerald. Ya, pria sengaja jauh-jauh mengikuti mereka berdua sampai kesini.
Melihat bagaimana Isvara yang tersenyum kepada Mahesa membuat hatinya seakan di limpahi lahar panas.
Membara dan tak suka. Ia sendiri bingung rasa kesal apa ini? Intinya dia tak suka melihat Isvara dengan lelaki lain.
Dengan wajah tertekuk, Gerald meninggalkan area rooftop, lalu menelpon sebuah nomor di ponselnya.
"Samuel, temani gue ke club!"
***
Samuel dan Gerald kini sudah berada di salah satu club ternama langganan mereka.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun kemeriahan club terus berdentang keras, dengan musik dan lampu disko, juga DJ yang tak hentinya memutar lagu.
Gerald sedang minum di tempatnya, seorang bartender wanita menaruh botol yang entah keberapa untuknya.
"Udah Ger,lo udah minum berapa botol itu? Sayang nyawa!"
Samuel di tempat duduknya merasa frustasi, baru seminggu yang lalu pria ini minum banyak, dan kini terjadi lagi.
"Bawel lo! Sono, pesan aja jal*Ng yang lo pengen, gue yang traktir!" Ucap Gerald yang sudah mulai linglung dengan mata merah.
"Buset sedep bener kalo ngomong. Atuh gas lah!"
Tanpa berfikir panjang lagi Samuel bangkit dari duduknya dan memilih wanita-wanita bergaun seksi yang sedang berjoget ria.
Beberapa menit pergi, kini Samuel kembali lagi dengan masing-masing wanita malam yang berada di kiri-kanannya.
"Bener gak apa-apa ya lo di tinggal dulu sebentar."
"Lama juga bodoamat. Gas aja,kalau perlu sampai tulang mereka patah!"ucapnya menatap para wanita kecantilan dengan make-up tebal itu.
"Siappp bos, terobos ae!" Jika sudah seperti ini tidak ada yang akan menghentikan Samuel.
Samuel mencium bibir masing-masing wanita dengan gaun kurang bahan itu.
"Let's go baby, kita happy-happy!"
Kedua wanita itu tertawa,merasa senang. Kapan lagi dapat pelanggan cowok ganteng. Jika pun tidak di bayar mereka tidak masalah.Asal bisa menikmati tubuh kekar yang Samuel punya.
Berjam-jam berlalu setelah kepergian Samuel dengan kedua jal*Ng itu untuk menuntaskan hasrat mereka.
Gerald masih tetap setia dengan botol minuman di tangannya, ia menenggak minuman haram itu dengan mata memerah seperti ingin menangis.
Bartender wanita yang sejak tadi memperhatikannya pun merasa iba, ingin mendekati namun ia sadar diri.
Sementara Gerald semakin tidak bisa menyangga tubuhnya. Ia seperti kehilangan seluruh tenaganya.
Kini bayang-bayang tentang kedekatan Isvara dan Mahesa selalu berkelebat seperti menghantuinya.
Ia marah,ia kesal, namun Gerald tak tahu rasa apa yang kini di rasakannya.
"Sial kau Isvara, kenapa kau terus menerus muncul di pikiran ku?!"
Gerald berteriak frustasi, lalu memilih untuk bangkit dengan tubuh limbung. Banyak para jal*Ng yang menawarkan diri bahkan dengan sengaja mendekatkan tubuh seksi mereka pada Gerald. Namun Gerald menepis mereka dengan kasar bahkan membentaknya.
"Astaga, Gerald! kenapa lo jalan sendirian?!"
Samuel yang sudah menuntaskan hasratnya pada wanita malam itu, memekik tak sengaja melihat Gerald berjalan sempoyongan ke area parkiran.
Samuel tertegun saat melihat Gerald yang berkaca-kaca,hal yang tak pernah Samuel lihat sebelumnya. Gerald menangis.
"Lo kenapa Ger?" ia memapah tubuh Gerald.
"Kenapa, setiap gua berfikir wanita itu selalu muncul? gak pernah lepas seakan hantu yang gak ingin jauh."
Samuel mengernyit, siapa yang Gerald bicarakan?
"Samuel, gua tanya sama lo, apa lo pernah benci sama wanita?"
Samuel menggeleng. "Tenang Ger, lo lagi mabuk."
"Gua selalu benci sama gadis itu, Isvara.tapi kenapa di saat yang bersamaan gua selalu ingin deket sama dia, ingin melihat dia tersenyum karna gua,bukan karna pria lain."
"Kenapa? ada apa dengan diri gua?"
Samuel mendesah, lalu menggeleng. Gerald seperti pria labil yang sedang jatuh cinta, atau memang dia baru merasakannya?
Setengah jam Samuel habiskan hanya untuk mendengarkan keluhan Gerald, dan semua itu tentang Isvara.
Tentang bagaimana Isvara yang membuat Gerald kesal, Isvara yang selalu melawan setiap rasa sakit yang dia berikan, semua tentang gadis itu.
"Gua gak suka saat dia Deket dengan pria lain,gua gak suka saat dia lebih bergantung pada pria lain. gua cuma ingin dia hanya bergantung pada gua, hanya melihat ke arah gua!"
"Sebenarnya apa yang aneh dalam diri gua?"
"Itu namanya Lo Cemburu Ger!"
Gerald menoleh dengan mata memerah. "Maksud Lo?"
"Ger, Lo itu gak bisa memahami diri sendiri atau emang gak peka sama perasaan Lo? Samuel membuang nafas, jengah.
"Itu artinya lo suka sama Isvara, lo gak mau dia Deket sama lelaki lain dan cuma lo yang boleh ada buat dia. Berarti Lo cinta Ger,lo udah jatuh cinta!" Samuel mengatakannya dengan urat yang hampir keluar,agar temannya ini mengerti.
Gerald menggeleng pelan. "Gak, itu gak mungkin,gua gak mungkin jatuh cinta sama dia."
Samuel mengusap wajahnya kasar. agak kesal karena Gerald malah menepis perasaannya sendiri.
"Sekarang gua tanya lo benci sama Isvara?"
Gerald mengangguk. "Tentu saja."
"Terus kalau lo benci, kenapa lo terus mikirin dia?"
Gerald menatap Samuel,lalu diam. ia tak bisa menjawab.
"This. lo itu udah jatuh cinta Ger. jangan menampik perasaan lo lagi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Itha Fitra
orang mabok gk mungkin nyambung klu di nasehati
2023-03-09
1
Yunerty Blessa
smoga saja Gerald jatuh cinta pada Isvara
2023-01-29
0
Nurma sari Sari
gimana kabarnya Laura Thor...
2022-05-25
0