Ku letak hati-hati dua cangkir kecil teh manis buatanku di atas meja depan mereka. Tidak berniat untuk melirik keduanya, sangat malas dengan duo bossy yang terlihat sangat tidak serasi jika berpacaran. Sungguh, tidak sedap dipandang mata.
"Elsi! Buatkan makan malam! Anggun akan dinner denganku!" Maakk, ngapain juga berlabel kaya, tapi pelit. Ini kan kapal pesiar, tinggal calling, makanan datang. Lagipula merk dagang kapal ini kan punya dia.
"Apa perlu ku ambil ke dapur kapal boss, dari sana pasti lebih variasi dan sedap!" Ku coba bernego.
"Kau jangan membangkang, El!" Apa?! Dia menyebutku El saja?! Aku tidak suka, nama singkat itu persis seperti yang sering Juan panggil padaku. Juan, anak pak walikota super kaya kota Malang, yang sempat melamarku. Aku sudah nyaman dengan nama Si.. atau Elsi.. bukan El..!
Dengan pura-pura tunduk, ku laksanakan perintahnya dan ku jauhi larangannya. Mengingat aku sedang berhutang padanya, bahkan baju indah yang ku pakai di badan inipun sedang kredit kepadanya.
Ku buka lemari pindingin, bermacam stok bahan makan cukup sebulan ada di sana. Bingung sebentar dengan pilihan apa serta bagaimana ku mengolahnya.
Tidak sampai dua puluh lima menit, ayam kecap pedas favoritku telah siap di piring besar. Dengan ku lengkapi beberaoa potongan sayur wortel, kacang, dan brokoli hijau setengah matang di sekelilingnya. Sangat manis menyerupai tatanan yang disajikan oleh seorang master chef idolaku.
Ayam kecap ku sajikan pertama di meja. Menyusul nasi panas yang berkebul, lalu piringnya. Sengaja sendok dan garpu ku luncurkan belakangan. Biar kepala duo bossy terasa pusing menahan tetes liur mereka karena melihat ayam kecapku. Tanpa penciduk, mereka bisa apa?! Cuci tangan... tak mungkin!
Ayam kecapku beraroma gurih serta pedas yang terbayang luar biasa. Aku saja yang masak pengen banget, apalagi mereka! Tapi tidak etis kan jika si kacung yang makan duluan..
"Elsi! Sendok! Kau lupa sendoknya!" Garrick melengking keras, padahal aku sudah terlihat olehnya sedang datang membawa minuman.
Ku letak sari asli jeruk hangat, yang terlihat butir-butir buahnya. Terlihat nikmat dan segar.
"Sendok El!" Memang sebal..tapi misiku berhasil. Garrick yang mungkin sudah mencandu hasil sulap tanganku, apapun masakan yang ku buat, terlihat resah tak sabar tanpa sendok. Sendok yang sengaja ku tutup kain lap tangan dalam baki memang tidak terlihat.
Si Dora, alias Anggun, langsung menyambar air jeruk hangat yang baru saja ku letak. Aku tahu, Anggun ingin mengobati gersang lidahnya dengan berpura-pura dahaga.
"Silahkan dinikmati, jangan lupa kasih saya tips ya boss..." Ku beri senyum termanisku sambil ku ulur sendok tawananku pada mereka. Secepat gojek, tangan Garrick menyambar. Mata coklatnya menjeling tajam padaku. Dora melirik sinis dengan matanya. Aha..ha...terserah...tatap mata kalian sedang tidak bermakna untukku.
*******
Bang! Bang! Bang! Bang! Bang!
Aku terkaget dengan bunyi bising di pintu kamar. Garrick pasti sedang menendang-nendang di pintu bilikku. Benar, Garrick berdiri garang setelah pintu kamar ku buka lebar-lebar. Mata coklat tajamnya sedikit meredup melihatku. Kata bujang, wanita tanggung seumurku akan jauh nampak menawan saat baru bangun dari tidur. Koreksi.. kata pujangga yaa..bukan bujang!
"Koper!" Ups..Satu kata kunci untuk beban abadi membuatku mengerti. Segera ku tarik koper silver dari kamar ku sodor padanya.
"Merepotkan, lain kali letak milikku di kamarku!" Perkataannya kali ini membuat mata ngantukku segar sempurna terbuka.
"Boss sendiri yang bilang, koper ini barangku, apa salah jika ku letak di kamar tempatku?!" Suaraku tak kalah ngegass dari suara Garrick saat bicara. Saat marah atau saat biasa, sama saja tak ada beda.
"Harusnya kau paham! Tidak becus!" Aku tidak terima, itu tidak menghargai, itu egois, itu semena-mena!
"Tuan Garrick, anda tahu ini pukul berapa?! Pukul sebelas malam. Ini sudah hampir tengah malam, anda datang ke kamar saya dengan banyak bicara kasar. Anda lupa, saya bukan budak. Saat ini, saya adalah pekerja yang sedang istirahat. Saya ingin anda menentukan jam kerja saya. Bukan jam kerja dua puluh empat jam seperti yang telah anda terapkan. Anda sangat tidak sopan!" Aku puas menumpahkan isi di dalam dadaku.
Garrick nampak kaget dengan ucapan lantangku. Mata tajamnya merenungku dalam-dalam. Diambilnya koper silver dan diseret merapat kakinya.
"Kau memang pembangkang. Tutup saja pintu kamarmu!" Bicara keras padaku seperti sudah latah dari mulutnya. Karena dia akan auto bicara lembut pada Dora. Tapi menyeret koper menuju kamar dengan kedua tangannya sendiri adalah kemajuan yang pesat pada sikapnya.
Hampir tengah malam, tapi mata ini terasa segar tak niat memejam. Suara gitar ku dengar indah terpetik dari luar sana, sepertinya tak jauh dari kamarku. Garrick mungkin telah setuju dengan jam malam yang ku ajukan. Aku bergegas keluar keluar kamar.
****
Udara semilir di luar, di dek kapal tingkat teras teratas sangat kuat terasa di kulit tanganku. Rasanya mulai hangat setelah sweater yang tadinya ku pegang kini telah melekat menutup badanku.
Meski tengah malam begini, suasana begitu hingar bingar. Mereka benar-benar bersuka ria seperti tujuan utama mengikuti pelancongan singkat ini. Kebanyakan penumpang kapal terlihat berwajah pribumi, mungkin pelancong domestik sekitaran pulau Batam saja.
Segerombolan muda-mudi nampak duduk mendekat namun dengan formasi menyebar. Mereka sedang bermain gitar, namun tidak jelas apa yang di nyanyikan. Seperti tidak fokus dengan permainan mereka. Ku rasa kumpulan muda-mudi inilah yang suara gitarnya tadi terdengar indah menembus kamarku. Aku mendekat ingin join tanpa ragu. Jiwa membaur saat naik gunung, membuatku berani SKSD tanpa malu.
"Halo teman....semuanya .. boleh aku ikut gabung? Aku suka dengar suara gitar itu." Ku tunjuk seorang pemuda melayu yang sedang mencari intro yang pas dengan jari-jari tangannya.
"Gabung saja... ke marilah!" Seorang gadis melayu nampak ramah menyambutku.
"Jika join, harus menyumbang lagu untuk kami, setidaknya sebuah lagu!" Pemuda melayu yang sedang mencoba-coba intro itu mendadak berseru padaku. Wah, siapa takut, momen beginilah yang ku tunggu. Bukankah aku adalah mantan artis gunung.... Jadi apa salahnya sekarang mencoba turun di lautan.. Ah..ah..ah..senangnya hatiku!!!
"Siapa namamu?" Pemuda melayu mendekat dan menanyaiku.
Ku jawab namaku, dan nama lelaki tanggung, yang mungkin hanya sedikit usianya di atasku itu, Irgi namanya.
" Ingin ku iring lagu apa, Elsi?" Irgi telah siap dengan petikan di senar gitarnya.
"Bahagia Bersamamu, boleh nggak Gi?" Aku mengharap dia setuju. Lagu yang sering dibawa Haico van itulah kesukaanku saat ini.
"Siap!" Irgi nampak suka dengan pilihanku. Jarinya telah mulai mengambil intro. Akupun siap bernyanyi merdu di depan teman-teman baruku. Mereka bertepuk tangan serentak saat aku mulai bernyanyi.
Dengan sukses, kuselesaikan lagu itu dengan sempurna, bahkan hingga mengulang dua kali menuruti keinginan mereka. Irgipun sama sekali tidak keberatan bahkan selalu tersenyum gembira padaku.
Aku ingin menggeser tubuhku yang rasanya sedikit kesemutan, tapi mataku justru tergeser pada seseorang yang berdiri menjulang di tepi kumpulan kami yang sedang duduk-duduk. Sepertinya hanya aku yang menyadari keberadaannya.
Garrick yang menyadari tatapan terkejutku, nampak melambai memanggilku. Untuk apa? Sejak kapan dia ada? Apakah aku akan di gorengnya lagi? Apa salahku, bukankah jam kerja sudah ku ajukan?Aku beranjak malas keluar dari berkumpul bersama teman-teman baruku. Rasa senang itu hanya sebentar ku rasakan. Aku berpamitan pada mereka dan izin untuk ikut bergabung lagi esok hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
aq sll thor...othor semangat ya👍💪💪🥰🥰🥰
2022-06-19
1
Rosynta Sitorus
rajin up-nya dong 💪💪💪
2022-05-23
1
Shafira Hasna
next thor
2022-05-23
0