Acara makan malam berjalan seperti biasa, seluruh anggota keluarga telah kembali ke kamar masing-masing.
Kini di pantry tersisa Isvara dengan beberapa pembantu yang membersihkan sisa makanan dan piring kotor.
Sudah seminggu ia berada di rumah ini, namun tak ada yang berubah. biarlah, justru Isvara berharap tetap begini hingga 6 bulan ke depan sampai akhirnya ia bebas.
Ya, mungkin hanya penyiksaan dari Gerald saja yang membuatnya sedikit berubah.
Di luar itu, seperti penghinaan yang selalu ia terima dari Tante Arini dan anaknya Brinda, bisa ia terima meskipun terkadang sungguh menyakiti hati.
Isvara merentangkan tangannya merilekskan otot-otot tubuh,ia sungguh lelah dan ingin segera tidur, namun suara notif pesan mengalihkannya.
Tertera nama Kayra di sana, Isvara membuka pesannya.
[ Kak, besok aku akan mengungkapkan perasaan ku pada Raka dengan kue yang ku buat tadi, doakan aku ya.]
Tulisnya dengan menggunakan emoticon tersenyum.
Isvara menyunggingkan senyum lalu mengetikkan balasan di sana.
[ Oke semangat.] Dengan emoticon tersenyum juga.
Isvara lalu menaruh ponselnya kembali, di lihatnya jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas malam, para pelayan pun sudah kembali ke peraduan masing-masing, kini tinggal Isvara yang mengistirahatkan tubuh.
Drrrt! Ponsel di saku Isvara bergetar, gadis dengan rambut panjang bergelombang itu segera saja mengangkatnya.
'Ke kamarku sekarang!'
Isvara mengernyitkan dahi.
"Tunggu siapa ini?"
"Gerald. Cepat ke kamarku dalam hitungan ke lima!'
Isvara melebarkan mata, sebelum ia protes sambungan terputus sepihak, sontak saja Isvara langsung berlari tunggang-langgang menaiki tangga menuju lantai tiga di mana kamar Gerald berada.
Sesampainya di sana. Isvara mengatur nafasnya yang tersengal, lalu ia buru-buru menampilkan raut biasa saja dan membuka kamar Gerald yang tak terkunci.
"Kau memanggilku?" Isvara to the point, menatap pria yang kini sedang tiduran berpangku kaki dengan kedua tangan di letakkan di belakang kepala.
Brak! Gerald melempar sebuah note book kecil hingga jatuh di bawah kaki Isvara.
"Ambil dan baca itu," ucapnya lalu mengambil ponsel untuk di mainkannya.
Isvara menatap tajam dengan perlakuan Gerald ini,namun akhirnya ia hanya bisa menghela nafas dan mengambil note kecil itu.
"Beli semua barang yang sudah ku tulis disana."
"Apa? Kau menyuruhku berbelanja?"
Gerald mengangguk.
"Kau yang benar saja? Ini sudah malam Gerald!" Isvara di buat emosi.
"Lalu apa masalahnya? Semua barang yang ku tulis itu ada di minimarket terdekat. Dan minimarket itu buka 24 jam!"
"Tapi Gerald, ini sudah jam sebelas malam."
"Ku bilang apa masalahnya!" Suara Gerald meninggi.
"Kau tinggal menjalankan apa yang ku suruh, ingat kau itu babu di sini, jalankan semua perintahku!"
"Tapi aku juga istrimu!" Isvara tak kalah meninggikan volume suara.
Ia sudah cape sungguh, Gerald seakan tak pernah puas untuk menyiksanya.
Gerald mendengkus. "Istri? Kau pengen banget ya di anggap sebagai istriku?"
"Bukan begitu Gerald,tapi cobalah pikirkan perasaanku sekali saja, aku juga wanita!"
Gerald tertawa. "Lucu sekali,kau yang selalu berbicara Sombong dan congkak kini malah memintaku untuk memikirkan perasaanmu."
"Apa sekarang kau mengakui kekalahanmu?"
Isvara mengeratkan genggamannya pada notebook yang ia pegang, matanya sudah berkaca-kaca, sungguh ia kini mulai lelah dengan semua permainan lelaki itu, tapi bukan 'Isvara' namanya kalau ia mengakui kekalahannya.
"Baiklah, akan ku ikuti permainan mu!"
Tatapan mereka sempat bertemu beberapa detik, sebelum akhirnya Isvara berpaling dan keluar dari kamar.
***
Isvara berjalan menyusuri jalanan besar seorang diri, tak ada kendaraan yang berlalu lalang semua tampak sepi dan gelap.
Gerald tak membiarkannya membawa kendaraan, sementara supermarket berjarak cukup jauh, setidaknya butuh waktu 15 menit untuknya sampai.
Isvara menatap kartu kredit yang pria itu kasih padanya. Rasanya ia ingin menangis saja.
"Sabar Isvara, hanya 6 bulan saja dan semuanya akan berlalu." Ucapnya meyakinkan diri.
Namun air mata yang perlahan jatuh tidak bisa membohongi perasaannya.
Isvara takut, ia ingin memeluk sang ayah saat ini, jika bersama ayahnya ia merasa seperti seorang tuan putri yang di limpahkan kasih sayang.
Isvara ingin pergi sejauh-jauhnya dari sini.
Sampai di minimarket pun, netra gadis itu tak henti mengeluarkan air mata, sambil mengambil barang belanjaan Gerald, Isvara menahan isakannya yang merengsek ingin keluar.
Hal itu menimbulkan tanda tanya bagi sebagian pengunjung minimarket, Mereka memandang Isvara lalu saling menatap seperti iba pada gadis itu.
Seseorang menepuk pundaknya, Membuat gadis yang hendak mengambil minuman itu menoleh.
"Nak,kau tidak apa-apa?" tanya seorang wanita paruh baya yang bersanggul rapi.
"Tidak," jawab Isvara sekenanya.
"Ini sudah jam 12 malam lewat, kau berbelanja seorang diri?"
Isvara mengangguk. sang nenek tampak mengulas senyum.
"Minimarket ini memang bukan 24 jam, tapi tak baik untuk gadis manis seperti mu belanja seorang diri malam-malam."
"Ini, untukmu." nenek itu menyerahkan sebuah plester luka padanya.
Isvara bingung, untuk apa?
"Itu untuk luka di dahimu." nenek itu menunjuk dahinya, memberi isyarat.
Isvara menyentuh dahinya, benar saja ada luka di sana, Isvara ingat ia mendapatkan luka itu saat Brinda melemparnya dengan sapu gagang.
Isvara tersenyum lalu mengucapkan terimakasih.
Dia bersyukur, ternyata masih ada orang-orang baik di sekelilingnya.
***
Waktu menunjukkan pukul dua belas lewat saat Isvara berjalan kaki untuk pulang.
Berapa kali ia menelpon nomor Gerald untuk setidaknya menjemput dirinya di sini. Namun pria itu sama sekali tak mengangkat Membuatnya semakin di rundung takut.
Bukan karna Isvara takut hantu, tapi ia takut karna daerah ini rawan oleh begal, itulah yang Isvara tahu selama tinggal di daerah ini.
Angin tiba-tiba berhembus kencang saat Isvara hampir menemukan jalan raya yang ramai.
Hingga dari kejauhan Isvara seperti melihat segerombolan orang yang menaiki sepeda motor.
Isvara memicingkan mata demi melihat dengan jelas hingga suara klakson kendaraan terdengar nyaring di telinga.
Motor-motor itu seperti menuju ke arahnya, kendaraan mereka mendekat lalu berputar mengelilingi Isvara.
Asap kendaraan menghalangi jalan Isvara,ia ketakutan mungkinkah mereka para gerombolan geng motor? karna jaket yang mereka kenakan sama semua.
Insting kewaspadaannya langsung menyala, Isvara mencari celah untuk kabur.
Tapi motor-motor mereka menghalangi langkah Isvara, kini ia benar-benar ketakutan,barang belanjaannya pun berserakan karena jatuh.
Isvara tak memikirkan itu lagi, karna Sekarang nyawanya dalam taruhan.Isvara berlari namun kendaraan mereka mengejarnya.
Keringat dingin bercampur takut, tubuh Isvara bergetar ketika para pria itu turun dari motor mereka.
"Mangsa baru nih," satu dari mereka berucap.
"M-mau apa kalian?"
"Gak apa-apa neng, kita gak gigit kok."
"Uhuy,lihat body nya yang bahenol ini," salah satu bersiul menimpali.
Isvara menggeleng takut, tangan-tangan kotor itu kini sudah mulai berani menyentuh tubuhnya.
"Sendirian aja neng, ayo main dulu sama kita-kita, di jamin puas deh," lalu mereka semua tertawa.
"Jangan ku mohon,jangan." Isvara menggeleng ketika kedua tangannya sudah di tarik oleh dua orang pria yang berbadan besar.
"Udah gak apa-apa sakit sebentar doang neng, ntar juga nikmat."
"Sikat ajalah jangan banyak cincong!"
Lalu mereka menyeret tangan Isvara untuk masuk ke semak-semak, Isvara menangis histeris.
Bayangannya langsung mengarah pada sang ayah, Isvara sangat takut.
"Tidak kumohon jangan, jangan!"
Mereka tak menghiraukan rintihan Isvara.Mata para pria kurang belaian itu sudah menatap nafsu ke arahnya,satu tangan dari mereka sudah hendak menyentuh tangannya, Isvara menutup mata menangisi hidupnya yang tragis.
Brukkk! tiba-tiba, seseorang ntah muncul dari mana menendang pria yang sudah akan menindih Isvara.
Pria itu dengan brutal menghabisi para komplotan yang hendak menggapai Isvara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
kasian isvara
2023-01-29
1
Esty
mengandung bawang
2022-06-04
0
Rice Btamban
kshn Isvara
2022-05-22
0