Aku bangun pagi sekali, memang beginilah kebiasaanku tiap hari. Dari aku kecil, hingga aku dewasa begini, ibukulah yang mengharuskanku untuk bisa membawa diri di manapun.
Habis subuh, aku meluncur ke dapur, berharap uni Wel sudah berkutat di sana. Kecewa, orang yang ku harap tidak nampak kehadirannya. Apakah uni Wel masih demam?
"Elsi!"
Ya Allah, Ratih kau memang kuyang! Kaget dong aku! Memang dia sanggup garansi jantungku?! Mungkin pas ibunya ngelahirin, Ratih keluar barengan bunyi mercon.
"Kau yang masak! Welvia tepar! "
Aku kecewa, uni Wel masih sakit. Tapi aku disuruhnya masak....,hatiku senang bukan kepalang. Jauh lebih baik daripada cuci piring. Memasak perlu skill terlatih, aku ingin menunjukkan kejagoanku sekali lagi. Ratih telah melihat hasil olahan kangkungku kemarin. Setidaknya, Ratih mulai percaya padaku.
Ada wortel, kubis, buncis,brokoli dan lain-lain. Apakah tepat jika aku bikin sop ayam saja? Ku putuskan bikin sop ayam saja. Cepat ku cacah semua sayur itu. Ku siapkan bumbu-bumbu pentingnya, terutama bawang merah-bawang putih.
Sop ayamku telah siap, terlihat segar berkualitas. Sebagai pelengkap, ku siapkan sambal bawang kecap kesukaanku. Harap-harap bos pun juga suka.
Ratih tidak bilang berapa banyak macam menu yang harus ku masak. Untuk bersiaga, ku tambah satu menu, nasi goreng. Nasi goreng jamur idolaku. Berharap bos ganteng garang itu mencobanya.
Apel pagi di mulai, aku kembali di barisan paling belakang. Bukan karena aku lambat, tapi Ratih yang mengaturnya. Aku sih tidak masalah, justru makin mudah curi-curi pandang pada sop ayam dan nasgor jamurku.
Meja makan itu bukan hanya bos garang dan ibunya. Tapi ada dua orang lagi duduk makan di sana. Lelaki muda, cakep, putih dan tinggi. Seorang lagi, bocil laki-laki dengan seragam merah putihnya. Tak ku pahami siapa pun mereka.
Dag dig dug hatiku. Bos garang dan ibunya mulai menyendok sop ayam buatanku. Bocil itu mengambil sepiring penuh nasgor jamur. Bocilpun kalo makan over dosis. Pantas saja bodynya nampak over weight.
Beda halnya lelaki muda itu. Tak ada gerak tangannya untuk makan. Mungkin dia lagi cacingan, tak ada nafsu makan apapun, sungguh mengecewakan.
Namun, wanita itu terlihat menyodor piring berisi sedikit sup pada lelaki muda itu. Laki muda terlihat menyendok ogah-ogahan sup di piringnya.
Sedikit sup dalam piring, nyatanya habis bersih. Lelaki muda memandang wanita tua.
"Ma, mau lagi." Lelaki muda itu minta sup lagi.
Hmmh. Belum rasa sudah nolak, setelah tau mau nambah. Makanya cicip dulu! Sop ayam buatanku memang dahsyat.
Ku lirik piring bos garang gantengku. Ibunya. Dan bocil. Bersih habis! Good job, Elshe! Ku lirik posisi Ratih. Wanita congkak itu tengah menatapku. Kenapa.. Salut!? Silahkan!
****
Aku hendak kembali ke kamar hororku. Waktu tengah hari, tak mau terbuang dzuhurku.
"Elsi!"
Ratih.....si ketua kacung, nyuruh apa lagi? Pura-pura tak dengar bukan pribadiku. Jadi ku berhenti dan berbalik badan. Ku tunggu suaranya dengan menatap wajah kakunya. Ada sesuatu di tangannya.
"Pakai seragammu. Sore nanti masaklah lagi."
Ku terima bungkusan itu.Berisi seragam baruku. Warnanya merah jambu, daftar warna kesukaanku.
Segera melangkah ke kamarku, menunaikan kewajiban dzuhur, lalu membanting tubuhku ke kasur empukku. Alarm di ponsel kuaktifkan satu jam kemudian. Karenaa rasa kenyang, kantuk datang menyerang sangat cepat. Akupun terlelap dengan rasa nyaman nan nikmat.
***
Aku terbangun satu jam kemudian. Kini seragam baruku, telah ku pasang di badanku. Sangat indah melekat membungkus tubuhku. Tubuh aduhaiku kini terpampang seluruhnya dengan jelas. Lekuk-lekuk indah tubuhku tak mampu lagi ku sembunyikan. Tinggi tubuhku yang hanya 161 centi meter ini, namun begitu indah dengan susunan lemak yang menumpuk di tempat-tempat yang tepat.
Mungkin, selain wajah beningku, karena tubuh indahku yang terpose sembarangan di manapun waktu itu. Bikin anak pak wali kotaku terpesona melihatku dan mengejar hingga melamarku.
Waktu itu, ibuku menerima order catering acara keluarga di rumah pak wali kota. Dan aku membantu ibuku, saat itulah aku berkenalan dengan anak pak walikota yang ternyata terus mengejar dan cukup merepotkan. Karena ibuku ngotot ingin aku menerima lamaran Juan, nama anak pak walikotaku itu.
***
Siang hari, para bos di rumah itu tidak makan seperti biasa dan tak lagi mengadakan yang namanya absen apel siang. Jadi saat ini aku menyiapkan menu untuk makan petang hari sekaligus makan malam mereka.
Aku ingin buatkan soto ayam bening kegemaranku. Sangat mudah, karena aku terbiasa membuatnya saat di rumah. Ibuku pun jika ada menu ini di orderannya, akulah yang bertugas membuatnya. Rasanya memang sungguh luar biasa.
Di luar telah remang-remang, namun begittu terang dalam area dapur. Aku telah selesai memasak soto andalanku, serta beberapa menu beragam yang ringan, ku jamin nikmat rasanya.
Beberapa kacung temanku, melihatku tak berkedip dan menoleh-noleh padaku meski badan mereka telah berlalu. Begitupun Ratih, tatapannya mulai datar, bukan tatap benci, risih ataupun jijik seperti sebelumnya padaku. Kemajuan yang ku duga akibat seragam baruku.
Apel malam telah berjalan. Bos ganteng garang begitu lahap menghabiskan ragam menuku. Begitu juga ibunya. Bahkan, anak gendut itu, telah berkali-kali menambah isi piringnya tanpa puas.
Mataku beralih pada pria muda yang kemarin ogah makan. Sekarang nampak punya nafsu makan, mungkin sudah minum obat anti cacingan. Pria muda itu juga tampan, mungkin akan cocok jadi idola anak kuliahan.
Pengamatanku terganggu, Bos lantang berkata menggelegar.
"Ratih!" Ratih maju dengan ketegangan.
"Aku butuh satu orang untuk ku bawa ke pelayaran selama satu minggu."
"Berikan satu terbaik untukku. Bersiaplah jika kau sampai salah pilih orang!" Bos garang menghardik Ratih tanpa perasaan. Mata setajam samurai berkilat seperti laser pada Ratih. Aku mulai sedikit iba pada ketua kacungku itu.
"Kapan tuan?" Ratih bertanya dengan sedikit bergetar pada suaranya.
"Minggu depan! Kau harus pikir mulai sekarang!" Suara serupa petir menyambar.
"Apakah harus berusia muda tuan!" Ratih kembali bertanya agar tak ada kesalahan.
"Kau pikirlah, kapal pesiarku isinya siapa saja!" Suara petir kembali menyambar.
"Ba...baik ..ttuan.." Ratih hingga terbata. Aku bayangkan, kini Ratih seperti anak kucing tersiram air.
Apel malam berakhir, para kacung kembali ke pekerjaan masing-masing dengan menunduk. Aku pun ikut menunduk ingin mengunjungi uni Wel.
"Elsi!" Ratih lagi... kali ini suaranya meski keras telah terdengar sedikit berbeda. Tak ada kebencian dalam nada panggilannya pada namaku.
"Cuci piring dulu." Ratih menyuruh dengan nada yang datar, tidak segarang sebelumnyam Ini adalah kemajuan, sekali lagi berkat seragam baru yang melekat indah di tubuhku. Aku yakin meski tinggiku hanyalah 161 centi meter, tapi penampilanku tak kalah indah dari artis Anya Geraldine. Dahsya bukan?!
####$)
###$$
🤗🤗Terimakasih..mohon dukungannya..
Relakan like kalian buatku
❤❤❤🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Haryani Yuliwulansih
😅
2022-12-26
1
Bunda Nian
Ha hahahaha
2022-08-16
0
Siti aulia syifa Az_zahra
ngakak mulu dgn isi otak nya Elshi😅😅😅😅😅😅
2022-08-15
1