Ada rasa malas bangun pagi kali ini. Ingat bos garang yang ku pastikan akan mengaum membahana. Hari batas akhir buat si Ratih, ngasih nama satu orang kacung buat persembahan. Persembahan sebagai pelayan bos garang selama seminggu berlayar di kapal pesiarnya.
Aku telah datang di dapur menemani uni Wel. Karena uni Wel telah aktif sebagai chef kembali, aku kembali ke asal sebagai kacung serabutan. Namun, jabatanku sedikit naik, yaitu sebagai asisten uni Wel.
Meski begitu, pagi ini Ratih tetap menyuruhku untuk menyetrika kembali. Akupun menurut, ku kerjakan tanpa hambatan. Ku setrika semua baju bos garangku dengan penuh semangat full empat lima. Bahkan beberapa dalemannya pun begitu licin ku panaskan.
Tumpukan baju licin, dengan lipatan simetris lurus telah berhasil ku berikan. Ratih mengangguk sekilas dan membawanya untuk disimpan entah ke mana. Wajahnya terlihat kaku pergi berlalu meninggalkanku. Tak ada instruksi lagi darinya, jadi aku kembali ke dapur menemani uni Wel.
Masakan uni Wel telah siap, aku membantu menatanya di beberapa baskom porselen yang unik dan mewah. Ratih belum juga kembali, uni Wel pun mengajakku menatanya. Aku hanya mengantar baskom-baskom itu di meja makan, uni Wel yang menyusunnya di sana.
Kami segera bersusun barisan membentuk format apel pagi tiga baris. Ku sapu pandangan pada seluruh barisan. Nyatanya beberapa teman kacungku tidak semuanya cukup umur. Ada pun yang usianya di bawahku, bahkan jauh di bawahku. Belasan tahun nampaknya. Kenapa malah aku yang dijeblosin ke kamar horor hah?! Ratih, why lah?!
Rasanya dingin mencekam. Keluarga bos garang telah beriring datang serasa mengancam. Semua teman kacungku menunduk merasa seram.
Si muda tampan itu seperti kelaparan. Piring yang dipegangnya telah penuh nasi dengan lauknya. Entah apa yang dimasak uni Wel pagi ini. Aku lupa memperhatikan saat mengusung baskom-baskom itu. Hanya hatiku rasanya lapang. Bebas tugas tanpa hambatan. Bahkan saat apel inipun, hatiku serasa bergembira, tiada beban di kepala. Tidak seperti kemarin-kemarin. Aku mencuri pandang dengan penasaran. Tapi pagi ini tidak! Aku tak peduli. Oh senangnya hatiku!
"Pranggg!!!" Auw! Kagetnya aku, ada bunyi piring terbanting.
"Ratiiiiih!" Benar, Bos garang tengah mengaung membahana. Ratih maju ke depan dengan kaki serasa macam patah.
"Siapa yang masak hari ini?!!" Suaranya menggelegar berat memenuhi ruang makan yang luas.
"Welvia , tuan. Juru masak dapur.." Ratih menjawab tersekat-sekat.
"Lalu, masakan tiga hari ini, apa kau beli?!"
Bos ganteng itu, dia terang garang, tapi tahu juga masalah kacungnya. Dia tahu uni Wel ponteng tiga hari. Hatiku mulai tak tenang, kemungkinan namaku akan diusik oleh keduanya.
"Tidak tuan, pegawai lain yang mengganti." Ratih menjawab, terdengar takut-takut. Aku pun makin kecut.
"Siapa?!"
"Mana orangnya?!"
Deg! Aku mulai jantungan. Kali ini aku akan terlibat. Aku sangat tidak suka situasi ini.
"Elsi... " Ratih menyebut namaku lirih. Harap-harap bos garang sedikit tuli. Aku lebih menunduk, memilih menunggu dengan galau.
"Pembantu baru itu?!" Hish! Tajam juga telinganya, rasa was-was di hatiku.
"Welvia !!! Elsi!!! Kalian maju!!!" Ish, kena juga akhirnya.
Aku melirik uni Wel, diapun tengah menolehku. Uni Wel bergerak maju, aku pun maju meniru.
"Cepatlah!!!" Ish, bukan garang saja, tapi anti sabar.
Aku telah berdiri sejajar dengan uni Wel. Kami berdempetan hingga saling menempel sikut. Dengan saling sikut, mungkin bisa terkumpul kekuatan.
"Merenggang!" Yaelah, dia nih... Kamipun geser diri, selangkah ke kiri , selangkah ke kanan.
"Yang bicara dengan kalian tuh, aku atao sandal busuk kalian?!" Ggrrk..Ku dongakkan wajahku, ku tatap mukanya. Sambil berharap, jantungku yang tadi keluar, balik semula ke dadaku.
"Kau, Welvia! Belajar masak padanya!"" Ku tatap bingung wajah garang ganteng itu, ish..ish..ish.. kelewat tampan! Mata coklat itu seperti sihir, irishnya setajam samurai. Alisnya, seperti ulat berbulu hitam sangat lebat dan bertaut agak rapat. Hidungnya...
"Dan kau!" Telunjuknya menuding dekat di hidungku.
"Berapa umurmu?!" Aku dua puluh tiga lebih, tapi sebentar lagi aku ulang tahun.
"Dua empat boss!" Aku harus bicara jelas, aku benci kena bentak.
"Umurmu belum tua, tanggalkan kaca matamu!" Ya Allah, apa maksudnya? Doktrin banget sih dia...
Aku tidak peduli, perintahnya ku ibaratkan kucing mengeong. Srek! Tangannya bergerak cepat ke wajahku dan menarik kaca mataku. Dijatuhkannya ke bawah dan diinjak dengan sepatu hitam mengkilatnya yang mewah. Kacamataku telah hancur remuk berantakan. Lelaki di depanku itu memeng tiada perasaan. Aku menatapnya geram dengan penuh dendam kesumat untuknya.
"Jika kau ada keluhan tanpa kaca mata. Datang padaku!" Huh..tentu saja tak kan ada keluhan, kaca mataku hanyalah aksesoris. Aku membelinya di kaki lima geladak kapal. Ku beli dengan maksud bila saja aku perlu sewaktu-waktu. Dan pada akhirnya jadi barang penting untuk menyamarkan wajahku.
Aku semakin marah, ku tatap wajahnya dengan penuh kobar api. Aku tidak gentar sama sekali. Mata coklat tajamnya menyambut mata berapiku. Kami beradu pandang adu garang. Matanya setajam samurai membelah jantungku. Aku kecewa, ku rasa lama-lama aku tidak tahan. Aku berkedip, aku kalah, ku gigit bibirku serba salah. Aku pasrah, apapun murkanya, biarlah ku terima.
"Hilang gajimu!!" Makk!! Aku tak mungkin salah dengar. Enak saja merodikan diriku.
"Saya tidak dibayar, bosss?!" Aku ternganga menatapnya. Dia ingin aku mati kelaparan, tidak akan ku biarkan!
"Ratih! Coret gajinya!" Ish.. yang benar saja!
"Salah saya apa, boss?!" Ku coba menuntut hak dan keadilanku padanya.
"Kau berani melotot pada orang yang membayarmu!" Jadi, dia tak paham juga salah dia di mana.
"Boss telah menghancurkan mata sambungku!" Aku mulai membara dalam dada.
"Bersumpahlah jika matamu bermasalah. Jika benar, akan ku ganti kacamata berkualitas. Bukan murahan keluaran kaki lima!" Fix, bos garangku memang punya mata batin.
Apalagi yang ku alibikan. Tapi, bekerja tanpa bayaran, sungguh keadilan yang tergadaikan. Apakah dia bukan manusia? Tidak paham akan mutlaknya HAM?
"Ratih!" Bos garang kembali menyebut Ratih. Tapi pandanganya terus melekat padaku.
"Sebut nama itu. Satu nama yang akan ikut denganku!" Bos garang menoleh pada Ratih yang hanya diam memunduk.
"Ratih!" Bos mengulang panggilannya.
"Apa perlu kau sendiri yang ku bawa?!" Bos garang mulai berapi-api kembali.
"Elsi ..... Elshe Dindania, tuan."
Alamak! Ratih!! Dia mengumpan namaku.. Ku kepalkan tanganku, meredam marah di dadaku. Apa maksud Ratih memilihku? Secara aku kacung baru! Jika gagal, aku tak akan dibayarnya sepeserpun..
Bos garang menatapku setajam belati. Rasanya tak semangat melanjutkan hari esok.
"Bersiaplah bekerja free padaku, pembangkang!" Baru kali inilah aku ingin menangis. Tak ku bayangkan bekerja di tempat yang atasan tidak melindungi pekerjanya sedikitpun. Bahkan kini telah merampas hakku sebagai kacung bayarannya. Aku benci sekali dengannya!
#########
😄😄😍😍😍 Harap dukungannya... Tinggalkan like. vote. komen. dan favoritan karyaku di keranjang kalian... Terimakasiih.😍😍😍🙏🙏🙏✌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
sadis bener yahh
2023-03-15
1
destea
ceritanya lucu, bosnya galak2 gimana gitu, beda ma tokoh2 yg lain, cewe nya juga keren, pemberani abis
2022-10-14
0
Alya Mayrizka
baru nemu nih novel ....udah baca berapa bab br bs koment soalnya nagih mulu pongin cpt2 tau lanjutannya ...elshi...sosok yg tegar mandiri pemberani dan cekatan ... si boss yg garang tp kayknya perhatian yaa...yuk ah mau lanjut dulu...makasih akak....salam kenal...
2022-10-06
2