Bukan Kacung Kaleng-kaleng
🐝🐝🌺🌺🌺🌼🌼🌷🌷⚘⚘
Prangg!!!
Suara kaca pecah yang ambyar di lantai membuatku mendongak melihatnya. Mungkin aku lancang sekali, di antara barisan pembantu, yang suka kusebut kacung, hanya akulah yang berani menatap langsung si pelaku pecah kaca. Bos besar kami yang sok berkuasa dengan uangnya, tapi memang begitulah kenyataannya. Para kacung takut karena duitnya. Begitupun denganku.
"Heh, kamu!"
Eh, bos besar menunjuk aku dengan gaya berkuasanya, seperti menunjuk seorang harem untuk menemaninya bercinta. Aku tidak suka, gayanya tidak sopan. Tapi apa boleh buat, uang membuatnya berkuasa.
Akupun mendekat, kutatap mata coklat pekatnya dengan nekat. Boss besar memandang tidak suka padaku. Degupan takut datang tiba-tiba di luar kendaliku. Bagaimanapun, aku adalah anak baru alias kacung baru. Jadi, wajib bagiku mengingat etika yang ada. Kepalaku menunduk, kutatap ujung sepatunya yang hitam mengkilat, menunggu pasrah arahan bos padaku selanjutnya.
"Bersihkan!"
Segera kusambar tisu kering di mejanya, kupungut dan kubersihkan dengan gerak cepat jemari tanganku. Hingga semua bersih pun, tak juga ku pahami, kenapa bisa gelas porselen ini jatuh ambyar ke lantai. Aku tidak tahu kronologisnya, caloku mengantar lambat ke sini. Aku disuruh masuk begitu saja ke dalam barisan para kacung yang sedang apel pagi.
Yang ku duga, lelaki berkulit kuning cerah dan tampan itulah juraganku. Kulirik sepatu hitam mengkilat itu mulai bergerak menjauh. Para kacung menghembus nafas lega, begitu juga denganku. Segera kucampakkan gumpalan tisu berisi pecahan porselen ke keranjang sampah terdekat denganku.
Aku kembali ke barisanku yang sudah bubar. Barisan bubar itu telah kembali ke posisi mereka sesuai job kerja masing-masing. Hanya aku yang menoleh ke sana ke mari tanpa ada kesibukan apapun.
Orang yang membawaku ke sini telah raib entah ke mana. Tanpa serah dan terima job kerja yang jelas seperti mereka. Para kacung seniorku tidak peduli dengan keberadaanku.
Seorang wanita tinggi besar badan dempal mendekatiku. Wajahnya berjerawat. Rambutnya hitam, lurus kaku tak bersinar, sepertinya sudah lewat lama dari waktu rebonding ulang. Hanya tiga alasan pastinya kenapa terlambat. Antara sayang keluar uang, malas dan sibuk. Cobalah tanya sendiri di hatimu, apa alasannya?!
"Elshe Dindania?! Kaukah itu?!"
Ups! Logat itu... aku sering lihat logat bicara semacam itu dari televisi di kamar rumahku. Logat suku Batak, di Sumatera Utara. Aku suka mendengarnya!
Akupun mengangguk beruntun banyak kali untuk lebih meyakinkan.Diberikannya padaku selembar kertas, sebuah perjanjian. Kubaca seksama, aku tak mau dilibatkan dalam istilah perdagangan manusia. Jadi aku harus siaga, insting hati-hati kutancap di manapun aku berada.
Isi kertas ini ku pastikan berbunyi aman, ini adalah jaminan kontrak kerjaku selama magang enam bulan, waktu uji coba ngacungku di sini. Jika kerjaku berkesan dan aku berminat, aku bisa diperpanjang oleh wanita berambut kaku itu. Tanpa ragu, kucoretkan tanda tanganku di sebagaian atas materai, yang tertempel di pojok kertas bawah.
Wanita itu mengambil kertasku dan melirikku sedikit. Mungkin merasa aneh dengan penampilanku yang tidak gaul sama sekali. Aku tidak peduli, ini pilihanku. Senang atau tidak, itu urusanku dan juga urusanmu.
Tampilanku kali ini adalah bertopi, dengan poni panjang yang hampir menusuk mata. Ku perparah dengan kacamata sedikit buram seperti orang buta di televisi. Celana kain tiga perempat kedodoran, serta kaos longgar agak kusam.Orang lain mungkin tidak damai melihatku, tapi aku merasa nyaman dan berusaha kunikmati.
"Ratih! Kemarilah kau!!!"
Suaranya melengking tidak cuma besar, tapi serak juga seperti lelaki. Wanita setengah baya bernama Ratih melenggang mendekati kami. Sedikit melirikku dengan malas, akupun juga malas melihatnya, rasa tidak sukanya padaku begitu mudah kubaca dari mukanya.
"Bawa barang baru ini, hajar sesuai kebolehannya!"
Ish, apa nih maksud wanita besar berkata begitu tentangku, emang di sini ada ospek, kayak anak kuliahan aja. Usia udah tua, diam-diam obsesi jadi mahasiswa. Udah suaranya gede nggak ada halus-halusnya, jiwanya anak-anak!
Ratih mengajakku hanya dengan melirikku. Sepertinya aku punya daya telepati tinggi dengannya. Tanpa dia bicara pun, aku sudah paham apa maunya.
Ku ikuti langkahnya dengan santai. Ratih berdiri tepat di depan sebuah kamar besar yang kotor. Kamar ini sendirian dan terpisah di pojok belakang, dekat dengan kolam ikan yang juga nampak kotor.
Diberinya kunci kamar itu padaku. Hanya satu, tak ada duplikatnya. Aku berniat akan menggandakannya hingga selusin. Berjaga-jaga jika lupa satu, akan ada banyak penggantinya. Seperti halnya jarum pentul, peniti atau ikat rambut, yang akan kuhabiskan pada waktunya. Tanpa ada bangkai bekasnya sebijipun. Ibuku suka bising tentang ini.
Kamar itu berhasil kubuka, lumayan bagus namun tertutup debu tebal. Sebelum semangat bersih-bersihku berkurang, segera kukerahkan semua tenaga untuk solo baksos di kamar baruku. Tidak lama, kamar ini telah kusulap jadi sebuah suite ala hunian terbuka yang akrab dengan lingkungan. Kolam ikan mini itu memang pas di depan kamar baruku.
Badanku rasanya sangat kotor, debu menempel di sana sini.Segera ku lepas habis semua atributku. Topi bulatku, kaca mata dan gelungan rambutku. Poni yang hampir menusuk mata, ku singkap dan ku jepit rapi di belakang dahiku.
Dalam kamar mandi yang juga telah kubersihkan sendiri menjadi mengkilap, aku berkaca di cermin yang menempel di dinding. Ku pandangi wajahku yang kembali ke aslinya. Wajah super cantikku, yang justru sering merepotkanku. Ibuku bilang wajah istemewaku belum ada manfaatnya sama sekali. Karena di usia tanggungku ini, aku belum juga minat untuk bersuami.
Nama asliku dari ibu adalah, Elshe Dindania Usiaku 24 tahun, jomblo dan tentu masih perawan original, karena aku belum pernah berpacaran sekalipun. Aku mempunyai seorang kakak perempuan berusia 29 tahun, namanya Salsa Kandania, nama pemberian dari ibuku juga. Kakakku sangat cantik sekali, bagiku tak ada perempuan yang lebih cantik dari kakakku. Namun banyak orang bilang, aku sebenarnya lebih cantik dari kakak perempuanku.
Sebenarnya hanya penampilanku saja yang tomboy, sedang jiwaku adalah jiwa perempuan sebenarnya yang feminim. Aku hobby naik turun gunung dan keluar masuk hutan. Ibuku bilang, hobbyku sama sekali tak ada guna, berbahaya dan bahkan merepotkan jika saja aku hilang sewaktu-waktu saat mendaki. Padahal, aku telah belajar segalanya dari hobbyku, yang sebenarnya tersembunyi orang-orang hebat di sana.
Ayahku sudah tiada, jadi setatus terbaruku adalah anak yatim sejak tiga tahun yang lalu. Meski yatim, aku tidak pernah dikasihi ataupun disantuni dalam bentuk apapun. Tapi justeru banyak lamaran dari para kerabat dan kenalan ayahku, yang berminat untuk menikahiku.
Itulah sebab aku di sini, mengambil profesi kacung pilihanku. Berharap nyaman sementara dari pelarianku. Akibat pusing berlebih atas tuntutan ibuku yang ingin menantu baru.
Dan Juanlah calon menantu baru incaran ibuku. Anak pak walikota di Malang, kota tempat lahir dan tinggalku. Juan terlalu gencar memepetku, dengan langsung melamar pada ibuku. Inilah cambuk bagiku untuk lenyap dari rumah ibuku.
Aku telah berlayar menuju pulau Batam sesuai tiketku. Bermodal uang tabungan yang tak seberapa, hasil mengumpul dari gaji les privat yang kukerjakan setahun belakangan. Sebagai profesi terakhirku sebelum kabur ke Batam, di kepulauan Riau ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Sarah Kareem
mampir sini aku kak.. sambil nunggu kabar Khaisan n cut Ha 😁
2023-05-31
2
LeNnYy0507
Aku mampir kak...☺☺☺ceritanya real.
2023-03-24
1
Sri Widjiastuti
😄😄😁mantap klo g mau dilihat...
2023-03-15
1