Aku menuju tempat Garrick setelah pamit pada Irgi dan teman-teman baruku. Ada harapan untuk selalu bertemu lagi selama seminggu.
"Ada apa boss? Bukankah sudah ku ajukan jam kerja?" Nadaku tidak keras, malas diperhatikan Irgi yang terus mengikutiku dengan matanya.
"Jangan harap. Daripada kau buang waktumu dengan hal tak guna, kerjakan tugasmu." Kali ini suaranya landai, tentu karena Irgi dan teman-teman baruku yang masih mengawasiku. Garrick tak ingin membuat kesan buruk di depan pelancong yang juga sumber uang baginya.
"Bos menolak HAM!" Nadaku meninggi, tapi dengan suara tetap lirih.
"Jangan membangkang. Cepat ikuti aku!" Garrick ikut meninggikan nada dengan suara yang tidak kalah lirih dariku.
Garrick menyodorkan tas notebook hitamnya, terpaksa ku pegang, ujung tas itu sedikit mengenai perutku. Garrick berbalik badan dan pergi. Langkah si garang telah laju tanpa menungguku. Seperti biasa membuntuti ibarat aku ini seorang pemburu.
Mengikuti langkah Garrick, serasa jogging saat malam. Jika turun gunung, mungkin ini adalah jurus menghindar diri dari kabut. Garrick tidak mengajakku naik lift, seperti saat bersama dengan Dora. Tapi turun melewati tangga manual menuju inti badan kapal.
"Bos, ini dini hari, anda mau merampok apa kerja?!" Aku mulai bersuara keras seperti biasa. Garrick melengos mengacuhkan tanyaku. Kakinya semakin gesit menuruni anak tangga. Meski kakiku lebih pendek darinya, dengan mudah tetap ku stabilkan jarakku di belakangnya.
Garrick berhenti meski anak tangga masih menanti. Garrick hilang melesat di balik pintu. Si garang sangatlah tidak ramah, tak ada basa basinya sedikitpun. Aku berbalik tak jadi ku ikuti, alasanku hilang jejak, misal begitu.. lalu dia bisa apa?!
Ku lirik tas hitam di tanganku. Sikap Garrick seolah tidak butuh barang ini. He.he.. Aku duduk santuy, menepi dari tangga. Pasang tampang kusut kelelahan. Lihatlah, siapa yang akan mencari barangnya. Bukan punyaku, jadi jika aku terus mengejarnya, itu kerajinan!
Ceklek!
Nah kan..Bersiap! Pasang kuda-kuda!
"Heh, Elsi! Apa kau buat di sini?! Kau harusnya sudah di dalam!" Garrick seperti tahu muslihatku. Tak masalah, penting dia balik mundur mencari barangnya, persis siasatku.
"Boss, jalanmu seperti kucing garong mencuri ikan asin dini hari!" Aku pura-pura kelelahan dengan gaya ngos-ngosan.
"Jangan sandiwara!" Bos garang berteriak di dekat telinga dengan badan sangat membungkuk padaku.
"Aku ingin tidur, boss! Aku lelah. Mataku mengantuk!" Aku protes keras padanya.
"Saat bekerja kau mengantuk! Saat bernyanyi, suaramu bising, mengganggu orang!" Garrick kembali bicara berbisik tapi nadanya keras menyebalkan.
Harapan bahwa Garrick akan menyambar notebooknya saja dan meninggalkanku di balik pintu, hanyalah khayalan belaka. Garrick mencengkeram sisa lengan bajuku dan menarikku berdiri. Agak terseret mengikuti arah tarikan tangan besar Garrick di bajuku, seperti medan magnit yang menarik bahuku. Bayangan kembali ke bilik dan tidur nyaman di kasur, tinggallah kenangan.
"Rapikan bajumu!" Garrick melepasku setelah sampai di balik pintu. Kami berdiri di depan pintu dan terlindung sebuah dinding pembatas, yang berasal dari kayu jati berkualitas.Karena emosi, jadi tak sudi ku ikuti arahannya, aku tak peduli bagaimana rupa bajuku.
Rasanya sangat kaget, tangan Garrick mengulur cepat ke arah bahuku tanpa ragu. Jelas ku lihat di pantulan cermin yang menempel dan tersebar di sisi depan, kanan dan kiriku. Garrick membetulkan baju di bahuku.
Leher baju yang senget, miring karena tarikan tadi, dibetulkan hingga seimbang kanan kiri. Dan braku yang sempat terlihat talinya pun telah tertutup. Garrick melakukan sangat cepat dengan dua ujung jarinya, seolah takut tersentuh kulitku. Khawatir aku menyebarkan kusta padanya. Padahal ibuku bilang, kulitku halus mulus, selicin porselen.
"Cepat, El!" Aku terkejut, Garrick dengan suara kerasnya telah berbalik, dan mulai melangkah maju masuk ruangan. Sedikit tak sadar ku ikuti arahannya tanpa bantahan.
Ruangan di balik ruang kaca ini seperti meja rapat yang nyaman. Ada toilet, juga ada dapur, lengkap dengan seorang koki yang terlihat sangat sibuk.
"Elsi, guna toilet itu untuk mencuci mukamu!" Suara Garrick serupa hipnotis untukku. Aku ngibrit ke toilet, seperti bebek tak dapat makan.
****
Aku terkesiap saat ku buka mataku. Sayup ku dengar adzan di kejauhan. Mungkin kapal ini berlayar sedikit rapat dengan pinggiran pulau perkampungan Melayu.
Rupanya aku tertidur, aku memang sengaja diam lama dalam kamar pada toilet duduk yang telah ku tutup. Heran ku rasakan, seharusnya Garrick sudah menendang-nendang pintu ini dari tadi. Tapi nyatanya aku bangun sendiri kali ini.
Saat kembali dari toilet, kudapati banyak orang bersalaman dan pamit pada Garrick. Mungkin sekitar enam orang. Mereka semua serentak menoleh, bisa jadi saat ini aku mirip hantu toilet.Dengan mata merah dan rambut tak beratur, penampilanku pasti horor amburadul. Tapi ku tepis rasa minderku, bukankah bujang bilang, gadis itu terlihat lebih cantik disaat bangun tidur?"-Pujangga-
"Terimakasih atas kerja sama dan dukungan dari kalian. Semoga susunan rencana kerja ini tercapai memuaskan. Selamat beristirahat!" Garrick terdengar berwibawa saat membubarkan mereka. Jauh beda saat berbicara denganku. Tidak masalah, kan dah terbiasa.. Yang jelas, kini aku telah lepas dari tatap penuh selidik mereka.
"Puas tidur?!!" Maaakk! Serasa terpental ke lautan yang dalam, antara teguran dan bentakan memang samar bedanya.
"Kurang boss. Kepalaku pusing." Aku malas berkata keras. Antara pening, mengantuk, lapar dan terkejut dengan bentakannya.
"Bawa bungkusan itu!" Garrick menunjuk dua box besar di dekat meja koki.
Ku dekati kang koki, ku ambil box makanan sambil ekor mataku meliriknya. Koki lelaki itu seusiaku, ku rasa karirnya cukup bagus.
"Revan, segera siapkan masakan. Panggil juru antar, usahakan semua yang meeting denganku barusan bisa sarapan tepat waktu!" Revan mengangguk dengan senyum manisnya. Sepertinya Revan juga terbiasa dengan gaya bicara atasan garang kami. Garrick berbicara tidak terlalu keras, namun sangat tegas. Selain tampan, ku rasa juga cerdas. Nadanya bersuara, sesuai dengan lawan bicaranya. Eits.. apakah bicara denganku adalah kasta terendah baginya?! Dah..dah..dah...biarlah!
"El! Kau tidur?!" Benar, aku kasta terendah baginya. Garrick bicara keras padaku tanpa peduli air mukaku di depan Revan. Tapi.. Aku memang sempat menutup mata di antara segala curahan hatiku di atas. Apakah aku sangat menyebalkan di mata Garrick? Tapi sama sekali bukan lalai jika aku sangat mengantuk subuh ini.
"Bawa ini ke atas!" Garrick menunjuk box makan itu sambil pergi berbalik.
"Revan, makasih ya!" Aku berbasa basi pada Revan sebagai sesama kacung di perantauan, sepertinya dia orang Jawa.
"Sama-sama. Namamu Elsi?" Benar, Revan orang Jawa, terdengar dari logatnya.
"Iya... Salam kenal dariku. Bye.." Aku pamit padanya setengah berbisik. Aku khawatir akan mendapat bentakan sinis dari Garrick.
Seperti ku duga, Garrick telah lenyap tanpa jejak. Jalanku sangat santai, rasanya sangat lunglai. Jika aku tahu posisi lift, aku lebih memilih menggunakannya.
Kapal ini begitu tinggi dan besar. Terlihat tenang dari luar, padahal rasa kota di dalamnya. Kini ada satu yang ku yakini, semua pekerja dan awak petinggi kapal, bahkan para direksi kapal besar, khususnya kapal pesiar, akan lebih sibuk pada saat malam hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Bunda Nian
Bukan itu loh maksud nya Garrick Elsi, itu karna di menghormati mu jadi tidak mau ambil kesempatan. Atau malah takut dirinya tergoda kali ya kalau sampe tersentuh kulit mu dan pingin menyentuh yang lain pula nanti.
2022-08-17
0
Siti aulia syifa Az_zahra
bukan muhrim El,, Pak Bos takut kebablasan😁😁😁😁
2022-08-15
1
Imayura
tolong kasih POV Garrick donk thor
2022-07-07
0